Saya ingat prinsip mantan big boss di kantor organisasi regional. Kalau ada staff yang ketahuan melakukan tindak super tercela yang merugikan kantor (lembaga) -- misalnya terbukti korupsi atau mencuri properti kantor, staff yang bersangkutan. akan langsung dipecat. Keputusan itu juga berdasarkan pada Peraturan dan Tata Tertib Organisasi. Kalau pelaku adalah staff bidang non-IT, dia akan diberi peringatan untuk "angkat barang-barang pribadi dari kantor" 3-7 hari sebelumnya.
Kalau pelaku adalah orang HRD atau IT, maka dalam satu jam pada hari yang sama 'oknum' tersebut akan diminta angkat kaki selamanya. Tidak usah menunggu esok hari. Pertimbangannya, risiko kerugian bisa lebih fatal kalau membiarkan orang IT yang 'bermasalah' dibiarkan punya akses sistem IT kantor lebih lama lagi. *maaf ini sekadar menirukan perkataan mantas bos, bukan dimaksudkan berprasangka buruk pada siapa pun yang terkait keahlian/profesi bidang IT*
Minggu lalu adik saya kartu ATM-nya ditukar oleh perampok, setelah mesin ATM direka agar "mengganjal" kartu adik saya. Perampok yang menukar kartu ATM adik saya dengan kartu ATM kosong, berhasil menggasak Rp 21.000.000 dalam sekejap.
Saya yang tidak mengalami sendiri saja mulai 'parno' nih jadinya. Saya sendiri sudah cukup parno beli pulsa via ATM, dinyatakan ‘berhasil’ – lalu uang terdebet, dicek di database bank terdebet, namun ternyata di operator tercatat tak ada transaksi. Kesal saja sih, karena kalau dibanding adik saya, uang pembelian pulsa jumlahnya tidak ada artinya. Tapi ini kan masalah kepercayaan terhadap sistem online bank. Juga mungkin operator (pihak lain) tempat kita bertransaksi.
Bersyukur, beberapa kali melakukan pembelian pakai kartu kredit secara online, internasional pula -- semua aman dan delivery tepat seperti ekspektasi.
Ya, inilah yang mungkin disebut faktor x, selain juga hal lainnya.
Seperti kejadian 2 hari yang lalu, saya pencet tombol sign up ke taksi u***, baru eksplorasi dan simulasi, tahu-tahu dihubungi sopir. Itu pun sebenarnya saya kan pilih kategori ‘murmer’ dari pilihan lainnya yang adalah kategori ‘mobil mewah’. Supir tahu pilihan saya, dan sadar mobilnya kategori 'mewah', kok nekad menghubungi ya? Lalu sopir lain selang beberapa detik menghubungi saya juga. Dari percakapan dengan keduanya, jelas jadwal pemesanan saya tidak bisa mereka penuhi. "Kalau perlunya masih dua jam nanti, saya gak bisa," kata mereka. Supir kan belum melakukan perjalanan ke lokasi saya ya, apa yang dirugikan? Mengapa saya kena biaya pembatalan?
Saya akui, mungkin ini soal pemahaman tentang prosedur pemesanan yang tidak lebih dulu saya pelajari, namun supir kan harusnya tahu kalau komunikasi saya belum melibatkan kesepakatan maupun pengeluaran material dari pihaknya.
Berarti itu kan tahapan belum deal ya? Lha dua hari berikutnya saya baru engeh ada tagihan biaya pembatalan. Ini artinya, sebelum coba aplikasi, kita harus baca semua ketentuan dan pemahamannya 100% agar tidak rugi uang yg tidak perlu, ataupun timbul kedongkolan yang hanya memboroskan energi kita untuk hal penting lainnya.
Tagihan yang diberitahukan via email, saya jawab dengan judul subyek "KEBERATAN dengan biaya pembatalan".
Tampaknya secara sistem protes saya dijawab dan dinyatakan bahwa biaya sudah dikreditkan di akun saya (akun aplikasi taksi tersebut), tapi tidak secara langsung terhapus dari tagihan kartu kredit, melainkan "biaya bisa digunakan untuk pemakaian mendatang".
Dengan kata lain, saya TETAP harus bayar ke Citibank atas charge oleh taksi tersebut. Saya hanya bisa kesal dan kesal, karena untuk bayar tagihan Citibank, tidak cukup bayar sesuai jumlah tagihan tapi PLUS biaya admin bank, biaya transfer, dan meterei Rp 6.000. Jadi, total yang harus ditransfer ke Citibank mungkin sekitar Rp 50.000. Puas? Puas? Puas dong karena pengalaman itu MAHAL*
Catatan: Mohon tidak buru-buru menuduh kami kurang amal karena kerugian uang atau ‘kena rampok’ -- oh, ini himbauan bercanda, kok. :D
Khusus soal perampokan bermodus menukar kartu ATM, korbannya cukup banyak, dan SINDIKAT perampoknya besar kemungkinan masih banyak yang berkeliaran. Untuk transaksi online yang dinyatakan berhasil, tapi praktiknya TIDAK, itu juga faktor x. Waspadalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H