Mohon tunggu...
Indra Agung Putrantoro
Indra Agung Putrantoro Mohon Tunggu... Musisi - Musician | Diploma in Optometry | Undergraduate Student in History Education

Seorang penikmat musik dan sejarah yang santuy, no offense dan jangan terlalu serius dengan tulisan-tulisan dari saya.. Surel : indra.putrantoro@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cabai, Sambal, Semenanjung Iberia, dan Nusantara

14 Oktober 2019   22:17 Diperbarui: 14 Oktober 2019   22:30 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman Hidup di Sulawesi

Sambal adalah hal yang sangat mendasar bagi orang Indonesia, tidak ada sambal makan menjadi hambar dan kurang menggairahkan. Bahkan ketika saya hidup di Sulawesi dahulu (saya pernah tinggal di Gorontalo selama 2,5 tahun dan kemudian di Kota Palu selama 4 tahun sampai akhirnya terpaksa pulang ke tanah Jawa dikarenakan bencana alam Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi yang terjadi pada tanggal 28 september 2018 yang lalu) orang disana selalu bilang "nyanda pidis nyanda gaga" yang bermakna jika suatu makanan itu ga pedas ya berarti ga akan enak atau kurang sedap. 

Sekarang coba bayangkan, bangsa Indonesia yang kita cintai ini memiliki ratusan suku, dan katakanlah jika setiap suku kita pukul rata memiliki 2-3 saja macam resep sambal, total ada berapa ribu macam sambal di Indonesia?. Tentu sangat banyak sekali ragamnya, dan ini sungguh menakjubkan bukan.

Cabai Bukanlah Tanaman Asli Nusantara 

Yang unik, para arkeolog menyatakan bahwa cabai bukanlah tanaman asli Nusantara. Bahkan teori masuk dan tumbuhnya cabai di Nusantara pun belum ada satu pun yang bisa dibuktikan ataupun bisa dipertanggungjawabkan secara scientific dikarenakan bukti arkeologis yang tidak banyak dan tidak cukup kuat. 

Catatan tertulis yang tertua tentang keberadaan cabai di Nusantara mungkin pada yang tercatat di zaman Kerajaan Mataram Kuno (Mataram Hindu) yang berdiri pada sekitar abad ke 8 -- 10 masehi dimana cabai merupakan komoditas yang sangat berharga di pasar kala itu (sampai detik ini pun kalau harga cabai di pasar naik rakyat Indonesia bisa kacau, iya kan ibu-ibu? hehehe). Selain itu didalam epos Ramayana dari abad ke 10 masehi pun mencatat tentang makan cabai.

Asal-usul Cabai

Berdasarkan bukti temuan arkeologis di Ekuador bagian barat daya yang dekat dengan perbatasan Peru, konon katanya cabai telah dipergunakan sebagai bumbu masak sejak 6.000 tahun yang lalu. Penemuan ini membuktikan bahwa orang Indian di Ekuador telah mampu membudidayakan tanaman cabai dengan cara cangkok dan stek pada kisaran 5.000 -- 7.000 tahun yang lalu. 

Berawal dari budidaya suku Indian di Ekuador ini kemudian cabai menyebar ke suku-suku lain di Benua Amerika seperti suku Indian Quechua di Peru ataupun suku Aztec di Meksiko. 

Namun tanaman ini terkunci hanya di Benua Amerika karena pada saat itu Benua Amerika masih terisolasi dan belum diketahui keberadaannya oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Walaupun ada juga yang berpendapat bahwa cabai bahkan dari sejak 9.000 tahun yang lalu orang Indian telah mencampur cabai dalam masakannya.

Kemudian pada tahun 1492 seorang penjelajah maritim asal Italia yang bernama Kristoforus Kolumbus (Christoffa Corombo atau Christopher Colombus) yang didanai oleh Ratu Isabella (Isabel I dari Kastila - Spanyol) berhasil menemukan "The New World" yang tak lain dan tak bukan merupakan Benua Amerika itu sendiri. Kemudian salah satu "oleh-oleh" yang dia bawa ke Spanyol dari Benua Amerika adalah cabai.

Teka-teki Masuknya Cabai ke Nusantara

Nah walaupun orang Spanyol-lah yang menemukan cabai dari Benua Amerika dan membawanya ke Eropa, justru orang Portugis (Portugal) lah yang akan mempopulerkan cabai ke seluruh dunia bahkan ke Nusantara nantinya.

Dari berbagai referensi yang saya baca saya menyimpulkan bahwa ada dua titik yang paling memungkinkan dan bisa jadi titik paling awal masuknya cabai yang dibawa oleh bangsa Portugis ke Nusantara yaitu :

1. Pada tahun 1512 dan 1521, bangsa Portugis melakukan perundingan dengan Raja dari Kerajaan Sunda. Dimana perwakilan dari Kerajaan Portugal dan Kerajaan Sunda sepakat untuk menandatangani perjanjian dagang serta Portugis memohon persetujuan untuk diperbolehkan membangun benteng di sekitar wilayah Sunda Kelapa (Jakarta).

2. Pada tahun 1563, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Pater Diogo de Magelhaes dengan dua perahu Kora-kora yang berisi para misionaris dari ordo Jesuit datang ke Manado (Sulawesi Utara). Selain membaptis 1.500 orang (dipilih hanya para Raja-raja, para keturunan bangsawan serta keluarga kerajaan saja, untuk rakyat biasa mungkin hanya sedikit sekali yang dibaptis karena keterbatasan personil Misionaris), mereka pun mengenalkan cabai dan tomat.

Masuk ke zaman kolonial Belanda, cabai tercatat di dalam buku "De Medicina Indorum" (1631) yang ditulis oleh ahli medis dan obat tropis Jacob de Bondt. Kemudian pada tahun 1669 juga ada sebuah syair dari van Overbeke yang berbunyi, "kacang kedelai, jahe, bawang putih, dan cabai membuat perut berputar (mulas) karena rasa pedas". 

Uniknya, meski mayoritas orang Barat tidak tahan dengan rasa pedas namun mereka merasa sambal adalah makanan yang eksotis. Kebanyakan orang bule tidak bisa "ngulek" di cobek batu menggunakan tangan, bisa dilihat pada sambal modern yang hanya diblender menjadi satu begitu saja bahan-bahannya (contohnya bisa kita lihat pada sambal modern botolan).

Berbeda dengan sambal "handmade" buatan Nusantara yang tekstur bawang, cabai, tomat, dan rempah-rempah lainnya yang masih bisa terlihat jelas namun mampu nge-blend secara otomatis saat berada didalam mulut kita. 

Oleh sebab itu pada zaman VOC, pembantu pribumi (Inlander) akan dianggap memiliki nilai lebih tinggi atau strata lebih tinggi jika memiliki skill membuat sambal yang enak bagi tuannya.

Akhir cerita kita akan menyadari bahwa ada kalanya manusia ingin merasakan "sedikit siksaan" yang dapat memenuhi hasrat masokis mereka. Dan dari berbagai macam ragam sambal ultra pedas inilah kita bisa mendapatkan kenikmatan tersebut. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan saya. [indreaphiuchus]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun