Terutama, kenyataan yang dialami oleh sekolah-sekolah pinggiran, yang kurang terpedulikan selama ini. Â Dengan zonasi ini, sekolah pinggiran akan mendapat lebih banyak manfaat, dan tentunya para guru pinggiran akan tersenyum senang:Â
- Perbaikan fasilitas sekolah. Pemda atau pemerintah kota  pasti akan memperbaiki sekolah pinggiran. Sekolah-sekolah yang selama ini terabaikan, kurang fasilitas, kurang ruang kelas, jalan masuk rusak, kelas bocor, bangku rusak, pintu copot, wese busuk, dan kekurangan guru. Semoga pihak pemda/pemkot malu melihat kenyataan sebenarnya di sekolah negeri (juga swasta) pinggiran yang selama ini kurang tersentuh perhatian.
- Semua sekolah kini setara. Harus memenuhi aturan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (Permendiknas 32/2018). Â Orangtua dan masyarakat sekitar akan bangga memiliki sekolah terbaik di wilayah masing-masing, dan terus berupaya membaguskannya.
- Guru mendapat banyak pelatihan. Para guru bagus yang terperangkap di sekolah jelek, kini akan mendapat lebih banyak perhatian, mengikuti lebih banyak pelatihan. Juga akan terjadi rotasi guru, dari sekolah favorit ke pinggiran, atau dari daerah kelebihan guru ke sekolah yang kekurangan.Â
- Mengurangi korupsi. Anggaran pemerintah pusat dan pemda (20% APBN, dan 20% APBD), sayangnya sering salah guna dan salah peruntukan. Banyak untuk memoles dan berkegiatan di sekolah favorit. Kini giliran sekolah pinggiran mendapat alokasi dana lebih.
- Kesempatan belajar. Guru pinggiran mendapat lebih banyak kesempatan pelatihan dan pengembangan diri. Selama ini, kesempatan terbatas dan dinikmati oleh 'guru  yang itu-itu' saja. Nanti, semua kebagian. Ada pemerataan kualitas guru. Harapannya, kualitas guru meningkat, maka kualitas pembelajaran lebih baik, dan begitu pula kualitas lulusannya.
- Kejahteraan meningkat. Â Akan lebih banyak kegiatan pelatihan dan lainnya, yang berarti tambah ilmu dan tambahan honor kegiatan.Â
- Guru Honorer diperhatikan. Rekan-rekan para guru honorer tampaknya akan mendapat kesempatan dan perhatian. Sudah saatnya mengakhiri kontroversi kekurangan guru dengan mengangkat guru honorer menjadi guru tetap, dengan ikatan kerja, ataupun sebagai pegawai daerah.
- Pembangunan sekolah baru. Â Pernah penulis mengunjungi sekolah dasar SD negeri dengan siswa kelas rendah sangat berlebihan, karena penduduk meningkat tajam. Hingga kelas harus dibagi dua rombongan pada jam berbeda. Selayaknya, dibuat sekolah-sekolah baru, juga sekolah untk SD, selain SMP dan SMA, per kelurahan atau perkecamatan. Pihak Pemkot bisa berkoordinasi dengan Pemerintah provinsi, untuk membangun sekolah-sekolah baru di wilayah padat atau pelosok yang selama ini luput dari perhatian.
Tiap anak Indonesia berhak atas pendidikan yang baik. Anak yang cerdas berhak mendapat pendidikan yang terbaik. Sebaliknya anak dengan kecerdasan rata-rata berhak mendapat pendidikan vokasional yang cocok untuk mengembangkan kompetensinya.
Jenjang pendidikan tinggi tentu harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zonasi, antara lain dengan mengurangi atau menghapuskan penerimaan siswa baru dengan jalur undangan, yang selama ini juga sarat dengan manipulasi nilai raport.
Dengan demikian anak yang bisa berkuliah di perguruan tinggi memang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, yang benar-benar. Â Mereka kelak akan menjadi peneliti, dosen, tenaga ahli, pemikir, dan eksekutif puncak.
Sedangkan kelompok siswa dengan kecerdasan rata-rata, pemerintah wajib menyediakan pendidikan setara institut, akademi, atau politeknik, untuk membekali mereka dengan ketrampilan madya. Merekalah akan menjadi para pelaksana handal di berbagai projek pembangunan. Kelak mereka pun dapat memperdalam keahlian di jenjang pendidikan berikut.
Salam Pendidikan!
Indrawan MigaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H