Banyak orang mengira bahwa Syiir Tanpo Waton merupakan karangan KH. Abdurahman Wahid, padahal sebenarnya karya tersebut merupakan gubahan tokoh agama Islam asal Sidoarjo, KH. Mohammad Nizam As-Shofa. Banyak yang kurang tahu tentang hal tersebut. Oleh sebab itu, penulis mencoba untuk menggali lebih dalam tentang pengarang Syiir Tanpo Waton yang fenomal itu.
Penulis mendapati ternyata beliau sosok yang mirip dengan Gus Dur. Dibuktikan dengan berbagai konsep dakwah dengan corak ulama’ Nusantara. Mulai dari karya sastra Jawa yang berisi nilai-nilai keislaman (Syiir Tanpo Waton), musik religi (Padhang Roso), kajian rutin (Reboan Agung), hingga diskusi antar agama dalam tajuk Indonesia Merayakan Perbedaan. Ada warisan plurarisme Gus Dur yang menelur pada diri Gus Nizam.
Hal yang sangat fenomenal dari beliau adalah sebuah karya sastra “Syiir Tanpo Waton”. Merupakan kumpulan 13 bait puisi, dengan masing-masing terdiri dari 4 baris. Namun sayangnya, khalayak umum masih menyangka bahwa karya sastra bahasa Jawa yang biasa dikumandangkan sebelum azan sejak Novmber 2011 itu gubahan Gus Dur.
Padahal penciptanya adalah KH. M. Nizam As-Shofa. Lumrah saja, suara beliau dengan Gus Dur dianggap mirip oleh masyarakat umum. Bahkan beliau sendiri juga termasuk pecinta Gus Dur, atau lazim disebut Gusdurian. Terlepas dari itu semua, KH. M. Nizam As-Shofa sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut ke meja hijau sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan, beliau malah merasa kagum ketika suaranya dimiripkan dengan mantan Presiden RI itu.
Bagaimana Syair tersebut terkenal dengan Syair Gus Dur ?
Syi’ir Tanpo Waton diciptakan oleh KH. Mohammad Nizam As-Shofa kira-kira akhir 2004 atau awal 2005—jauh sebelum Gus Dur wafat. Anggitan beliau itu dirampungkan dalam kahlwatnya selama 40 hari. Ketika menjalankan kahlwat pun tidak ada niatan dari beliau untuk mengarang semau nafsunya, semuanya seakan dimudahkan (diilhami) oleh Allah. Awalnya ada 17 bait dari 13 bait yang dilantunkan oleh beliau. Namun, disederhanakan menjadi 13 bait saja.
Anggapan Syi’ir Tanpo Waton ini merupakan garapan Gus Dur tidak begitu saja terjadi. Dulu waktu pilihan DPR/MPR di Sidoarjo ada salah satu calon DPR Pusat, yakni Imam Nahrowi berkunjung ke tempat Gus Nizam, Majelis kami, di Tanggul Wonoayu—sebelum pindah di Simoketawang—guna mencari dukungan masa. Karena mereka datang pada waktu tengah pengajian, maka mereka terpaksa ikut pengajian. Di majelis beliau, Syi’ir Tanpo Waton ini menjadi lagu wajib sejak tahun 2004, yang dilagukan tiap selesai ngaji. Mendengar lantunan Syi’ir Tanpo Waton, Imam Nahrawi hatinya terenyuh, menangis ngguguh-ngguguh (red: Jawa).
Kemudian, usai pengajian beliau bertemu Gus Nizam untuk menyampaikan maksudnya. Bahwa ia meminta kepada kami bantuan doa dan dukungan niatnya mencalonkan DPR Pusat. Gus Nizam hanya mengamini dan mengiyakan. Setelah itu—pada pengajian berikutnya—beliau minta diantar oleh Ustaz Gufron mohon izin kepada Gus Nizam untuk menggandakan teks Syi’ir Tanpo Waton sebanyak-banyaknya. Beberapa minggu kemudian, beliau tiba-tiba menyampaikan kepada Gus Nizam saat membagikan lembaran Syi’ir Tanpo Waton ini ia mengatakan bahwa syair itu adalah karangan Gus Dur. Jadi awal mula anggapan gubahan Gus Dur itu adalah akibat ucapan Imam Nahrowi.
Dan yang lebih membuat Syair ini tersebar adalah ketika ketua PCNU kota Malang, KH. Marzuki Mustamar membuat copy-an suara Gus Nizam. Lalu diputar di Masjid Jami’, Malang Kota, dengan judul “Gus Dur Bersyair”. Dari situ beliau “mengharuskan” Syi’ir Tanpo Waton ini dilantukan oleh warga Nahdliyin. Lama kelamaan, syair ini ditangkap oleh Radio Yasmara, Surabaya. (Wawancara Ust. Gufron)
Terlepas dari itu semua, KH. M. Nizam As-Shofa sama sekali tidak mempermasalahkan hal tersebut ke meja hijau sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan, beliau malah merasa kagum ketika suaranya dianggap mirip dengan mantan Presiden RI itu