Perkembangan teknologi informasi, dimanfaatkan para predator anak untuk mengorganisasi diri untuk dua kepentingan Pertama untuk saling membantu, karena mereka tidak mungkin terbuka mencari pertolongan. Mereka saling mengandalkan sesama untuk curhat dan bertukar info tentang cara meredakan hasrat liar mereka.. Kemudian yang kedua untuk saling bertukar informasi wilayah pemangsaan baru.
  Para predator mencari mangsa di negara berkembang. Terutama banyak menimpa anak-anak miskin. Masih ingat dengan predator yang tewas di AS karena bunuh diri, dan di komputernya ditemukan foto ratusan anak yang menjadi korbannya. Ternyata si predator itu pernah beraksi di Indonesia. Dia cukup memanggil anak-anak miskin yang sedang bermain, dan mengimingi-imingi dengan duit, dan karena otak si anak itu telah dijejali budaya konsumerisme, maka terjadilah...
   Maka tak mengherankan bukan, kalau banyak guru-guru asing J*S merupakan guru pindahan dari sekolah lain. Kasus serupa juga pernah terjadi, saat kepala sekolah sekolah itu berada mengajar di Jepang. Juga jangan heran, jika banyak kita lihat anak-anak muda dengan wajah blasteran, lulusan sekolah itu tapi gay.
   Kasus sodomi lebih banyak terjadi di kota-kota besar. Anak-anak yang pernah mengalami sodomi sewaktu kecil, memiliki kecenderungan untuk menjadi gay di kemudian hari karena syaraf otaknya yang telah rusak akibat perbuatan itu. Anak yang suci ternodai dan menjadi homoseks. Ia akan melakukan tindakan serupa pada anak lainnya sebagai bentuk balas dendam.
  Saya sendiri berharap keputusan Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara bagian, tidak menjalar di Indonesia. Tak terbayangkan bagaimana masa depan anak-anak kita dengan dilegalkannya pernikahan sesama jenis.
  The Children Assessment Centre (CAC) menyebut setidaknya 500 ribu bayi yang lahir di Amerika Serikat tahun ini yang akan mengalami pelecehan seksual sebelum mereka berusia 18 tahun. Departemen Kesehatan dan Anak AS juga menemukan pada 2010, 16 persen dari usia 14-17 tahun telah menjadi korban pelecehan seksual. Sekarang terserah anda, masih setuju atau tidak dengan homoseks.
   Pelangi yang dulunya indah, ternyata sekarang telah berubah makna :(
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H