Mohon tunggu...
indrawan miga
indrawan miga Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pendidik, petani

Pernah wartawan di beberapa media cetak nasional. Kini penulis dengan peminatan topik pendidikan, pertanian, dan lingkungan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Saya Ingin Ibu Kota Indonesia Baru?

26 Agustus 2019   19:17 Diperbarui: 27 Agustus 2019   05:35 659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
repot memang, tapi gak apa untuk kemajuan... (kartun Benny R, Kontan.co.id

Budayawan Radhar Panca Dahana dan pemikir kebangsaan Yudi Latif, sering mengungkap keresahan mereka  tentang keIndonesiaan yang belum jadi ini.  KeIndonesiaan yang masih balita, meski sudah 74 tahun merdeka. 

Sementara keIndonesiaan belum-belum juga terbentuk, di mana  kultur, budaya dan tradisi belum menyatu sebagai budaya nasional Indonesia, eh generasi muda kita malahan gandrung budaya modern yang komersial seperti K-Pop, budaya internet; maupun pesona ideologi asing dari belahan dunia lain (a-historis, fundamentalism, a-theis) yang bisa menelan keIndonesiaan kita.  

Terasakan memang saat ini konflik-konflik masyarakat makin berbau perbedaan suku, agama, dan ras. Minoritas-Mayoritas. Islam-non muslim. Islam Nusantara - Islam Arab. Kriminalisasi Ulama. NKRI - NKRI Bersyariah. Politik identitas. Putra daerah lebih berhak. Persekusi seni budaya. Dan banyak lagi penolakan terhadap kenyataan keIndonesiaan kita, dengan alasan pembenarannya masing-masing. Dan kita boleh merasa cemas menghadapi krisis peradaban kebangsaan Indonesia saat ini, yang andai tak terkelola dengan baik akan berakibat fatal.     

Resep berupa daerah otonomi, ternyata belum ampuh menyelesaikan masalah. Sosialisasi empat pilar (UUD 45, NKRI, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika), pembentukan BPIP dan upaya kultural kemasyarakatan lain, masih belum membuahkan hasil. Pertarungan ide nya bahkan bergeser menjadi pertarungan hate speach di tingkat horizontal dan organisasi kemasyarakatan (Banser - ormas lain)

Sebagai anggota masyarakat biasa, tentu saya - juga anda dan anak cucu kita - ingin kelak dapat hidup sejahtera bahagia dalam Rahmat Allah SWT, dan terjauh dari perpecahan bangsa. Bersatu dalam perbedaan, dan menjadikan perbedaan sebagai kekayaan khasanah bangsa.  

Pemindahan Ibukota Indonesia ke Kaltim ini, saya lihat lebih sebagai upaya keluar dari stigma perpecahan tersebut.  Terima kasih atas upaya yang merekatkan bangsa Indonesia, menuju keIndonesiaan yang baru.

Kelak, kita akan tidak mendengar lagi kecemburuan antara Barat dan Timur, antara pusat-daerah, antara Jawa-luar Jawa.  Inilah yang diinginkan oleh pendiri bangsa: "Persatuan Indonesia" yang didasarkan atas "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

Kritik soal urgensi, biaya, utang, payung hukum, atau prosedur tata cara politik, bagi saya bukanlah menjadi alasan penolakan yang tepat.  Ini soal kecil dibanding harga keIndonesiaan yang kita idam-idamkan. Setuju, kan?

Kedua, saya rindu keputusan-keputusan besar menuju Indonesia adidaya.

Masak kita, yang nota bene negara demokrasi terbesar ke 5 di dunia, kelima lho...  kok begini-begini aja, gak ingin tampil ke tingkat dunia?  

Sudah saatnya kita mengambil keputusan besar, atau langkah-langkah besar.

Memindahkan Ibukota semacam latihan keberanian itu. Dengan perencanaan dan manajem operasional yang baik, tentu resiko kegagalan dapat diminimalkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun