Kemudian pada tahun 1492 seorang penjelajah maritim asal Italia yang bernama Kristoforus Kolumbus (Christoffa Corombo atau Christopher Colombus) yang didanai oleh Ratu Isabella (Isabel I dari Kastila - Spanyol) berhasil menemukan "The New World" yang tak lain dan tak bukan merupakan Benua Amerika itu sendiri. Kemudian salah satu "oleh-oleh" yang dia bawa ke Spanyol dari Benua Amerika adalah cabai.
Teka-teki Masuknya Cabai ke Nusantara
Nah walaupun orang Spanyol-lah yang menemukan cabai dari Benua Amerika dan membawanya ke Eropa, justru orang Portugis (Portugal) lah yang akan mempopulerkan cabai ke seluruh dunia bahkan ke Nusantara nantinya.
Dari berbagai referensi yang saya baca saya menyimpulkan bahwa ada dua titik yang paling memungkinkan dan bisa jadi titik paling awal masuknya cabai yang dibawa oleh bangsa Portugis ke Nusantara yaitu :
1. Pada tahun 1512 dan 1521, bangsa Portugis melakukan perundingan dengan Raja dari Kerajaan Sunda. Dimana perwakilan dari Kerajaan Portugal dan Kerajaan Sunda sepakat untuk menandatangani perjanjian dagang serta Portugis memohon persetujuan untuk diperbolehkan membangun benteng di sekitar wilayah Sunda Kelapa (Jakarta).
2. Pada tahun 1563, bangsa Portugis yang dipimpin oleh Pater Diogo de Magelhaes dengan dua perahu Kora-kora yang berisi para misionaris dari ordo Jesuit datang ke Manado (Sulawesi Utara). Selain membaptis 1.500 orang (dipilih hanya para Raja-raja, para keturunan bangsawan serta keluarga kerajaan saja, untuk rakyat biasa mungkin hanya sedikit sekali yang dibaptis karena keterbatasan personil Misionaris), mereka pun mengenalkan cabai dan tomat.
Masuk ke zaman kolonial Belanda, cabai tercatat di dalam buku "De Medicina Indorum" (1631) yang ditulis oleh ahli medis dan obat tropis Jacob de Bondt. Kemudian pada tahun 1669 juga ada sebuah syair dari van Overbeke yang berbunyi, "kacang kedelai, jahe, bawang putih, dan cabai membuat perut berputar (mulas) karena rasa pedas".Â
Uniknya, meski mayoritas orang Barat tidak tahan dengan rasa pedas namun mereka merasa sambal adalah makanan yang eksotis. Kebanyakan orang bule tidak bisa "ngulek" di cobek batu menggunakan tangan, bisa dilihat pada sambal modern yang hanya diblender menjadi satu begitu saja bahan-bahannya (contohnya bisa kita lihat pada sambal modern botolan).
Berbeda dengan sambal "handmade" buatan Nusantara yang tekstur bawang, cabai, tomat, dan rempah-rempah lainnya yang masih bisa terlihat jelas namun mampu nge-blend secara otomatis saat berada didalam mulut kita.Â
Oleh sebab itu pada zaman VOC, pembantu pribumi (Inlander) akan dianggap memiliki nilai lebih tinggi atau strata lebih tinggi jika memiliki skill membuat sambal yang enak bagi tuannya.
Akhir cerita kita akan menyadari bahwa ada kalanya manusia ingin merasakan "sedikit siksaan" yang dapat memenuhi hasrat masokis mereka. Dan dari berbagai macam ragam sambal ultra pedas inilah kita bisa mendapatkan kenikmatan tersebut. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan saya. [indreaphiuchus]