Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengabadikan Hari Raya Imlek: Jangan Kalap

8 Februari 2016   21:24 Diperbarui: 10 Februari 2016   12:31 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Meja altar untuk persembahan | Foto: Lusie Herwahyu"][/caption]

Dua hari sebelum Hari Raya Imlek 2567, cuaca sangat panas dan udaranya gerah. Penulis langsung teringat hari-hari menjelang perayaan Imlek di tahun sebelumnya, bahwa pengapnya udara ini pertanda akan datangnya hujan deras, dan itu hampir banyak kebetulannya daripada tidaknya. Imlek seperti yang sudah-sudah, disambut oleh hujan. Justru itu yang diharapkan sejumlah warga Tionghoa  yang masih mempercayai bahwa hujan di hari Imlek adalah pertanda keberuntungan. Hari Raya Imlek (Sin Cia 2567) jatuh pada hari ini (Senin, 8/2/2016).
[caption caption="Kue Keranjang khas hari raya Imlek | Foto: Indria Salim"]

[/caption]

Akhir pekan jelang Imlek ((6/2/2016), penulis mendapat hantaran sekotak Kue Keranjang (Chin Chien Phai) dari tetangga seberang rumah, sebut saja namanya keluarga Samuel. Ini bentuk komunikasi bertetangga di tengah kehidupan serba sibuk. Masih ada silaturahim terkait pelestarian budaya leluhur yang dilakukan oleh sebagian warga di kompleks rumah. Tentu ini bukan satu-satunya indikator keharmonisan hubungan antar warga di lingkungan tetangga dengan komposisi latar belakang keluarga majemuk dan bhinneka tunggal ika. Namun begitu, sambung rasa seperti ini selayaknya kita jaga dan apresiasi.
[caption caption="Kotak berisi nama orang yang didoakan | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]
[caption caption="Lilin raksasa | Foto: Lusie Herwahyu"]
[/caption]

Di lain tempat, seorang sahabat penulis bernama Lusie Herwahyu baru saja mengunggah foto-foto hasil karyanya yang bertema “Imlek di Wihara” di facebook-nya. Lusie adalah profesional muda yang hobinya fotografi. Pekan ini dia mengunjungi tiga wihara di Jakarta, salah satunya adalah Vihara Dharma Bhakti, atau lebih dikenal dengan Klenteng Petak Sembilan. ; dan Wihara --- pada Hari Minggu siang (7/2/2016), ketika rumah ibadah itu belum seramai sesudahnya, sampai hari ini.
[caption caption="Antrean umat yang ingin berdoa | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

Berdasarkan informasi di situs web jakarta.go.id, Wihara Dharma Bhakti adalah wihara terbesar di Jakarta. Bangunan berusia 400 tahun ini memiliki area seluas 1.200 meter persegi, dan juga punya nama lain: Kim Tek I. Pada bulan Maret 2015, wihara ini hangus terbakar. Saat ini renovasinya memang belum rampung, namun jauh-jauh hari pihak wihara sudah mengusahakan agar umat bisa beribadah. Hari Minggu siang kemarin, umat Budha berdatangan untuk merayakan Hari Raya Imlek 2016.
[caption caption="Nara Sumber: Lusie Herwahyu, bidikan fotografer Johan Alwi "]

[/caption]

Dalam kesempatan photo hunting bersama Komunitas Street Photography, yang saat itu diprakarsai oleh fotografer Johan Alwi, Lusie berkunjung untuk mengabadikan momen menarik di sana.

Terkesan dengan karya foto Lusie yang keren-keren, maka Penulis meminta izin untuk membuat tulisan tentang pengalamannya mengabadikan momen hari istimewa di rumah ibadah wihara.

Berikut ini Penulis sajikan foto-foto Lusie dan wawancara untuk penjelasan terkait perayaan Sin Cia di Vihara Dharma Bhakti.

Lusie bercerita bahwa dia datang di saat wihara belum begitu ramai. Dia memotret umat Budha yang datang untuk berdoa dan memberikan persembahan di meja ibadat. Ada yang berdoa sambil membakar hio, dan umat lain menunggu antrean berdoa. Ada juga pengunjung yang setelah berdoa, lalu melakukan ritual pelepasan burung gereja ataupun burung pipit di halaman. Ritual ini dilakukan dengan harapan di tahun baru Imlek, orang tersebut akan mendapat kelancaran rezeki, juga ada doa permohonan penyembuhan untuk keluarga yang sedang sakit.
Penulis membaca dari beberapa sumber berita, yang menyebutkan bahwa ritual pelepasan burung pipit ini tak hanya pada perayaan tahun baru Imlek saja, namun juga pada hari-hari tertentu lainnya. Dalam sebulan ada dua hari yang biasa menjadi waktu ritual tersebut – yaitu bisa setiap tanggal 1 dan 15 di kalender Cina. Ritual pelepasan burung itu diyakini untuk berbuat kebajikan. Diberitakan bahwa bukan hanya burung saja yang dipakai untuk upacara ini, namun juga ikan dan kura-kura juga menjadi binatang favorit yang diritualkan.

[caption caption="Awak media tv | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

 [caption caption="Pemburu angpau dari berbagai wilayah, menunggu di luar wihara. | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

Selain umat Budha yang ingin beribadah, di wihara Lusie melihat beberapa jurnalis, juru kamera, dan fotografer; juga sejumlah orang yang datang untuk sekedar mengabadikan momen tahunan ini. Tampak duduk-duduk di luar wihara, beberapa orang yang bukan umat, berniat mengalap berkah atau “berburu” rezeki atau angpau Imlek dari umat yang merayakannya.

[caption caption="Terlalu bersemangat motret | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

[caption caption="Terhanyut dalam semangat memotret | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]
Lusie memakai lensa tele untuk membidik orang yang sedang berdoa. Menurutnya, itu lebih untuk menghormati mereka yang sedang beribadah.

“Meskipun orang diizinkan memotret di dalam, disayangkan melihat ada sebagian pengunjung yang mungkin saking antusiasnya, malah tampak kurang menghormati saudara-saudara kita yang sedang sembahyang. Itu bila pemotret mengambil bidikan persis dari jarak dekat, dan di depan orang yang sedang berdoa/ beribadah.” 

Penulis teringat bagaimana hebohnya orang pada selfie saat peristiwa bom Sarinah yang super serius itu. Penulis sendiri juga suka memotret, jadinya catatan Lusie menjadi pengingat Penulis sendiri agar bijaksana saat memotret, atau berburu obyek foto. 

“Jaga etiket. Jangan karena "terhanyut" atau bahkan "kalap" ingin mendapatkan foto terbaik semaksimal mungkin, terus  merasa boleh jeprat jepret seenaknya, begitukah? Menurut saya hal ini juga berlaku dalam berbagai kesempatan lainnya, bukan hanya memotret orang berdoa di wihara.” Penulis menggarisbawahi.

 [caption caption="Dupa yang bergantungan | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

Di dalam wihara berjajar ratusan lilin-lilin kecil yang menyemarakkan hari istimewa Imlek. Ada juga lilin-lilin setinggi manusia dewasa, yang tampak seperti pilar besar, menyambut umat menuju meja doa dan persembahan.

Para jemaat tak hanya datang untuk sembayang, tetapi juga melakukan tradisi membagikan angpau kepada peminta-minta. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk kepedulian sosial kepada warga yang kurang mampu.

[caption caption="Menawar bunga penghias suasana Imlek | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

Selain itu, perayaan Imlek ternyata menjadi berkah tersendiri bagi para pedagang burung pipit, pedagang ikan bandeng, jeruk, pakaian tradisional khas Imlek, bunga, dan kue keranjang.

[caption caption="Pilih baju cheongsam? | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

Sementara tulisan ini disiapkan, hujan lebat dan air segarnya mengguyur debu jalanan, rumah-rumah, dan semua tempat lainnya. Hujan dan Imlek seakan tak terpisahkan. Tak heran, karena sejumlah warga Tionghoa  masih ada yang mempercayai bahwa hujan di hari Imlek adalah pertanda keberuntungan dan kemakmuran di sepanjang tahun berjalan. Toh petani dan penggiat perkebunan memerlukan sumber air untuk mendapatkan hasil panen sukses dan melimpah, baik pada hari Sin Cia ataupun sepanjang tahun. 

[caption caption="Aparat keamanan di luar gedung | Foto: Lusie Herwahyu"]

[/caption]

Dari seorang umat yang ditanyai, dia punya harapan agar di tahun Monyet Api ini, rezeki lancar dan negara ini akan semakin damai sejahtera, meningkatkan kerukunan dan demi persatuan bangsa. 

Selamat merayakan Tahun Baru Imlek. Semoga membawa banyak berkah, kesejahteraan dan kebahagiaan bagi kita semua.
Gong Xi Fa Cai.
| @IndriaSalim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun