“Aku dilahirkan dengan menyandang nama besar Bung Karno, untuk mewarisi Api Pemikiran Bung Karno !!!”
Tiga Juli adalah hari kelahiranku, tepatnya pada tahun 2004. Pada hari ini usiaku sudah 19 tahun. Sebuah usia menuju kedewasaan, menuju fase perubahan untuk bertanggung jawab atas apa yang diperbuat, fase responsibility. Usia yang sudah tidak pantas lagi bagiku untuk bersikap seperti anak kecil, cengeng menyalahkan keadaan. Sekarang waktunya aku harus lebih mempertimbangkan tindakanku.
Aku dilahirkan atas sebuah keinginan, sebuah cita-cita dan doa dari para founding fathers, yaitu membumikan dan menyebarkan pemikiran Soekarno, Bapak Proklamasi kita. Mereka berharap agar masyarakat tidak hanya mengunjungi dan menziarahi jasad Bung Karno tetapi juga mengunjungi dan menziarahi pemikiran Bung Karno. Pemikiran-pemikirannya dalam perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia, biografi perjalanan hidupnya, perjalanan spiritualnya, sepak terjang diplomasinya, Nasionalisme Indonesia, Pancasila, dan masih banyak lagi. Tidak lupa aku harus menarik semua pemikiran dan gagasan besar itu dalam situasi dan kondisi saat ini, tidak hanya menyajikannya sebagai cerita sejarah dan romantisme masa lalu saja, tetapi lebih kepada transfer knowledge dalam relevansinya di masa kini.
Oleh karena itu, aku sekarang harus lebih dewasa dalam menjalankan cita-cita dan harapan para pendiriku. Lebih dewasa untuk tidak bersenang-senang dalam hegemoni kemeriahan dan seremonial saja, tetapi aku harus lebih meningkatkan kualitas, benar-benar bermanfaat, dan meresap dalam diri masyarakat yang menerima transfer knowledge tentang Soekarno.
Selama ini yang telah aku lakukan tidaklah salah, tetapi diusiaku sekarang ini, sudah bukan waktunya lagi bagiku untuk berhegemoni dalam kemeriahan dan seremonial itu. Aku harus benar-benar bermanfaat secara kualitas bagi orang lain, terutama bagi masyarakat di sekitar tempat tinggalku. Aku harus mengutamakan mereka, karena merekalah yang akan kembali kepadaku, mengunjungiku, dan berdialog denganku, mereka juga yang paling banyak memanfaatkanku. Aku sudah tidak seyogyanya lagi sering pergi jauh-jauh dari Bumi Blitar dalam rangka menyebarkan Who is Soekarno, sebelum Blitar menjadi Bumi Bung Karno yang sebenarnya.
Ya, kitalah yang seharusnya lebih mengerti Bung Karno karena kita bersanding dengannya. Buat apa aku pergi jauh-jauh mengunjungi mereka yang berada di luar Blitar, bahkan di luar Jawa? Toh mereka juga tidak akan kembali mengunjungi aku. Setelah aku pulang, mereka dengan cepat akan melupakanku juga. Lebih baik aku sekarang berusaha untuk menarik lebih banyak orang dari luar sana untuk mendatangiku, belajar bersamaku dalam kelas-kelas Bung Karno, berbagi cerita, dan berdiskusi. Aku ingin Blitar seperti Kampung Inggrisnya Pare, di Kediri. Orang-orang berduyun-duyun datang dan senang berhari-hari menginap di sini untuk belajar tentang Bung Karno secara utuh - dari lahirnya sampai meninggalnya, dari awal pemikirannya sampai dengan cita-citanya. Dengan cara itulah, masyarakat di sekitarku akan mendapatkan manfaat atas kehadiran mereka yang belajar berhari-hari denganku. Ada pergerakan roda ekonomi yang lebih gempita dari sebelumnya. Ramainya penginapan, warung makan, moda transportasi, toko-toko souvenir, dan lain sebagainya. Selain itu juga ada asimilasi budaya antara penduduk kota ini dengan mereka yang datang kemari.
Bukankah sekarang sudah ada semua itu? Ya, memang, tetapi yang jelas akan lebih meningkat dan mempercepat terwujudnya kemandirian ekonomi bagi masyarakat di sekitarku seperti Tri Saktinya Bung Karno. Bila aku berhasil menjalankan ini, aku tidak harus pergi mempromosikan diriku kemana-mana, merekalah yang datang berbondong-bondong mendatangi diriku, merekalah yang akan mempromosikan diriku dan akhirnya merekalah yang akan menyebarluaskan siapa aku. Perpustakaan yang menyandang nama besar proklamator, yang bersanding dengan pusaranya, dan benar-benar dalam sinergi mewarisi api dan abunya.
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai orang tuaku memerintahkan diriku dengan Peraturan Perpustakaan Nasional Indonesia Nomor 5 tahun 2020 agar aku mengelola koleksi literatur mengenai Bung Karno dan melaksanakan pengembangan, pendayagunaan, dan menganalisis koleksi literatur mengenai Bung Karno. Sebuah tugas yang saat ini masih belum sepenuhnya dapat aku laksanakan dengan sempurna.
Aku sudah melakukan pengelolaan koleksi tentang Bung Karno, tetapi aku masih lebih banyak berkutat dalam pengelolaan koleksi umum. Aku sudah berusaha mengembangkan dan mendayagunakan serta menganalisis koleksi mengenai Bung Karno, tetapi semuanya itu belum maksimal menurutku. Berdasarkan data, masyarakat yang mengunjungiku masih sedikit yang memanfaatkan koleksi Bung Karno, mereka lebih sering memanfaatkan koleksi umum.
Dalam sebuah survei, tingkat pengetahuan masyarakat yang mengunjungiku terhadap Biografi Bung Karno masih rendah, masih ada yang keliru menyebut Bung Karno lahir di Blitar, banyak juga yang tidak tahu nama lengkap kedua orang tua Bung Karno, nama kecil Bung Karno dan lain sebagainya. Yang sebenarnya itu adalah pengetahuan dasar tentang Biografi Soekarno. Mungkinkah itu semua terjadi karena aku selama ini hanya berkutat menjalankan tugas dan fungsi yang bersifat seremonial saja? Mungkinkah aku belum bekerja secara berkualitas dan lupa dengan tujuan awal pendirianku - Membumikan dan menyebarkan pemikiran Soekarno, Bapak Proklamasi kita? Ketika aku melakukan pameran, aku hanya sebatas memamerkan koleksi dan lukisan Bung Karno, belum kupamerkan hebatnya pemikirannya Sang Proklamator. Ketika aku mengadakan sosialisasi, seminar, aku masih mengundang orang lain yang berderet titelnya untuk menjadi narasumber, seharusnya pustakawan-pustakawankulah yang bergiliran menjadi narasumber, bukan malah mereka yang sibuk mempersiapkan acara. Aku jadi tersenyum melihatnya, pustakawanku seperti anak yang sibuk mempersiapkan acara doa untuk orang tuanya yang telah meninggal, tetapi orang lainlah yang mendoakan, sementara si anak sendiri malah lupa mendoakan karena kesibukannya.
Aku mempunyai pustakawan yang banyak, saat ini lebih dari lima puluh orang yang menjadi pustakawan. Aku sungguh berharap agar para pustakawanku lebih mengenal Core Bussiness-ku yaitu koleksi Bung Karno, agar bisa mengemban marwah atas nama besar Bung Karno yang tersemat dalam diriku. Akan menjadi janggal ketika masyarakat menyandarkan pemikiran kepada diriku sebagai lembaga yang mumpuni dalam hal KeBungKarnoan, tetapi ternyata itu hanya pepesan kosong belaka. Untuk saat ini aku ingin diriku menjadi Center of Sharing Bung Karno’s, pusat berbagi informasi tentang Bung Karno dan pusat untuk berdiskusi bukan sebagai Center of Knowledge Bung Karno’s. Aku merasa aku bukan pusat pengetahuan, aku adalah pewaris api, yang mewarisi pemikiran untuk saling berbagi dan saling mencerahkan dalam wadah Literasi Bung Karno.