Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pedang Bermata Dua: Sebuah Refleksi

21 Februari 2016   14:28 Diperbarui: 21 Februari 2016   16:05 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Refleksi Indah |Foto: animalwall.xyz"][/caption]Pernah ke dokter, dinasihati agar banyak makan sayur, berolahraga, dan jangan tidur larut malam?

Saya pernah, ibu saya pernah, ayah saya juga. Kami memang punya dokter langganan keluarga. Satu --  karena dokternya dekat rumah, dua -- karena beliau perhatian, tiga -- karena kita merasa cocok. Lantas, ini ceritanya soal apa?

Ini mengingatkan saya kepada keponakan kecil -- Selly, dia pandai menulis, suka menulis, jarang menangis, tapi nggak suka makan buncis dan sayur-sayuran lainnya. Selly suka sekali membaca majalah Bobo, National Geographic, komik, kolom “Kau Tahu” di Kompas Minggu, “Why”, dan sebagainya. Semua yang disukainya memang bahan bacaan segala ada – pengetahuan, informasi, cerita fantasi, cerpen keseharian, dan hiburan lengkap dengan yang aneh dan yang lucu.

Setiap habis membaca, Selly menuturkan pengetahuan barunya, atau menanyakan sebagian hal yang tidak dia mengerti dari bacaan itu kepada orang-orang dekatnya. Mungkin juga hasil membaca tersebut menjadi bahan ngobrol Selly dengan teman-temannya saat jam istirahat di sekolah.

Pak dokter memberi saran dan tips kesehatan, agar kami tidak harus sering-sering tampil di ruang praktiknya. Dia tidak sekadar mengobati, namun juga memberikan edukasi. Disela-sela waktu konsultasi yang terbatas. Kadang-kadang baliau curcol sekilas, “saya sendiri padahal juga tidak bisa beristirahat cukup”.

Dokter ini memang pengabdiannya tinggi. Meskipun jam praktik sudah habis, beliau dikenal orang membuka rumah selebar-lebarnya bagi warga yang kadang darurat membutuhkan pelayanannya. “Ketuklah pintu, saya akan siap membantu.” – Kira-kira begitu.

Ayah saya sudah tiada, waktu beliau masih cukup muda. Pak dokter juga sudah tiada, meninggalkan rasa duka bagi keluarga, karena kepergiannya terlalu sontak dan cepat, hampir mirip dengan ayah saya. Keduanya, ditengarai kelelahan karena kesibukan super padat, terlalu banyak merokok, kurang berolahraga, dan kurang istirahat. Pengamatan dan kesimpulan awam saya, keduanya hidup cukup singkat di dunia, menjadi inspirasi kami yang mengenalnya. Hidup mereka penuh pengabdian, banyak membantu orang yang butuh pertolongan sesuai kapasitas optimal kedua orang almarhum, dan meninggalkan rasa kagum dan cinta pada kami --- keluarga, kerabat handai taulan, bahkan tetangga dan orang yang sebenarnya tidak dikenal.

Terlepas dari itu, semasa hidupnya mereka memprihatinkan dan memberi perhatian kepada kami, dan mengingatkan agar banyak makan sayur dan buah, banyak berolahraga dan sesekali berwisata untuk keseimbangan jiwa raga. Mereka sendiri mungkin tidak beruntung mendapat kesempatan menikmati apa yang disarankannya. Mereka tampaknya lebih banyak memikirkan dan membantu orang lain, namun melupakan diri sendiri.

Selly, penulis kecil itu menuliskan pemahamannya dalam beberapa jurnal di buku hariannya. Lalu menggambar komik sesuka hati di papan putih di dinding kamarnya, “Banyaklah makan sayur dan buah agar sehat. Kurcaci sering pusing kepala, tapi malah dimarahi Peri Nirmala. Kata Peri, Kurcaci kena anemia karena tidak suka berolah raga dan makan sayur bayam.”

Semua di rumah, yang membaca karangan Selly tertawa karena kami tahu anak ini sedang mengisahkan diri sendiri yang sebenarnya sadar pentingnya makan bayam dan berolahraga. Semua tahu, Selly paling sulit diajak berolahraga atau dibujuk makan sayur-sayuran.

Menulis, memberi saran dan nasihat, bagi sebagian orang itu mudah saja disampaikan. Nasihat untuk bersikap sabar, bertindak bijaksana, berlaku adil, berkata jujur, menjadi orang pengasih dan penyayang, rajin menabung, bahkan menjadi religius.

Pertanyaannya, apakah semua saran itu sudah dipraktikkan sendiri oleh yang bersangkutan?

Mungkin saja saran yang disampaikan kepada orang lain, justru sebenarnya diperlukan agar dilakukan oleh diri sendiri? Ini bukan hal buruk, tentu.Setidaknya diharapkan ada sedikit kesadaran bahwa sesuatu yang baik: pemikiran, tips, rahasia kebaikan, pengetahuan itu akan bermanfaat bila disebarluaskan. Namun tetap, yang terbaik adalah menjalani apa yang kita ucapkan, membuktikan perkataan sesuai dengan kelakuan. Yah, setidaknya kita sudah punya niat baik untuk suatu saat bisa membuktikan ucapan kita, mengajak orang lain melakukan hal yang baik tentu ada pahalanya.

Dalam hal tertentu, tentang sesuatu --- tampaknya melakukan atau mengalami apa yang kita ucapkan, sarankan, janjikan mungkin tidak semudah menertawai, mencela, atau mengucapkannya.

Ini mengingatkan Penulis pada kata bijak Benjamin Franklin, salah seorang pendiri negara Amerika Serikat terkenal dengan, “Well done is better than well said.” | @IndriaSalim

 

Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun