Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[SuDuk] Menulis di K Bagai Minum Kopi

24 Januari 2016   02:24 Diperbarui: 24 Januari 2016   19:25 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hidup itu ibarat minum kopi, karena saya suka kopi. Pun begitu suka duka saya menulis di Kompasiana. Kok bisa?

Menulis di Kompasiana sambil ngopi, kadang manisnya minta ampun. Lain kali, pahit banget rasanya. Pahit itu kadang justru yang dicari, karena pahitnya kopi bisa jadi pertanda khasiatnya teruji --- membuka mata, membuka wawasan, menyadarkan kekeliruan yang kita lakukan --- ya di Kompasiana.

Pengalaman manis itu kalau nulisnya sedikit, yang ngevote banyak dan manis-manis. Pun angka indikator yang baca, hitnya sampai 4 digit, misalnya empat ribu lebih, atau belasan ribu. Kejadian pahit, itu bila tulisan yang pernah dibaca puluhan ribu orang, dan sampai saya lupa kapan menulisnya angka hit terus bertambah. Sayangnya lagi pas mau didokumentasikan untuk persembahan kepada diri sendiri, oh ternyata artikel itu itu tidak terbawa di Kompasiana wajah baru Pasca Migrasi Juni-Oktober 2015.

Memang setelah K lama dimigrasi ke K baru, beberapa tulisan saya tidak terlacak lagi, padahal belum sempat saya dokumentasikan di arsip pribadi. Tetapi hidup seorang penyuka kopi tak akan berhenti hanya karena tulisan kebanggaan tak bisa ditemukan di daftar artikel yang ada di halaman profile Kompasianer.

[SuDuk] begitu yang saya baca di kolom “Tulisan Baru” Kompasiana sejak kemarin (Jumat, 23 Januari). 'Ini singkatan apa istilah ya, kedengarannya tidak indah sama sekali,' batin saya. Kalau Nasi Uduk, itu baru menarik. Maklum, selain suka minum kopi, saya juga suka sarapan nasi uduk. Nggak percaya? Ada salah satu artikel saya memuat foto jepretan sendiri untuk mengenang jasa Nasi Uduk dalam hidup seorang Kompasianer seperti saya.

Andaikata saya ditanya Kang Pepih – sang Pemimpin Jagad Kompasiana ini, sebagai Kompasianer apakah saya lebih banyak mengalami duka, atau suka? Jujur, jawaban saya pasti sangat subyektif. Saya tidak mampu menampilkan data pendukung atas jawaban saya – mengapa lebih banyak sukanya, atau dukanya. Saat sedang menulis ini, saya sambil mikir keras, ‘hmm, sejujurnya gimana sih nulis, berbagi, dan berinteraksi di Kompasiana itu sependek pengalaman saya?”

Baiklah, saya mencoba mengingat rincian kasar daftar suka duka menulis di Kompasiana, yang saya ikuti sejak bulan Januari 2013. Lagian, siapakah saya sampai membuat Kang Pepih memberi perhatian khusus untuk menanyakan suka duka saya sebagai Kompasianer. Kompasiana kan keren beken, anggotanya ratusan ribu dan tersebar di seantero dunia. Sudahlah, percaya saja itu fakta.
Artikel-artikel Kompasiana menjadi rujukan dan daya tarik tersendiri --- di mata para pembaca dan netizen dari beragam latar belakang pendidikan, strata sosial, profesi, usia, minat, dan budaya. Politisi, pedagang, seniman, pemenang dan pecundang membaca Kompasiana dan mengikuti tulisan-tulisan tertentu sesuai preferensi mereka.

Suka Duka Selama Menulis di Kompasiana – maaf, sub-judulnya pengulangan dari judul utama.

Pernah kejadian, sudah menulis panjang-panjang hasil berjam-jam melakukan riset sana-sini. Begitu diposting, yang baca sedikit, yang ngevote tidak ada, apalagi yang menyumbang komentar. Istilah kerennya, tulisan saya ini kategori: Aktual Fakir Pembaca. Walaupun begitu, saya meyakini bahwa menulis itu memberi banyak manfaat, setidaknya untuk diri sendiri. Menulis bisa menjadi terapi jiwa terluka, pikiran terbeban, mengasah cara berlogika, mencegah pikun, atau membiasakan diri praktik berbahasa. Tanpa disadari, kelak kita akan memetik buah ketekunan menulis. Tentu, itu terkecuali untuk tulisan fitnah atau dusta. Duh amit-amit, jangan sampai ya.

Pas ingin menulis karena merasa ada yang perlu disampaikan pada pembaca, begitu buka Kompasiana saya malah tersesat dalam puluhan artikel menarik. Lantas niat awal teralihkan karena sibuk ngevote dan berkomentar sana sini. Padahal internet sedang lemot, dan Kompasiana agak error. Konyolnya, kondisi error-nya Kompasiana tidak disadari, karena sempat punya bawaan curiga pada kecepatan internet langganan yang sudah lama dan agak sering … error juga. Akhirnya saya lupa dengan ide yang mau ditulis, dan terlanjur capek dan kelamaan nangkring maya di Kompasiana. Urunglah niat menulis. Silly, begitu kata gaulnya. Tapi tulisan curcol soal pengalaman tersesat dalam artikel K-er ini ada kok – “Kompasianer Galau: Pilih Baca Apa Posting Dulu?”  http://www.kompasiana.com/indriasalim/kompasianer-galau-pilih-baca-apa-posting-dulu_552fc0b86ea834672e8b457f

Nyeseg itu bila di K sedang ada acara nangkring yang sangat menarik, tetapi saya tidak bisa ikut karena kerjaan utama tidak bisa ditinggalkan. Atau, karena untuk ikut sebagai peserta, Kompasianer harus mengambil  lebih dulu mengambil undangannya di Gedung Kompas yang lokasinya lumayan jauh dari rumah. Ini mungkin yang disebut lokasinya jauh-jauh dekat, dekat tapi jauh. Jauhan mana lokasi Kompasiana dari Tangerang, dibanding dengan rumah K-er Bang Dosmand (Makassar), Mas Bain S (Yogya), Elde (Jerman), Mbak Indira Revi (di Filipina), Mas Hery Sofyan (Borneo), Weedy Koshino (Jepang), Pak Tjiptadinata (Australia),  Usi Sabakota (Amerika), Gatot Dwandito (Cirebon), mbak Niken (Solo), banyak lah pokoknya. Yang disebut ini hanya contoh dari banyak K-er yang tinggal tersebar di seluruh dunia.

Kadang-kadang di K ada lomba menarik -- menarik hadiahnya, suka dengan topik atau tema-nya. Begitu melihat K-er pada sigap posting, tulisannya keren-keren, mendadak saya merasa "terintimidasi", tidak PeDe, merasa tidak sanggup menulis sebagus tulisan yang sudah terpajang. Jantung langsung dag-dig-dug, perang batin antara pengin ikutan sama melupakan lomba tersebut. Lebay ya?

Mengungkit kenangan duka tak ada habisnya, ah masa' sih? Lebih banyak sukanya mungkin ya? 

Pernah menang lomba menulis reportase sekaligus meresensi buku yang dibedah dalam acara nangkring. Juara I, beruntung sekali saya. Artikelnya di sini: Komik Macan Putih: Bacaan Segala Umur --- http://www.kompasiana.com/indriasalim/komik-macan-putih-bacaan-segala-umur_54f79813a33311417b8b47ae

Pernah terpilih sebagai peresensi favorit atau apalah kategorinya, yang saya ingat hadiahnya, tentu – sepaket buku-buku keren dari penerbit buku “Jokowi (Bukan) Presiden RI”.

[Resensi Buku] Jokowi (Bukan) untuk Presiden ---
http://www.kompasiana.com/indriasalim/resensi-buku-jokowi-bukan-untuk-presiden_54f7fe58a33311ae608b4891

Tulisan iseng saya waktu masih “new kid on the Kompasiana blog”, malah diterbitkan di Freez. Tahu-tahu ada email yang meminta data diri dan nomor rekening tabungan. Wuih, Kompasianer mana yang tidak kepengin. Sayang Freez-nya sudah tinggal kenangan.

[caption caption="Bersama Host Kompasiana TV, Cindy Sistyarani |Dokpri"][/caption]

Meskipun konon Kompasiana TV dulu kurang diminati karena satu dan berbagai alasan, diajak Hang Out itu menjadi pengalaman menarik dan tidak akan pernah saya dapatkan kalau saya bukan Kompasianer. Seorang Kompasianer dan warga yang biasa-biasa, bisa masup tipi, baik secara online melalui Google Hangout, maupun secara Live, sampai bisa ketemu Host Kompas TV yang cantik, ramah, dan keren – mBak Cindy Sistyarani.

Puncak kebahagiaan saya adalah ketika tak disangka-tak dinyana, saya menjadi K-er beruntung yang ditelepon Admin untuk memenuhi undangan makan siang bersama Presiden RI di Istana Negara. Saat itu saya sedang bersemangat mengawal dua keponakan yang juga Kompasianer (cilik) – yang akan mengisi acara Kompasianival pada tanggal 12 dan 13 Desember. Tanggal 11 Desember, sekitar pukul 15.30 wib saya ditelepon Admin K. Saat itu juga saya harus menyatakan “Ya, hadir/ Maaf, Tidak bisa hadir” untuk undangan ke Istana. Tanpa pikir panjang, saya menyatakan bersedia hadir. Admin K berpesan kalau untuk ke Istana semua harus pakai batik. Langsung deh malam itu saya beli baju batik, karena batik yang ada sudah keseringan dipakai.  

Kompasiana, membuat saya bertemu dan bersahabat dengan sosok dan teman baru yang hangat, ceria, keren, maupun yang bersahaja dan bijaksana. Dari mereka, saya banyak belajar dan melihat wawasan baru.

Hari ini, sebuah kejutan manis menjadi menambah catatan kecil suka duka menulis di K. Tulisan saya ini masuk 10 artikel pilihan yang diposting untuk merayakan Hari Ibu, 22 Desember 2015. Pengumumannya ada di sini.  “7 Ungkapan Cinta yang Tak Sebanding dengan Cinta Ibu kepada Anak-anaknya” -- http://www.kompasiana.com/kompasiana/7-ungkapan-cinta-yang-tak-sebanding-dengan-cinta-ibu-kepada-anak-anaknya_56a1a4104f7a611006d0b3ca

Artikel saya: Ibu, Inspirasi dan Pahlawanku Selalu --- http://www.kompasiana.com/indriasalim/ibu-inspirasi-dan-pahlawanku-selalu_56783c337497738310c4fde4

Menulis di Kompasiana, bagai minum Secangkir Kopi dan Imajinasi -- http://www.kompasiana.com/indriasalim/secangkir-kopi-dan-imajinasi_561323647597739e048b4569

Merek kopi sama, takaran air, kopi dan gulanya lebih kurang sama. Malam ini kok rasa kolak tanpa pisang, atau wedang bajigur tanpa roti tawar. Sedangkan kemarin, rasanya nikmat sekali. Tadi pagi, kopinya terasa pahit dan hitam --- ini justru membawa pada energi dan semangat menapaki hari ini.

Kopi pahit membuka mata yang mengantuk. Kompasiana membuka pikiran yang tertidur. Kopi manis membuat meringis, karena berisiko sakit gigi. Ketekunan menulis di Kompasiana, membuat keraguan berbagi terkikis. Kopi panas, menghangatkan suasana, sedangkan es kopi -- bisa jadi urusan polisi. Awas mengandung Sianida! 

Tulisan lain tentang kopi:
Puisi Penyuka Kopi --  http://www.kompasiana.com/indriasalim/puisi-penyuka-kopi_54f3da8d7455137c2b6c8181

Inspirasi Tiada Henti, Khasiat Teruji [dibaliksecangkirkopi] --- http://www.kompasiana.com/indriasalim/inspirasi-tiada-henti-khasiat-teruji-dibaliksecangkirkopi_555cb453a623bd76048b4574

Begitulah akhir tulisan saya, mohon maaf bila isinya ada yang bercanda.  

Salam Kompasiana | Indria Salim

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun