Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencintai Bahasa Indonesia, Mengakrabi KBBI

23 Januari 2018   13:16 Diperbarui: 8 Maret 2018   09:28 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Indonesia, bahasa nasional warga negara Indonesia. Sepakat? Bahasa itu dinamis. Sebuah kata yang dulu dianggap ejaannya begini, sekarang ejaan yang benar berubah. Mungkin karena peraturan yang berubah. 

Namun hati-hati kalau seseorang merubah. Itu berarti dia berlaku atau berpenampilan seperti rubah. Tidak mengapa kalau dia sekadar ingin mengubah. Mengubah yang kurang tepat, itu baik adanya. 

Laman KBBI Daring |Dokumen Pribadi
Laman KBBI Daring |Dokumen Pribadi
Dari larangan berdagang di bahu jalan, kini dicoba melegalkannya. Ah, yang bener, Bang. Berita hari ini sih, Pak Polisi sudah melakukan pengkajian perlunya Jalan Jati Baru dibuka. Di Jati Baru? Iya, di situ, bukandisitunya lagi.

Paragraf di atas tampaknya ruwet, mungkin. Ya ruwetlah. Masa manusia merubah? Biarkan rubah tetap rubah. Manusia boleh mengubah, tapi jangan merubah. Paham kan maksudnya? Contoh lain, kalau manusia yang kecenderungannya mengikuti apa kata orang, tanpa berpikir kritis pokoknya ikut saja ke mana angin bergoyang, nah itu namanya membebek. Bentuk lain yang serupa meski sedikit berbeda, yaitu membeo.

Laman KBBI Daring |Dokumen Pribadi
Laman KBBI Daring |Dokumen Pribadi
Kembali ke topik rubah, ingat, merubah itu tidak mudah. Mari kita pikirkan andaikata manusia bernapas seperti rubah. Apakah rubah punya pikiran? Nah, di sini kita memakai kata "ber-napas". Itu ejaannya demikian, bukan ber-nafas. Lalu, "pi-kir-(an)" dan bukan fi-kir-(an). Coba simak dengan saksama, ya, sak-sa-ma. Kalau dulu orang memang terbiasa untuk mengejanya dengan "sek-sa-ma".

Pusing ah! Nulis kok ribet. Ya, kalau menulis untuk format informal memang rambunya lebih longgar. Sayangnya kemarin tulisan saya dicoret-coret Sang editor. Katanya, "Perhatikan peraturan kantor ini. Menulislah dengan ejaan yang benar. Apalagi untuk mempersiapkan sebuah pidato resmi."

Sejak itu saya tahu, ejaan yang benar adalah "memesona" alih-alih "mempesona". Kok ejaan yang "benar" terdengar aneh ya? Coba biasakan diri saja, lama-lama kelak terbiasa dengan memakai ejaan yang benar.
Hmm, nampaknya mudah, kan?
Oh, maksudmu "tampaknya" mudah? Yuk, tengok laman KBBI daring. Ah apa pula "daring" itu"

He he he ... penjelasan Sang penggagas kata, itu singkatan dari "dalam jaringan" alias online.
Aduh, sudah deh cukup sekian saja. :: @IndriaSalim ::

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun