Hidup berkeluarga adalah hidup yang dibentuk atas dasar cinta kasih. Cinta kasih yang terwujud dari sebuah panggilan yang berasal dari Allah untuk mempersatukan manusia yakni antara pria dan wanita.Â
Panggilan kasih inilah, yang menjadi dasar terbentuknya suatu keluarga yang kokoh. Dan tentunya harus mendapat tanggapan yang baik dari pihak manusia atas rahmat cinta kasih yang telah diherikan Allah kepada pria dan wanita dalam suatu ikatan perkawinan.
Di era milenial perceraian sudah menjadi hal yang lumrah, ini menunjukan bahwa menjadi suatu keluarga yang utuh dan setia merupakan sebuah tantangan dan kesulitan yang dialami dalam kehidupan keluarga.Â
Memang banyak keluarga mengharapkan suatu hidup berkeluarga yang penuh dengan kebahagiaan dan sukacita, namun tidak dapat disangkal bahwa kehidupan berkeluarga dapat mengandung penderitaan dan kesulitan.Â
Kesulitan Menjaga Kesetiaan Janji Perkawinan
Perkawinan merupakan suatu kesepakatan antara pria dan wanita yang memiliki satu hati dalam membangun kehidupan rumah tangga yang sehat dan harmonis. Hati mereka tidak terbagi-bagi kepada yang lain.Â
Dalam hal ini nilai moral hendak diperjuangkan sejauh mana, kedua pasangan itu menjaga kesetiaan dan janji mereka di hadapan Allah dan sesama. Penekanan pada kata kesetiaan ini amat sangat penting, karena memiliki makna yang dalam.Â
Kesetiaan disini lebih merujuk pada kesetiaan cinta, dimana ini menjadisuatu seni dari suami dan istri dalam membangun relasi, sehingga membutuhkan disiplin diri, konsentrasi pemberiaan waktu, tenaga, yang sengaja disediakan untuk membangun cinta itu.Â
Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa dalam hidup selanjutnya setelah menikah, hidup keluarga pun mengalami suatu dinamika hidup yang menyertainya. Artinya, setelah hidup selama beberapa tahun, suami dan isteri mulai mengalami pasang-surut dalam membangun hidup berkeluarga.
Dinamika inilah yang menguji bagaimana suami dan isteri tersebut mempertahankan janji yang telah mereka sepakati bersama dalam perkawinan. Memang benar, pada masa-masa awal dalam membentuk suatu keluarga mengalami namanya hidup yang diliputi rasa bahagia dan romantis.Â
Dimana suami dan isteri merasa bahwa perkawinan ini adalah suatu cara hidup yang tepat dan yang dibangun atas daya afeksi-emosional belaka. Setelah itu, dari tahap romantis menuju tahap kekecewaan.Â
Pada tahap ini, hidup keluarga mulai diombang-ambingkan dengan perasaan kecewa. Dimana dari pihak suami merasa tidak diperhatikan lagi oleh isteri dan sebaliknya dari pihak isteri merasa tidak dipedulikan oleh suami. Â