Bismillah,
Sebetulnya selalu menjadi tanda tanya pribadi mengenai pola masyarakat Indonesia.
Suatu masyarakat tentu berkembang sesuai jaman yang dilalui.
Mungkin ini pula uang menjadi tolak ukur para pemimpin negeri ini pada saat siapapun itu, sebab dengan system demokrasi yang masih model begini tentu quantity dari rakyat lah yang menjadi targetnya.
Jika pemimpin terpilih adalah yang benar-benar dengan niat untuk murni kemajuan bangsa hal itu sangat lah baik, namun sayang nya itu sekarang semakin jauh dari harapan. Yang ada justru negasi nya, yang semakin vulgar mempertontonkan pencapaian untuk kepentingan pribadi dan golongannya saja.
Model tampilan, kemasan dan jaringan pun berkembang sesuai perkembangan pada target sasaran. Seperti tulian lama tentang negeri media, sampai saat ini media memang masih menjadi main stream jalan untuk men drive target tersebut.
Apalagi sekarang sudah menjadi kebutuhan pokok akan gadget yg puluhan tahun lalu tidak seperti ini, sehingga sekarang berbeda jalur influence nya, dibuat viral, dibuat baik, dibuat biar gak protes dibuat malas komen, dibuat ini dan itu yang target utamanya golongan dan pribadi mereka aman.
Model ini terus bergulir dan selalu berulang
Dan Ironisnya rakyat yang menjadi sasaran selalu terperdaya dengan ini.
Mungkin core masalahnya kembali kepada siapa yg memimpin dan bagaimana niat nya.
System demokrasi kita terlalu memberi ruang untuk petahana mengatur agar posisi nya aman, terlihat tetap demokratis padahal system nya merupakan system yang mereka rancang.
Sudah sering muncul cara untuk mengawasi petahana agar berlaku baik dan sesuai janji-janjinya, namun selalu akhir nya hilang atau dihilangkan.
Negeri media ini di-drive dengan viralisasi di media, agar tidak melulu menyoroti sesuatu yg terkait petahana mereka membuat berita tandingan yang lebih seru, sehingga publik lebih membicaraan itu. Pembicaraan yang melupakan mereka akan esensi kunci yang dipegang petahana. Para pengusung berita itu pun terang-trangan mereka dibayar, mereka dapat besar dengan effort yang mereka pikir ringan.
Dan selalu ada pemaafan dari negeri ini, ya sudah lah.... yang penting masih hidup, masih cukup, masih waras, dll.
Sementara model terus bergulir dan menjadi seperti pola yang berulang.
- Setiap terdakwa terutama korupsi terlihat sangan agamis di pengadilan
- Kunjungan calon anggota dewan, atau mentri atau presiden seperti sangat merakyat, sangat memikirkan rakyat, terlihat bekerja keras untuk rakyat. Padahal itu semua hanya tampilan (casing saja)
- Target kesejahteraan bukan lagi untuk rakyat, tapi rakyat (cukong) yang mana, yg dulu keluar besar untuk kampanye dan biaya atur system agar menang.
- Tindakan untuk koruptor sangan istimewa, sementara sama-sama maling yg lain dibuat sengsara, tidak ada untuk management terbuka kepada rakyat untuk ini, sementara koruptor triliunan pun masih bebas berkeliaran, tanpa terlihat update kepada rakyat usaha menangkapnya, itu uang rakyat, mereka dapat jatah jd aman-aman saja.
- DPR dikendalikan agar legislatif aman, dewan perwakilan yg tidak lagi mewakili rakyat, system nya mereka buat demikian. Artis, dan pengusaha di dalamnya semua cari jalan personal survive untuk diri dan kelompoknya. Mana rakyat yg diwakili? sudah lupa setelah lolos menipu mereka untuk mencoblosnya.
- Project-project tidak ada akuntabikitas atau audit yang bersih, semua diatur. Modal hutang tidak ada transparansi padahal rakyat pemilik modalnya hanya iya dan menanggung hutang nya, sementara penikmat hutang nya terus santai saja seolah bekerja dan bekerja. Kapan akan kembali bersih, uang akan mangalihkan tujuan. Setiap kebohongan akan ditutupin ribuan kebohongan lainnya.
- Harga bahan pokok semakin melinjak, rakyat semakin terhimpit, namun yang ditampilkan di media hanya yg sukses saja. Memang rakyat bisa bertahan namun itu usaha mereka, bukan dukungan pemerintah, pemerintah hanya mendukung sekedar nya saja, formalitas, selebihnya adalah project untuk mereka.
- Tingkat pengangguran kita semakin parah.
Dulu mana ada yg bercita-cita jadi tukang ojek???? sekarang itu menjadi Jenis Pekerjaan yang paling banyak untuk rakyat saat ini.
Ironis melihat mereka disuruh dengan aplikasi beli ini itu, kusam jaketnya karena panas dan hujan, effort dan hasil tidak seimbang, namun terus dipaksa bersyukur, beberapa dapat rezeki yg baik, yga selebihnya kebanyakan terus survive saja.
Mereka ini anak bangsa, pemilik negeri ini. Selanjut nya mereka di tipu lagi lah untuk nyobos, begitu putarannya berulang-ulang.
- Moral bangsa semakin mundur.
Dulu sangat tabu kita dengan pacaran yg berani, itu bergeser dan sekarang malah sangat ironis. Dulu kita bilang Amerika gak ada yang perawan, sekarang Indonesia sudah begitu. Media sebetulnya bisa diatur pemerintah jika pemerintah beritkad untuk itu. Lihat China, mereka sangat mengatur itu sehinga semua mereka atur, inti nya model pengaturan itu pemerintah bisa.
Kita punya menkonminfo ya hanya lembaga saja dengan sedikit saja yg dilakukan untuk tujuan itu. Jika ditanya pasti banyak namun semuanya klise.
Moral bangsa yg lewat media semakin ambruk, terlalu bebas, bahkan ironis nya penghargaan untuk pelaku maksiat malah ada... sangat ironis... ini apa tidak dipikirkan dampaknya yang merusak bangsa? orang pacaran mesra kayak suami istri padahal bukan malah dapat penghargaan, mau kemana generasi berikiutnya?
- Ulama-ulama di pangkas apalagi yg sesuai tuntunan islam jika bertentangan dengan model mereka, astagfirulloh....
Terlalu banyak lagi jika saya tulis list nya.
Semakin miris, akan kemana negeri kita? tetap ada namun hanya ada saja bukan dengan prestasi apa.
Tetap berdoa, semoga ada perubahan yg signifikan, tidak apa-apa drastis, extreme, atau juga 180 derajat, Semoga ada yg memaks kita menjadi baik. Kita tidak ingin sukarela untuk hancur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H