Mohon tunggu...
Indriani Vicky Kartikasari
Indriani Vicky Kartikasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga Semester Kedua

Mengikuti forum diskusi adalah hal yang menyenangkan bagi saya. Bertemu dengan orang lain, bertukar pikiran, dan mengeksplor berbagai pengalaman baru adalah hal yang seyogyanya diwujudkan, khususnya bagi saya yang berdisiplin ilmu hukum. Selain itu, saya juga fokus mengembangkan diri di bidang kepenulisan guna mengasah kemampuan berargumen.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pilar 16 SDGs: Relevansi HAM dan Hukum Nasional Menghadapi Isu LGBT dalam Mewujudkan Pembangunan Hukum Berkelanjutan

23 Juni 2022   11:05 Diperbarui: 23 Juni 2022   19:00 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia dengan Pancasila sebagai ideologi, sumber dari segala sumber hukum, landasan, dan pandangan hidup bangsa dalam sila pertama berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", maka segala perbuatan yang kontradiksi dengan sila pertama harus disaring dan tidak selayaknya dinormalisasikan. 

LGBT tentu bertentangan dengan sila pertama sebagaimana kodratnya manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan. Selain itu Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan budaya sopan, santun, dan beradabnya.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam ayat 1 mendeskripsikan mengenai apa itu perkawinan, bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin yang timbul antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka jelas sudah bahwa hukum nasional hanya mengakui dua gender saja, yakni pria dan wanita. Berdasarkan peraturan tersebut juga mengartikan bahwa perilaku seksual diwadahi dalam perkawinan yang merupakan "ikatan lahir batin" demi membentuk keluarga berdasarkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Klausul ini mengandung arti penting sebab tidak hanya dibuat untuk catatan sipil semata, melainkan melahirkan sebuah tatanan kemasyarakatan demi mewujudkan generasi-generasi masa depan.

Normalisasi LGBT akan mempengaruhi terbentunya karakter para grenerasi penerus bangsa yang berperan sebagai aktor utama dalam mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana termaktub dalam UUD NRI 1945, khususnya dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh. 

Perlu adanya upaya pemahaman mengenai apa itu arti keadilan yang sesungguhnya. Bahwa keadilan adalah ketika kita mampu memberikan sesuatu sesuai proporsionalitasnya dan menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Normalisasi LGBT yang berlindung dibalik hak asasi manusia bukanlah hal yang dibenarkan sebagai implementasi makna dari suatu keadilan.

 Maka dalam menghadapi permasalahan ini, pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus mampu memberikan solusi terbaik. LGBT bertentangan dengan agama maupun budaya yang hidup dan berkembang di Indonesia. 

Akan tetapi, eksistensi martabat mereka sebagai manusia tetap harus dihormati dan dilindungi. Perlu ditegaskan kembali bahwa LGBT tak layak untuk dinormalisasikan di Indonesia, namun tidak pula menjadi alasan adanya diskrimasi maupun kekerasan bagi mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun