Presiden Jokowi baru saja teken peraturan no. 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Seperti biasa, kebijakan baru sering menimbulkan pro dan kontra. Ada kekhawatiran - kekhawatiran yang muncul bagi pengguna lagu di band - band yang biasa ngamen di cafe atau tempat hiburan atau restauran. Atau para penyanyi yang sering mengcover lagu.
Adapun yang dimaksud dengan royalti pada PP ini ditujukan kepada pencipta lagu/musik atau pemegang hak cipta lagu/musik. Royalti dibayarkan melalui Lembaga Managemen Kolektif Nasional (LMKN).
Pada pasal 3 ayat 2 PP no. 56/2021, diatur ada 14 tempat dan jenis usaha yang akan dkenai royalti terhadap sebuah karya cipta, yaitu : 1. Seminar dan konfirmasi komersial.2. Restauran, cafe, pub, bar, bistro, kelab malam dan diskotik. 3. Konser Musik. 4. Pesawat udara,bus kereta api dan kapal laut. 5. Pameran dan bazar. 6. Bioskop. 7. Nada tunggu telepon. 8. Bank dan perkantoran. 9. Pertokoan. 10. Pusat rekreasi. 11. Lembaga penyiaran televisi. 12. Lembaga penyiaran radio. 13. Hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel.14. Usaha karaoke.
Menurut Gito Daglog dari Assosiasi Bela Hak Cipta (ABHC), sebenarnya hal ini udah diterapkan di LMKN, bahkan pd LMK pertama yaitu KCI ini yg disebut Performing Right. Kebijakan ini hanya  menambah power saja karena diresmikan oleh Presiden langsung.  namun justru yang perlu dibuat adalah regulasi yang jelas adalah PP mengenai aturan yg ada pada digital. Media bisnis sekarang yang ada justru melalui media, ini yg perlu diterapkan, saat ini yang sedang dirumuskan oleh beberapa perumus diantaranya Mas Candra Darusman.
Point yg terpenting yang dititipkan kepada beliau adalah :
1. Sesuai Undang2 Hak Cipta no.28 THN 2014 pemakaian lagu harus berlisensi (hak ekonomi) dan mencantumkan nama pencipta (hak moral).
2. Hasil berbagi hak pencipta lagu agar didistribusikan kepencipta langsung (tidak dipool kepada publisher).
Karena bagi mereka yang under publisher, sulit terlaksana. Namun jika sudah instruksi Presiden, ini bisa terjadi.
Yang dikhawatirkan perumus pembuat kebijakan regulasi, tidak melibatkan pencipta lagu, yg punya andil besar.
Diharapkan, nasib pencipta lagu kedepan jangan sampai merugikan pihak pencipta. Satu contoh saja yg jelas merugikan pencipta adalah aturan YouTube saat ini, yang membebaskan tanpa perlu izin/lisensi dari pencipta lagu yg under publisher. Mereka beralasan karena sudah ada sistem berbagi yang dibuat pihak Youtube. Hal ini masih merugikan pihak pencipta lagu, terutama dari sisi hak moral, karena dibebaskan tanpa harus izin lisensi, hingga hal moral terabaikan (nama pencipta tdk tercantum) padahal jika point 1 dan 2 diatas diterapkan oleh YouTube hal ini menjadi YouTube sumber informasi musik terakurat didunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H