“Saya memutuskan untuk melaporkan begitu Jim Bob datang, karena saya khawatir jangan-jangan di belakang nanti saya dipelintir bahwa sudah bertemu Presdir Freeport dan dianggap memberi sinyal untuk dapatkan PLTA maupun saham,“ MS menegaskan.
Maroef melapor bahwa SN dan rekannya bernama MR menyampaikan maksudnya untuk bisa mendapatkan saham sekitar 20% dan juga meminta PLTA proyek. Jim Bob menyampaikan, `kalau kamu mau masukkan saya ke penjara, kamu lakukan itu'.
Sebuah jawaban yang sangat pendek dan lugas!
Freeport McMoran selaku pemilik saham mayoritas PT Freeport Indonesia terikat peraturan perundangan yang berlaku di Amerika Serikat (US). Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) melarang penyuapan kepada pejabat asing, kandidat, dan partai di negara tempat tujuan investasi. Ini termasuk larangan melakukan pembayaran kepada penerima lain jika itu bagian dari suap kepada pejabat asing. Kalau kita berkesempatan menelusuri lebih jauh, kita akan tahu kerasnya sanksi yang dijatuhkan jika ada perusahaan US yang berani melanggar FCPA, dan dalam hal ini memang sudah banyak contoh pihak yang kena denda berat.
Mahkamah dengan Strategi "shifting the burden", "twisting the position". Bah!
Ada beberapa ‘adegan’ yang terbaca sebagai cara pengalihan beban kesalahan dan pemutar balikan fakta oleh MKD. Anggota MKD berkali-kali mempersoalkan legalitas rekaman tersebut, tampaknya para Yang Mulia tidak dengan saksama membaca dan menginterpretasikan undang-undang.
Menurut ahli hukum pidana bernama Chairul Huda, orang yang merekam pembicaraan Ketua DPR SN dengan pengusaha minyak MR dan Presiden Direktur PT Freeport MS tidak dapat dikenai sanksi pidana. Menurut Chairul, sanksi pidana dapat dikenakan apabila rekaman tersebut adalah penyadapan yang dilakukan menggunakan sarana komunikasi.
Apapun dan bagaimana pun, gelagat MKD bisa dibaca arahnya ---sikap yang menyiratkan pesan "pokoknya" SN harus diselamatkan. Maka tidak mengherankan kalau mereka menjadi wagu bercampur lucu, ketika memaksakan berbagai argumen untuk meyakinkan bahwa rekaman itu ilegal. Ini dinyatakan oleh salah satu hakim --- Zainut Tauhid yang menilai bahwa rekaman pertemuan SN-MS-MR ilegal. Rujukann hakim tersebut adalah pasal 26 dan pasal 31 UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain itu, ada satu hakim MKD yang pada malam kemarin (3/XII) beberapa kali menajamkan pertanyaan kepada MS, bahwa pertemuan ke-tiga antara MS, SN, dan MR itu adalah “pertemuan biasa yang dijelaskannya sendiri sebagai semacam pertemuan ketawa-ketiwi”.
[caption caption="Anggota MKD sedang mengkonfirmasikan bahwa pertemuan ke-tiga antara MS-MR-SN adalah pertemuan "biasa" | Dok.: Indria Salim"]
Sebagai pemirsa, penulis menyimak betul jawaban MS yang menegaskan bahwa pertemuan biasa itu artinya bukan pertemuan formal. Namun apakah itu berarti bukan pertemuan serius? Nah, inilah makna yang tampaknya ingin disampaikan oleh MS. Hal yang seolah sengaja diabaikan oleh Ketua MKD, analogis dengan hal lain yang diabaikannya – sebuah makna dari “Papa minta saham”.