Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Memang Culun

19 Oktober 2014   22:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:28 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

:: Renungan: Jelang Pelantikan Presiden RI ke-7 ::


Fisiknya tipis, pembawaannya culun. Culun! Ya, itu sering kudengar, bahkan sampai hari ini diucapkan dengan nada mencibir. Ada itu, dan kupercya orang yang meremehkan itu sebenarnya jauh lebih remeh daripada sikapnya itu.

“SBY mimpi apa, kok bisa membuat orang culun ini jadi presiden. Kasihan Indonesia.” Itu tulisan komentator di sebuah situs online berita mainstream.

Culun, bahkan ndeso, bermuka orang biasa. "Muka", atau "tampang", bukan "wajah" --- itu kata yang dipakai oleh sebagian orang yang cenderung menghinanya. Tentu, itu kalau kita fokus pada pencarian kelemahan dan keburukan seorang Jokowi. Apa perlu diadakan lomba pengamat dan penemu kelemahan "tampilan luar" Jokowi? Kuyakin, pesertanya nggak akan pernah puas, dan berhenti sampai di situ saja.

Namun, siapa bisa mengelak dari fakta bahwa Jokowi, bersama JK besok (20/X.2014) akan dilantik & diambil sumpahnya sebagai orang nomor satu di negeri ini. Kebijakan dan keputusan-keputusan publiknya, sikap politiknya, keprihatinan nasionalnya --- akan memengaruhi kehidupan berbangsa Indonesia dan warganya. Suka tidak suka, berdampak langsung atau tidak langsung, masa pemerintahan Jokowi-JK insya’Allah berjalan selama lima tahun ke depan.

Marilah, kita yang mengaku sebagai warga negara Indonesia, berhenti berkhayal bahwa Indonesia HARUS menjadi seperti negara A, negara B, yang ideologi dan dasar negaranya jelas berbeda dengan Pancasila, dan UUD 45.

Di dunia mana pun, di kisah apa pun, memang selalu ada perjalanan dua kelompok tokoh yang punya tujuan bertolak belakang. Istilah dunia fiksi, ada peran antagonis, dan lainnya protagonis. Ada yang seakan antagonis, ternyata ia protagonis. Nah, fiksi memang kadang menjadi cara mengungkapkan hal yang fakta, dan realita.

Jadi, biarkan semua proses dan babak baru Indonesia berjalan, dan kita bisa memilih untuk bergabung menjalankan peran yang mana. Secara politis, sebagai pemilih pileg dan pilpres, kita sebaiknya mengawal dengan kritis, dan kalau bisa memberi kritikan konstruktif.

Tak seorangpun sepenuhnya pahlawan, atau 100 persen preman dan siluman. Apalagi kalau kita ingat bahwa dalam politik, tidak ada lawan atau kawan abadi.

Mengutip judul berita di MetroTV, “Kekuatan Soft Power Jokowi” --- bahwa “Joko Widodo mendemonstrasikan kepercayaan diri politik yang luar biasa ketika menemui rival-rival politiknya secara empat mata. Dipadu dengan kerendahan hati serta filosofi Jawa yang kuat, Presiden terpilih ini mampu mencairkan kebekuan politik.” Berikut ini klik videonya:

http://Kekuatan-soft-power-jokowi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun