Sebenarnya, Penulis menyiapkan artikel ini dalam rangka melakukan 'pemanasan' sebelum mengerjakan rencana menulis yang lebih besar porsi dan tingkat kesulitannya. Kembali pada soal kebiasaan individu, ada sebagian dari kita yang lebih mudah melakukan hal tersulit lebih dulu, baru kemudian semakin laju menyelesaikan sisa porsi di piringnya.
Maaf, dari tadi Penulis menyebut porsi dan piring. Ini agar kita melihat tenggat menulis seperti melihat semangkuk bakso, atau sepiring nasi Padang lengkap dengan lauk pauk dan sayur nangka nan lezat menggoda. Asyik, kan jadinya?
Jangan lupa gunanya Post-it. *Maaf, ini bukan iklan*Semakin berwarna-warni Post-it itu, semakin kita ingat jadwal menulis sesuai prioritas dan tenggat. Asyik, kan?
Jeda itu wajib, penting, dan baik untuk kesehatan. Perlu diingat, kita bukan mesin atau robot.Kita perlu mengambil waktu khusus untuk pemulihan tenaga, penyegaran pikiran, mengendurkan otot-otot kaku karena duduk manis menulis, dsb. Sempatkan paling tidak setiap satu jam, kita bangkit dari tempat duduk, dan melenturkan pundak, lengan, pinggang dsb. Bangkit dan berjalan-jalan sejenak, atau ngobrol sedikit dengan orang sekeliling, tidak perlu berlama-lama namun secukupnya.Lalu kembali ke.... laptop!
Peduli bahwa setiap menit berharga. Ini agar kita bisa merasakan bahwa setiap menit yang kita gunakan untuk menulis adalah kesempatan berharga yang berdampak ganda, yaitu bisa menulis sesuai target, semakin produktif, semakin semangat, dan kemungkinan besar semakin memberi manfaat bagi orang lain. Kalau kesadaran ini kita perkuat setiap hari, maka lambat laun kebiasaan menunda pekerjaan (dalam hal ini menulis) akan semakin hilang.
Kembali ke porsi di piring! Kenali kapasitas kita menghabiskan porsi yang realistis. Ini untuk meminimalisir stress yang tidak perlu. Semakin kita mengenali potensi dan kapasitas diri, semakin besar porsi yang bisa kita 'habiskan' dan keberhasilan menjadi Penulis produktif dan keren 'beken' akan terwujud nyata. Mudah-mudahan. | @IndriaSalim
Salam Kompasiana