Mohon tunggu...
Indra Wardhana
Indra Wardhana Mohon Tunggu... Konsultan - Advance Oil and Gas Consulting

Expert in Risk Management for Oil and Gas, Security and Safety

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Refleksi Pajak dan Keadilan di Indonesia: Belajar dari Masa Kolonial

2 Januari 2025   15:26 Diperbarui: 2 Januari 2025   15:26 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Refleksi Pajak dan Keadilan di Indonesia: Belajar dari Masa Kolonial

Oleh: Rohidin, SH., MH., M.Si. 

Sultan Patrakusumah VIII Trust of Guarantee Phoenix Ina 18

Ketika berbicara tentang masa kolonial Belanda, banyak yang teringat pada pajak yang membebani rakyat Indonesia. Pajak-pajak tersebut, seperti pajak rumah, pajak usaha, pajak sewa tanah, pajak pedagang, dan pajak konsumsi opium, menjadi simbol penindasan ekonomi pada masa itu. Namun, di era modern ini, kita dihadapkan pada pertanyaan yang tak kalah penting: apakah kebijakan pajak di Indonesia saat ini lebih adil dibandingkan masa penjajahan?

Sistem Pajak di Masa Kolonial: Kekejaman yang Terstruktur

Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia dikenakan berbagai jenis pajak. Salah satu yang paling memberatkan adalah pajak penghasilan yang diterapkan melalui Ordonantie op de Inkomstenbelasting pada tahun 1908. Pajak ini memberlakukan tarif sebesar 2% dari pendapatan. Pajak penghasilan tersebut dikenakan kepada semua orang di Hindia Belanda, baik pribumi maupun non-pribumi. Perbedaannya terletak pada jenis usaha yang dikenai pajak:

1. *Untuk pribumi*, pajak dikenakan atas kegiatan perdagangan atau usaha kecil, yang dikenal sebagai "business tax."
2. *Untuk non-pribumi*, pajak dikenakan atas usaha di bidang industri, pertanian, kerajinan tangan, dan manufaktur, yang disebut "tax patent duty."

Tak hanya itu, pajak-pajak lain seperti pajak tembakau, pajak penyembelihan hewan, hingga pajak konsumsi opium, menunjukkan betapa kerasnya beban yang ditanggung rakyat saat itu. Bahkan, pajak ini sering dipandang sebagai bentuk eksploitasi sistematis terhadap sumber daya dan tenaga kerja pribumi.

Membandingkan dengan Pajak di Era Modern

Dalam konteks Indonesia modern, pajak pertambahan nilai (PPN) saat ini berada pada tarif sebesar 12%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif pajak penghasilan di masa kolonial yang hanya 2%. Pertanyaannya, apakah ini mencerminkan kekejaman yang lebih besar dibandingkan era penjajahan?

Secara logis, ada perbedaan mendasar dalam tujuan dan penggunaan pajak antara masa kolonial dan masa kini. Pada masa penjajahan, pajak sepenuhnya dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintah kolonial, tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat. Sebaliknya, dalam era kemerdekaan, pajak seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan peningkatan kualitas hidup rakyat. Namun, apakah kenyataannya selalu demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun