Mohon tunggu...
Indri Maisanda
Indri Maisanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Indri Maisanda seorang Mahasiswa

Perawang, 18 Mei 2002

Selanjutnya

Tutup

Diary

Masih Mencari yang Namanya "Cita-cita"

24 Februari 2021   06:27 Diperbarui: 24 Februari 2021   06:33 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak kecil jika di tanya soal cita-cita saya tidak pernah tahu jawabannya. Saya berfikir, apa yang saya inginkan ketika sudah dewasa nanti? Apa yang mau saya lakukan? Dan tetap saja saya masih tidak punya jawabannya. Sampai suatu hari saat saya duduk di bangku SD kelas 1, ibu guru bertanya kepada kami tentang cita-cita. 

Saat itu saya bingung mau jawab apa, dan karena waktu itu nama saya agak lama dipanggil saya mendengar jawaban teman-teman saya yang sebagian besar cita-citanya ingin menjadi dokter. Oleh karena saat itu saya belum ada jawabannya, akhirnya saat nama saya dipanggil ibu guru dan di tanya apa cita-citanya saya ikut-ikutan menjawab ingin menjadi dokter juga. 

Hal itu berlanjut sampai saya duduk di bangku SMP kelas 3. Perlahan saya mulai berfikir 'kayaknya seru jadi dokter, keren juga pakai jas putih gitu', pemikiran itu di dukung juga karena rata-rata dari keluarga ayah saya berprofesi sebagai dokter yang membuat saya juga ingin menjadi dokter. 

Pada waktu akhir-akhir di penghujung kelas 3 SMP saya masih berkeinginan untuk menjadi dokter, membayangkan betapa senangnya orang tua saya jika itu benar-benar dapat dicapai. 

Meskipun begitu saya sangat sadar dengan kemampuan yang saya punya, tidak terlalu pandai matematika, sering tidak masuk karena sakit, dan waktu itu saya mengira kalau belajar untuk menjadi dokter itu mudah saja seperti umumnya karena waktu itu saya belum tahu tentang bagaimana SMA dan di perkuliahan. 

Pada saat menjelang datangnya ujian akhir teman-teman saya sudah mulai mendaftarkan diri untuk lanjut ke SMA, ada juga yang dari jauh-jauh hari sudah mendaftar bahkan sudah memperoleh hasil diterima untuk masuk ke SMA tujuannya sebelum ujian akhir datang. 

Saya pun begitu, mengambil formulir dan datang ke SMA yang saya inginkan, tetapi sayangnya saya belum bisa mendaftarkan diri karena tidak memenuhi syarat. Dari situ saya mulai ragu dengan cita-cita ingin menjadi dokter itu.

Sebelumnya saya selalu membayangkan kalau saya dapat masuk ke SMA yang saya inginkan dengan mudah dan berada di jurusan IPA yang memudahkan untuk menjadi dokter. Ternyata tidak semudah yang di bayangkan. 

Masih dengan cita-cita yang sama saat itu, saya datang ke satu sekolah untuk melaksanakan tes. Disitu orang tua saya benar-benar ingin saya masuk jurusan IPA sama seperti keinginan saya juga. Saat mengisi jurusan saya memilih IPA, tetapi saat ingin menuliskan alasan memilih itu saya bingung. 

Sempat ada perasaan ragu memilih itu, menjadi pertanyaan selama saya duduk melaksanakan tes di ruangan itu. Akhirnya karena tidak tahu ingin menulis apa, saya menuliskan alasan yang bisa dibilang lucu yang dimana saya pun malu untuk memberitahukannya. 

Tibalah hari pengumuman di terimanya siswa di sekolah tersebut. Alhamdulillah saya lulus, tetapi dari hasil tes IQ, dan tes lainnya saya dinyatakan masuk ke jurusan IPS. 

Sesuai dengan perkiraan saya, dengan kekurangan saya di beberapa mata pelajaran saya berfikir bahwa tidak mungkin rasanya dapat masuk ke jurusan IPA, dan berfikir jauh kedepan bahwa IPS memang adalah jalan terbaik untuk saya. Ini bukan berarti jurusan IPS jelek ya..cuma dari awal saya inginnya IPA.. Jujur saat mengetahui itu saya tidak merasa sedih bahkan saya bersyukur jika memang pilihan terbaik di IPS. Entahlah, saya pun tidak mengerti dengan diri saya sendiri.

Senang rasanya dapat masuk ke salah satu sekolah favorit, dan sedihnya ini adalah kali pertama saya jauh dari orang tua. Semenjak itu saya sering menyendiri memikirkan diri saya, bagaimana kedepannya, bagaimana dengan cita-cita menjadi dokter? Dan..ya. Saya sudah tahu jawabannya. Saya memilih untuk tidak bercita-cita menjadi dokter lagi karena saya tahu batas kemampuan saya. 

Datang lagi saat itu, saat dimana hari pertama sekolah biasanya memperkenalkan diri dan menyebutkan cita-citanya 'lagi'.. Kali ini saya lebih bingung dari pada waktu SD dulu memikirkan ini, karena pada tahapan ini biasanya apa yang ia sebutkan memang itulah yang ia inginkan, bukan ikut-ikutan teman lagi. Pada tahap ini siswa sudah pasti memikirkan jauh kedepan, sementara saya masih konsisten dengan ketidak tahuan apa cita-cita saya. Karena waktu mepet dan sebentar lagi giliran saya yang memperkenalkan diri,  lagi-lagi saya menjiplak cita-cita teman sebelum saya, yaitu 'Pengusaha'. 

Menurut saya cita-cita ini memang di inginkan oleh banyak orang dan wajar jika semuanya ingin menjadi itu, tetapi salah saya adalah ikut-ikutan lagi. Selama awal-awal masuk sekolah, ketika memperkenalkan diri dan menyebut cita-cita saya selalu menyebutkan itu. Sama halnya ketika disuruh mengisi formulir, atau biodata apapun saya selalu menulis itu. 

Selama bersekolah disana teman-teman yang saya kenal ketika saya coba bertanya tentang cita-cita mereka, jawaban mereka sesuai dengan apa yang disebutkannya ketika memperkenalkan diri dan memang itu yang dia mau. Jujur, kadang saya merasa iri dengan mereka yang sudah tau akan melakukan apa di masa depan, tujuannya, mereka seperti sudah ada gambaran kehidupan nya. 

Saya kadang mencoba bertanya kepada orang tua, teman, bagaimana dengan cita-cita saya. Dan biasanya pertanyaan itu akan dibalikkan ke saya dengan 'kamu mau jadi apa emang?'. Hm..ya jawabannya sudah pasti saya belum tahu dan belum terbayangkan. 

Kelas 1, 2, saya memilih untuk melupakan tentang cita-cita itu dahulu, karena saya tidak ingin terlalu terbebani dan berharap saya bisa menemukannya selama perjalanan itu.  Dan tibalah di kelas 3. Itulah saat dimana semuanya harus dipastikan, ingin berkuliah dimana, dan ingin menjadi apa kedepan. 

Pada saat semua siswa sedang sibuk-sibuknya belajar karena ingin mengejar target di universitas yang ditujunya, sementara saya masih bingung apa jurusan yang akan saya ambil, apa cita-cita saya kedepan, sungguh ini seperti sebuah pertanyaan besar selama hidup saya. Tiga tahun saya bersekolah disana seperti nya saya belum berhasil memecahkan pertanyaan yang selama ini mengganjal dan mengganggu pikiran. Karena saya masih belum mendapatkan jawabannya, saya memilih untuk melupakan dulu tentang cita-cita itu.  

Pada saat memilih universitas dan jurusan pun saya menggunakan perkiraan, kira-kira apakah saya bisa lulus disitu atau tidak, berbeda dengan teman lainnya yang menyesuaikan cita-citanya dengan jurusan yang akan di pilihnya. Dan lagi saya mencoba bertanya kepada orang tua saya, saya bertanya mereka menginginkan saya menjadi apa? Dan jawaban mereka yaitu menyerahkan semuanya kepada saya, apa yang saya mau, ingin menjadi apa, dan ini tentu saja membuat saya semakin tidak tahu harus bagaimana yang akhirnya mengharuskan saya melupakan sejenak tentang cita-cita dan memggunakan perkiraan.

Setelah melewati masa pengisian jurusan yang akan diambil, pertanyaan itu seketika datang lagi. Apakah saya yakin dengan apa yang saya ambil? Apa cita-cita saya kedepan sebenenarnya? Mau jadi apa besok? Dan akhirnya saya memutuskan bahwa saya yakin dengan apa yang saya ambil, tapi kalau untuk masalah cita-cita itu masih belum tahu jawabannya. 

Hasil dari tes perguruan tinggi akhirnya keluar, dan saya alhamdulillah lulus di jurusan sosiologi, yang dimana saat mata pelajaran ini saya selalu mendapat nilai yang bagus dan walaupun sebelumnya memilih ini karena perkiraan, tetapi jujur saya senang dapat masuk ke jurusan sosiologi ini dan orang tua saya pun senang bahwa saya lulus mau dimana pun itu. 

Awalnya saya tidak ingin mencari tahu dulu apa cita-cita saya, tetapi setelah masuk jurusan ini saya mulai mempelajari, mencari tahu apa yang saya inginkan disini. Dan setelah membaca, mencari tahu, saya masih tidak tahu mau jadi apa. Ada satu hari dimana saya berdebat dengan sahabat saya semenjak SMP, bertujuan ingin membuat saya benar-benar jelas, dapat memiliki gambaran kehidupan yang ingin dituju. Waktu itu kami berdiskusi tentang keinginan dan cita-cita kami karena baru saja lulus. 

Dia menceritakan semua keinginan dia, cita-cita dia kedepan, dan dia sudah memiliki gambaran itu hampir secara detail. Tetapi saat dia bertanya balik ke saya tentang keinginan dan cita-cita saya tidak dapat menjawab nya. Paling saya hanya menjawab sedikit tentang keinginan karena semua orang pasti punya keinginan kecil maupun besar, tapi tidak dengan cita-cita. Sebenarnya saya selalu ingin berusaha menghindar dari pertanyaan ini tetapi saat itu saya tidak bisa menghindarinya. 

Diskusi itu berujung dengan dia yang memaksa dan mendorong saya untuk dapat menemukan jawaban nya. Saya berfikir berhari-hari tentang itu, sampai saya hampir menangis karena masih tidak tahu jawabannya. Akhirnya saya bilang kalau saya sepertinya belum siap dengan ini dan lebih memilih untuk mengikuti arus nya saja dulu karena ini akan menjadi proses yang sangat lama.

Sejenak saya melupakan tentang itu dan ingin merelaksasi pikiran dengan bermain sosial media. Saya menemukan satu postingan di instagram yang membuat saya seperti berfikir kembali. Public figure ini bisa di katakan seseorang yang pintar, bersekolah di luar negeri, dan ada satu momen yang ada di channel youtubenya yaitu ketika temannya bertanya kepadanya 'what do you wanna be?', dia berfikir sejenak dan menjawab 'menurut aku anak muda jangan terlalu panik kalau mereka belum tahu apa yang mereka inginkan, kadang mimpi itu ya maju terus aja'. 

Dari situ saya merasa sangat relate dengan apa yang dia katakan. Selama ini saya merasa saya ingin menjadi sesuatu tapi saya belum tahu itu apa. Jadi, ketika ditanya saya selalu tidak tahu apa jawabannya karena susah jika harus dijelaskan. Dan juga saya jadi punya prinsip atau pemikiran sendiri yang dimana sesuai dengan tadi, ingin mengikuti alur nya saja, saat ini belum bisa yang berencana begini begitu. 

Dan yang terjadi dulu adalah saya selalu panik jika ditanya soal cita-cita, keinginan, hal buruk yang dapat terjadi adalah adanya mengikut karena teman seperti saya dulu yang selalu bingung dan berujung ikut-ikutan dan tidak mempunyai pendirian yang berakibat tidak menjadi diri sendiri. Do what you love, and love what you do. Melakukan apa yang disuka. Kadang mimpi itu ya maju terus aja sampai suatu saat akhirnya menemukan yang disebut tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun