Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Kesadaran Toleransi dan Respek Demi Keharmonisan Hidup Berbangsa

13 September 2016   23:55 Diperbarui: 14 September 2016   02:08 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara berkala namun berkesinambungan, mengadakan program kebudayaan yang menarik, yang bisa mengikutsertakan elemen masyarakat dari semua kalangan dan ragam latar belakang SARA. Satu contohnya adalah termasuk lomba yang diadakan oleh Kementerian Agama yang sedang saya ikuti ini. Parade makanan Nusantara, pemutaran film-film yang mengjak masyarakat menghargai dan mencintai Indonesia yang damai dan indah, lomba menulis hari raya keagamaan yang mengundang seluruh individu lintas usia, profesi, dan SARA.

Ini bisa alami sifatnya, bila masing-masing mulai membiasakan diri menghormati perayaan agama lain, bukan dalam arti harafiah, namun juga secara filosofis dialogis. Dalam hal ini, idealnya akan tercipta rasa kebersamaan sebagai insan di Bumi, bukan hanya warga Indonesia. Menjaga harmoni kehidupan di era media sosial seharusnya melibatkan semua elemen bangsa. Warga Indonesia ada di seantero dunia, pun warga bangsa lainnya tentu bisa kita jumpai di bumi Indonesia.

Memelihara keselarasan hidup rukun dan damai serta saling menghormati menurut tataran lingkungan

Di tempat kerja, hendaknya bisa secara bijaksana mempertimbangkan aspek penghormatan kultural-keagamaan dengan menciptakan kalendar berbasis intranet yang merangkum hari-hari besar keagamaan, sehingga acara resmi tidak bertabrakan dengan hari besar keagamaan di lingkungan setempat. Ini juga menjadi salah satu indikasi pengenalan keragaman budaya-keagamaan di tempat kerja, atau sekolah/ dunia pendidikan.

Dalam keluarga, orang tua hendaknya menanamkan nilai-nilai keluhuran budi, dan itu bisa bersifat umum dalam arti agama atau keyakinan yang dianut oleh keluarga itu, semua mengedepankan pemujaan kepada Yang Maha Tinggi, disamping juga dalam praktik perbuatan baik kepada sesama makhluk ciptaan-Nya, alih-alih mengeksklusifkan diri pada kebaikan hanya untuk “sesama penganut agama yang sama”.

Antar keluarga dengan keluarga lain, menerapkan hal yang sama dalam cakupan yang lebih luas, yaitu kehidupan bertetangga, dan selanjutnya kehidupan sesama warga kota, dan selanjutnya sampai pada rasa persatuan dan kesatuan sebagai sesama warga negara Indonesia.

Keteladanan nyata oleh pemimpin, tokoh-tokoh masyarakat, agama, pengemuka masyarakat, dan terutama tokoh politik dan politikus.

Sudah semakin menyolok adanya para tokoh yang mencampur adukkan pengaruhnya di bidang kehidupan beragama dengan keinginan dan ambisi politiknya. Banyak sekali fakta di lapangan terkait buruknya perilaku mereka ini. Tanpa malu atau ragu, ada politisi merangkap tokoh agama, atau tokoh agama yang juga politikus, memanfaatkan pengaruh dan kewenangannya menyebarkan gagasan yang justru meningkatkan kebencian kepada pihak lain yang tidak dipandang sebagai “berada dalam satu biduk pelayaran perjalanan bangsa Indonesia”.

Semoga para tokoh ini, yang notabene orang berpendidikan, orang yang besar kemungkinan tergolong kategori usia dewasa, sudah melewati fase menuju kemapanan dan kemakmuran, bisa lebih bijaksana dan menjadi panutan positif bagi lainnya yang “hanya orang biasa”, dan terutama kaum muda, remaja dan anak-anak generasi penerus bangsa.

Peran media dan media sosial dalam partisipasinya menjaga kerukunan dan perdamaian

Diseminasi pemberitaan oleh media massa, dan penyebarannya lebih lanjut di media sosial oleh netizen tentu tidak sepi dari risiko bias dan polemik, yang bisa memicu konflik. Konflik dan permasalahan timbul dari soal perbedaan nilai-nailai, etiket dan etika, perkubuan dan polarisasi opini, perbedaan -- sampai pada pemahaman antar bahasa, dan banyak hal lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun