Agus Purnomo, menyampaikan kepada peserta pertemuan, bahwa dalam beberapa bulan ke depan, pemilihan Presiden RI akan berlangsung, sehingga diantipasi adanya perubahan pemerintahan termasuk kemungkinan perubahan posisinya yang sekarang. Karenanya, Agus Purnomo mendorong peserta konferensi untuk memberi saran kepada pemerintahan yang baru kelak, terkait dengan kebijakan lanskap yang berkelanjutan. Lebih lanjut, Agus Purnomo menyambut aspirasi dari "DNA baru" Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya dalam cita-cita mereka menuju tercapainya pertumbuhan hijau.
Dalam satu ungkapan inti, Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim RI (NCCC) ini menyatakan bahwa kita tidak bisa melakukan apa pun sendirian - No One Can do it alone.Hal ini sejalan dengan pernyataan dan ungkapan yang dilontarkan oleh beberapa pembicara pada forum diskusi yang diadakan sebelumnya, seperti misalnya oleh Parmaningsih Hadinegoro ( Danone Aqua). Parmaningsih dalam forum diskusi tentang  "Perubahan Komunitas, Lanskap Berkelanjutan, dan Kesetaraan Pembangunan" menyatakan bahwa pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)adalah tanggung jawab bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan pelaku sektor swasta.
Oleh pembicara lain dalam diskusi panel yang berbeda, dinyatakan bahwa dalam persoalan krisis hutan global, dibutuhkan kerja sama serta kebijakan yang tegas dan efektif dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan warga setempat. Ini belum lagi termasuk lembaga donor.
[caption id="attachment_335777" align="aligncenter" width="420" caption="Salah satu panel pameran di KTT Hutan Asia, 5-6 Mei 2014, Jakarta (Foto: Indria Salim)"]
[/caption]1399743574798838060
KTT Hutan Asia 2014 di Jakarta, diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR), yang bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan RI, dan didukung oleh berbagai mitra pendanaan, antara lain: Australian Aid, USAID, European Commission, UKaid, CGIAR, Norad, & German Cooperation.
Selain Presiden RI - Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hadir juga dalam Pertemuan Puncak ini, adalah jajaran Menteri dari Negara Anggota Asia Tenggara, Â para pimpinan LSM (Bank Dunia, ADB), CEO dari sekitar 25 perusahaan swasta (Golden Agri Resources, APP, Nestle, Cargill, Asia Pulp & Paper), pimpinan masyarakat adat & madani, pakar pembangunan dan para peneliti dari dalam dan luar negeri.
Pertemuan ini membahas pengelolaan lanskap hutan yang berkelanjutan bagi pertumbuhan hijau di Asia Tenggara.Tujuannya, adalah untuk berbagi pengetahuan tentang bagaimana akselerasi kawasan terhadap pergerakan menuju ekonomi hijau dengan mengelola hutan dan bentang alam secara lebih baik.
Sebagai warga Kompasiana yang beruntung mendapat undangandariCIFOR, saya mendapat kesan bahwa  pertemuan puncak berskala internasional ini sukses dan lancar, setidaknya tampak dari antusiasme sekitar 1500-an peserta yang dengan serius dan aktif, mengikuti jalannya sesi-sesi yang diadakan, baik dalam diskusi panel di sesi pleno, maupun dalam beberapa forum diskusi yang diadakan secara bersamaan.
Demikian, semoga cita-cita tercapainya Ekonomi Hijau*) akan terwujud dengan kerja sama semua pihak dan dari seluruh warga dunia.
*) Ekonomi Hijau: Ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan manusia dan mengurangi kesenjangan, tetapi tidak membuat generasi mendatang mengalami banyak risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis ... Ekonomi Hijau merupakan komponen yang memungkinkan pencapaian keseluruhan tujuan pembangunan berkelanjutan. (UNCTAD, 2011)
Salam Kompasiana!  -- @IndriaSalim