Tabik santun Ksatria Bijak Bestari -- pantangkan kekasaran,
Tuanku yang semakin memesona,
Meleleh jiwa papa ini,
Tersebab tutur kata dan akal budi mulia,
Siapa sangka semakin kumengenalmu -- Tuanku,
Hati ini menjadi kelu.
*
Tempo hari itu,
Tuanku bekerja sungguh,
Sehingga tak hirau,
Sekumpulan gagak hitam mengoyak dan berkoak-koak,
Terbang berputar-liar, megahkan jejak kaki putih suci,
Seluruh buana bagai dunia sihir,
Meragakan tarian lidah wangi,
Rapalan sakti berkumandang,
"Kau kafir, berdarah lumpur, terlebih musafir. Kau tak layak, Kisanak!"
*
Cuaca berganti, mentari beranjak,
Bunga pekerti merekah, seiring tiupan Sang Bayu
Menguarkan janji surga dan kemegahan kuasa,
Maka inilah Sang Aku sejati,
Kuterlahir pujangga, ‘ntuk lafalkan nada terindah,
Biar tersungkur domba terluka,
Bergulat dengan jerat sarat khianat,
Inilah saatnya -- inilah waktuku,
Khatulistiwa, inilah Aku – Shri Ksatria bertuah madu
*
Cecap dan decak kagum menghentak,
Terbuai untaian manikam aksara,
Fatamorgana rimbun semak semasa,
Ingkari makna nir citra Sang Insan Pekerja
Meski seluruh kota menuju cahaya,
Sejahterakan hamba sahaya,
Bila masa itu tiba.
*
Di mana gerangan Tuanku dulu,
Pangeran darah murni kesayangan Sang Ibu,
Di sana-sini, angin kering mendesah,
Sayup sampai menghambur malu,
Kabarnya Tuanku berkelana,
Meneliti singgasana,
Kini coba jejakkan kuku,
Nan berkilau licin memagut,
Hasut halus mulus membius,
Sesiapa yang haus,
Lapar dahaga wacana manis,
Ksatria yang terlahir pujangga,
Berkalung untaian aksara,
Biaskan ludah tarantula,
“Ini madu, embun Khatulistiwa!”
Sementara itu,
Karyamu, Tuanku -- masih tanda tanya.|@IndriaSalim|
Ricik rintik, 09.X.2016
Artikel lain: Rahasia di Balik Senyuman – World Smile Day
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H