Mohon tunggu...
Indra Agung Putrantoro
Indra Agung Putrantoro Mohon Tunggu... Musisi - Musician | Diploma in Optometry | Undergraduate Student in History Education

Seorang penikmat musik dan sejarah yang santuy, no offense dan jangan terlalu serius dengan tulisan-tulisan dari saya.. Surel : indra.putrantoro@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uwi, Gadis Cicalengka yang Mendapatkan Gelar Orde van Oranje-Nassau dari Kerajaan Belanda

26 April 2023   16:57 Diperbarui: 26 April 2023   17:03 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan dukungan dari kakeknya Raden Adipati Aria Martanagara dan Inspektur Kantor Pengajaran saat itu yang bernama C.A. den Hamer, maka pada tanggal 16 Januari 1904 didirikanlah Sakola Istri (Sekolah Wanita, dalam bahasa Sunda) pertama oleh Raden Dewi Sartika di Paseban Kabupaten Bandung sebelah barat yang terdiri dari dua kelas dengan dua puluh orang murid yang merupakan gadis-gadis dari keluarga biasa. Sedangkan untuk tenaga pengajar Sakola Istri memiliki tiga orang pengajar yaitu lbu Purma, lbu Uwit dan Dewi Sartika Sendiri.

Dari kalangan bangsawan dan priyayi inlander prakarsa dari Dewi Sartika ini ditanggapi dengan dingin bahkan cenderung dikecam dan dicemooh. Namun justru hal berbeda datang dari orang-orang barat. Misalnya dari Mr. J. H. Abendanon yang pada waktu itu menjabat sebagai direktur pendidikan agama dan kerajinan didalam Pameran Wanita yang sedang diselenggarakan di Batavia pada tahun 1913 mengatakan "Bagi anda semua yang berdiam di kota, yang untuk sebagian besar tidak pernah melihat kecuali bahwa semua anak-anak, dan dengan demikian semua anak-anak gadis juga, menikmati pendidikan, pasti akan menganggapnya suatu dongeng, apabila anda mencoba membayangkan sekolah-sekolah yang sederhana itu, seringkali tanpa perabot peralatan sekolah. Walaupun demikian, hal itu telah merupakan suatu langkah kemajuan yang penting, dan dengan rasa terharu kita mengingatnya kembali pada langkah-langkah pertama itu, dan terutama akan kenangan yang indah dari guru-guru puteri muda yang duduk di depan, untuk mengajarkan kepada anak-anak sedikit pengetahuan yang berhasil dikumpulkan oleh mereka sendiri."

Pada tahun 1908 saat telah berusia 22 tahun, Dewi Sartika pun menikah dengan Raden Kanduran Agah Suriawinata yang juga merupakan seorang guru di sekolah daerah Karang Pamulang. Memiliki visi yang sama di dunia pendidikan, jadilah pasangan suami istri ini berjuang bersama untuk memajukan pendidikan khususnya bagi kaum perempuan bumiputra. Dengan dukungan dari sang suami, pada tahun 1910 Sakola Istri yang sudah 6 tahun berdiri dengan jumlah murid sudah mencapai ratusan akhirnya diganti namanya menjadi Sakola Kautamaan Istri.

Hingga tahun 1912 jumlah sakola istri sudah mencapai sembilan sekolah. Bahkan tidak hanya itu, banyaknya sekolah perempuan yang bermunculan di tatar Sunda pada akhirnya memunculkan ide untuk didirikannya organisasi untuk mewadahi sekolah-sekolah tersebut. Maka pada tahun 1913 didirikanlah Organisasi Kautamaan Istri, organisasi ini sengaja dibentuk guna melakukan standarisasi dalam sistem pembelajaran dari sekolah-sekolah yang telah dibangun oleh Dewi Sartika.

Sempat sebentar berganti nama menjadi Sekolah Keutamaan Perempuan, pada tahun 1929 Sekolah Keutamaan Perempuan kembali berganti nama menjadi Sekolah Raden Dewi. Bahkan kali ini pemerintah Hindia-Belanda pun turut mengapresiasi dengan membangunkan sebuah gedung sekolah baru yang lebih besar dari gedung sebelumnya. Bahkan karena kegigihan dan atas jasa-jasa perjuangannya didalam dunia pendidikan terutama untuk mereka kaum perempuan di Hindia Belanda, Kerajaan Belanda menganugerahi Raden Dewi Sartika gelar Orde van Oranje-Nassau pada ulang tahun Sekolah Raden Dewi ke 35.

Waktu terus berjalan, pada tanggal 8 Maret 1942 pada perjanjian Kalijati (Subang) Belanda yang diwakili oleh Jenderal ter Poorten menyerah tanpa syarat kepada Jenderal Imamura yang mewakili Jepang. Pada zaman Jepang semua sekolah dasar dijadikan satu macam saja dan Sekolah Raden Dewi pun berganti menjadi Sekolah Rakyat Gadis. Dewi Sartika pun ditawari untuk menjadi Kepala Sekolah di sekolah tersebut namun Dewi Sartika menolaknya karena segala rencana pengajaran dan kurikulum yang diajarkan harus sesuai dengan arahan dari Jepang dan juga setiap pagi hari diharuskan melakukan upacara penghormatan kepada kaisar di Tokyo dengan Sei Keirei (membungkuk) yang dianggap tidak sesuai lagi dengan visi dari Dewi Sartika.

Sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan kemudian terjadi Agresi Militer Belanda, pertempuran-pertempuran pun terjadi diantara para pemuda pejuang kemerdekaan dengan pasukan Belanda dan mencapai puncaknya pada peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 24 Maret 1946. Pada peristiwa inilah Dewi Sartika beserta anak cucu mengungsi ke Ciparay (Bandung Selatan) kemudian menuju Garut dan beliau sempat menetap beberapa bulan lamanya. Setelah itu Dewi Sartika dan anak cucu pindah lagi ke Cineam yang berada diantara kota Tasikmalaya dan Ciamis.

Di Cineam inilah penyakit Dewi Sartika kambuh dan semakin memburuk sehingga Dewi Sartika sampai harus dirawat di rumah sakit Cineam. Di tengah gonjang-ganjingnya peperangan yang terjadi pada hari kamis tanggal 11 September 1947 pukul 09.00, Raden Dewi Sartika pun wafat berpulang ke Rahmatullah pada usia 63 tahun.

Pada awalnya jenazah Dewi Sartika dikebumikan di Cineam, Tasikmalaya. Namun pada tahun 1951 dalam huru-hara gerakan D.I./T.I.I. atas inisiatif keluarga makam Dewi Sartika pun dipindahkan ke makam keluarga Bupati Bandung. Dan pada tahun 1966 Pemerintah Republik Indonesia mengangkat Raden Dewi Sartika sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, pengangkatan ini disahkan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 252 tertanggal 1 Desember 1966 dengan ditandatangani oleh Presiden Soekarno. *iap (disarikan dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun