Istilah “Lebaran Kuda” menjadi topik kekinian dalam dua hari terakhir ini. Sebagai penutur asli bahasa Jawa Solo, Surakarta Hadiningrat, Limbuk memahami maksud yang disampaikan oleh Pak Beye.
Lebaran dari kata "lebar" = sakwise (Jw) = sesudah.
Lebaran kuda = sakwise dina gegayutan karo jaran = sesudah hari (peristiwa) yang berhubungan dengan soal kuda.
Itu namanya dalam istilah Jawa "sanepan", yang maksudnya menyampaikan pesan atau maksud hati melalui kode atau perumpamaan.
Limbuk membatin, “Semoga lebih banyak orang paham dan berempati dengan Pak Beye, mengingat di masa lau -- sepuluh tahun lamanya sekian ratus juta jiwa ada dalam satu biduk yang dinakhkodai beliau. Hmm, Limbuk kok jadi melow, terlarut dalam rasa nostalgia nan sendu kalau ingat tentang masa satu dasa warsa itu.
Mekanisme Pertahanan Ego
Sigmund Freud adalah warga negara Austria, dikenal sebagai Bapak Psikoanalisis Sigmund (1856 – 1939). Freud dikenal dengan teori kepribadian yang mengungkapkan peran penting ketidaksadaran (id), termasuk insting seks dan agresi yang menjadi bagian dalam pengaturan tingkah laku. Freud mendiskripsikan kepribadian menjadi tiga pokok pemikiran, yaitu -- struktur kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Tingkat kehidupan mental dan wilayah pikiran mengacu pada struktur atau komposisi kepribadian.
Bagi Freud, manusia termotivasi untuk mencari kesenangan serta menurunkan ketegangan dan kecemasan. Motivasi ini diperoleh dari energi psikis dan fisik dari dorongan-dorongan dasar yang mereka miliki.
Freud memaknai mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang dipakai individu untuk mencegah kemunculan terbuka dorongan-dorongan id (alam bawah sadar) selain juga untuk menghadapi tekanan superego atas ego.Tujuannya yaitu agar kecemasan bisa diredakan.
Bermodalkan ilmu cocokologi, maka Limbuk mengutak-atik peristiwa kegusaran SBY terkait selenthingan isu intelijen yang beredar. Beredar di mana, ditujukan kepada siapa, dan tepatnya intelijen yang mana? Nah karena semua tampaknya interpretasi SBY (baca kompas online tanggal 3/XI/2016) -- lalu Limbuk bertanya dalam hati, 'Apakah ini yang dimaksud dengan meredakan kecemasan dengan mengadakan konferensi pers?'
Bagaimana nggak cemas kalau menurut SBY, ada fitnah beredar dan isinya tentang salah satu cagub mendanai unjuk rasa 4 November? Kan siapa tahu saja itu ditujukan pada pihaknya yang sedang mencalonkan putra sulung maju ke medan kampanye.
Wakil Presiden JK saja bilangnya begini, ""Analisis kan boleh berbeda-beda. Mungkin yang ditangkap Pak SBY beda. Analisis kita juga beda. Itu biasa saja," ujar Kalla."
Limbuk, 'Nah, ini dia -- mungkin ada yang baper.'
Proyeksi
Situs kompas online menyebutkan bahwa Pak Beye memang tidak eksplisit mengatakan kalau merasa dituduh, namun yang bersangkutan mengaku sudah mengumpulkan informasi sebelum berbicara pada hari ini. Sehari sebelum mengadakan konferensi pers, Pak Beye menemui Wakil Presiden JK, dan juga Menko Polhukam Wiranto.
"Memfitnah atas nama analisis intelijen sekaligus menghina. Kita tahu Arab Spring mulai dari Mesir, Libya, Tunisia, dan Yaman itu tidak ada dikatakan penggeraknya. Yang komandoi media sosial. Itulah era sekarang ini. Jadi, jangan tiba-tiba simpulkan ini yang menggerakkan, ini yang mendanai," ucap dia. (kompas.com, 2/XI/2016)
Netizen di media sosial menanggapi hal ini dengan berbagai ungkapan namun intinya menafsirkan bahwa Pak Beye marah, atau merasa dituduh. Di lain pihak sebagian netizen yang menafsirkan itu beranggapan bahwa mereka tidak mendengar atau merasa ada tuduhan beredar seperti yang dikeluhkan oleh si Bapak.
Hal ini mengingatkan Limbuk kepada sebuah obrolan lama dengan karibnya yang ahli kejiwaan. Dia memberinya sedikit pengetahuan tentang Pak Freud, lalu dia ingat satu hal yang disebutnya sebagai “proyeksi”.
“Proyeksi menurut Freud adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral, menjadi kecemasan realistis. Prosesnya yaitu memindahkan rangsangan (impuls) internal yang mengancam ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri,” kata teman Limbuk itu.
Obsesi dan Alam Bawah Sadar
'Lebaran Kuda' menjadi topik populer, yang di twitter saja menunjukkan lebih dari 10.000 kicauan. Istilah ini mengutip ucapan mantan Presiden kita yang menyebut, ''kalau tuntutannya (para pengunjuk rasa Jumat nanti) tidak didengar, sampai lebaran kuda bakal ada unjuk rasa.'' Kebetulan atau tidak, istilah itu diucapkannya selang dua hari sesudah kunjungan Presiden Jokowi ke kediaman Pak Prabowo, mantan rival Presiden saat pilpres 2014. Dalam kunjungan itu media sosial mengunggah foto-foto mereka berdua sedang naik kuda dengan wajah ceria. Namanya juga media sosial yang selalu ramai dengan banyak komentar netizen. Tak pelak banyak yang menghubungkan ungkapan ‘kuda’ dengan kekecewaan mantan presidenkarena tidak ‘diajak’. Netizen ada-ada saja, tapi begitulah sampai situs berita BBC Indonesia ikut-ikutan memberitakan trending topik di dunia maya kemarin (2/XI/2016).
Ringan saja, Limbuk ingat tetangga dekatnya Mbilung yang marah-marah pada Petruk. Ceritanya dulu mereka bertiga itu karib, namun ada semacam kecemburuan antara Mbilung dan Limbuk karena keduanya naksir Petruk. Suatu saat Mbilung bertemu Petruk. Lha kok Petruk itu malah memanggil Mbilung sebagai Limbuk. Mbilung sewot, merasa diledek dan secara faktual diabaikan, dibuktikan dengan cara Petruk memanggil dirinya sebagai Limbuk. Mbilung membatin. “Petruk kepikiran berat sama Limbuk, maka mau nyebut namaku malah nyebut nama Limbuk.” Begitu deh yang namanya terobsesi, bikin pendengar berspekulasi dengan bermacam-macam penafsiran.
Banyak media kemudian mengambil kutipan ini sebagai judul berita dan pengguna media sosial mulai membicarakannya. Sebagian menghubungkannya dengan aksi naik kuda Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto, Senin (31/10) lalu. Ada-ada saja, ya. | @Indria Salim |
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H