Mohon tunggu...
Indri Mailani
Indri Mailani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Saya merupakan mahasiswi aktif di Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, memiliki minat dan hobi mendengarkan musik dan membaca. Saya juga memiliki kemauan yang tinggi untuk mempelajari hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Erving Goffman dan Dramaturginya

14 Oktober 2022   02:32 Diperbarui: 14 Oktober 2022   02:38 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Erving Goffman : Dramaturgi

Erving Goffman merupakan salah satu sosiolog yang lahir di Alberta, Kanada pada 11 Juni 1922. Karya terbesar yang dimiliki oleh Erving Goffman yaitu bukunya yang berjudul "The Presentation of Self in Everyday Life", dimana dalam bukunya ini Goffman menjelaskan tentang salah satu pemikirannya yaitu Dramaturgi. Pemikiran Goffman lebih berfokus kepada interaksi manusia yang melibatkan simbol-simbol.

Pada 1945, seorang tokoh yang bernama Kenneth Burke memperkenalkan konsep dramatisme. Dalam kehidupan sosial manusia, tidak pernah lepas dari sebuah pentas simbolik. Tujuan dari konsep dramatisme ialah memberikan penjelasan logis untuk memahami apa motif atau alasan dari tindakan yang dilakukan oleh manusia. 

Burke meyakini jika hidup itu bukan seperti drama, melainkan hidup itu memang sebuah drama. Hal tersebut yang menjadi alasan bagi Erving Goffman lebih fokus mengembangkan konsep pemikiran dramatisme .

Dalam bukunya "The Presentation of Self in Everyday Life", Goffman mencoba mendalami fenomena interaksi simbolik yang mana hal itu mengemukakan kajian yang lebih dalam mengenai konsep Dramaturgi. 

Istilah Dramaturgi sangat melekat dengan istilah drama atau teater (pertunjukkan langsung diatas panggung), dimana terdapat seorang aktor yang memainkan peran sebagai manusia-manusia lain (bukan dirinya) sehingga orang yang menonton mendapat gambaran mengenai kehidupan tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang telah disajikan.

Terdapat dua konsep besar dalam Dramaturgi yaitu front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang). Front stage merupakan panggung depan yang berisi pertunjukan, dimana hal ini mendefinisikan situasi penonton pertunjukkan. 

Front stage sendiri dibagi lagi menjadi dua yaitu setting (pemandangan fisik secara langsung yang harus ada jika seorang aktor ingin memainkan perannya), front personal (berbagai macam perlengkapan pembahasaan seorang aktor, dan peralatan untuk mengekspresikan diri yang dibagi menjadi penampilan dan perilaku.

Panggung depan dan belakang seorang manusia pasti akan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, mereka akan melakukan sesuai dengan jati dirinya.  Pada panggung depan kita akan menampilkan apa yang kita inginkan. 

Sedangkan panggung belakang merupakan tempat untuk seseorang mempersiapkan dirinya atau berlatih di panggung depan. Pada panggung belakang aktor juga dapat bersantai, mempersiapkan diri, memepersiapkan konsep ingin seperti apa ia tampil di panggung depan, dan juga di panggung belakang ini terdapat semua perilaku tersembunyi atau yang tidak diketahui dari sang aktor oleh penonton.

Karakter asli seseorang akan dapat terlihat dari panggung belakangnya. Seorang aktor atau individu pada panggun depan tentunya menginginkan citra positif dari penonton. Seseorang mencitrakan dirinya pada panggung depan itu sebenarnya menggambarkan dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan atau dituju. Apa yang dilakukan seseorang pada panggung belakang itu bisa saja sangat bertolak belakang dengan apa yang terjadi di panggung depan.

Tindakan sosial itu pasti selalu ada dan hadir ketika seorang individu melakukan dramaturgi. Setiap individu pada hakikatnya akan melakukan dramaturgi, dimana pun ia berada. Setiap motif dan gaya individu pasti berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.

Saat kita mencoba mengikuti gaya seseorang demi mendapat citra itu pasti tidak selamanya akan selalu sama. Momentum atau ketepatan waktu merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh manusia jika ingin melakukan dramaturgi, dan motif atau tujuan yang dimiliki pun harus menyesuaikan dengan momentum tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun