Sekitar pukul 17.00 WIB, gadis kecil ku Naila masuk kerumah dan katanya mau pipis, semantara Nadira yang sulung masih bermain sepeda bersama temannya di gang belakang rumah, biasanya ia kalau mau pipis selalu sama bundanya, tapi kali ini dia tidak mau.
Selang beberapa saat, putra bungsu ku sedang tidur-tiduran dikamar juga merengek dan menangis-nangis, karena kedua serentak menangis, istriku yang lagi asyik menonton tayangan infotaiment mengambil alih dan mengantarkan Naila putriku ke kamar kecil, sementara Indrawadi Junior jadi tanggung jawabku, dia menangis karena pipis di celana.
Usai memasang celana Adli sijunior, aku bawa keluar kamar, sementara Naila juga telah kembali dari kamar kecil,............selang beberapa saat, ketika istri ku akan memasangkan celana Naila dan baru sebelah kakinya yang masuk........tiba-tiba terdengar suara menderu, bergetar dan menghentak-hentak.
Aku berteriak...."gempa.....capek lari kalua", istriku terkejut dan secepat itu pula ia mengendong Naila dan aku mengendong Adli lari keluar rumah.
Semua warga panik dan berhamburan keluar rumah, sambil mengucapkan Asma Allah. Begitu kuatnya gempa, aku masih sempat meneriakkan kepada warga "duduk dan tiarap, perhatikan sekeliling, kok ado yang ka ma impok"!!.
Aku bahkan sempat menghardik istriku untuk duduk, aku masih sempat melihat sekeliling, namun mataku tertuju pada armada kesayanganku Suziki Carry 88 yang diparkirkan di halaman tetangga, aku ngeri melihat,karena roda depan dan belakangnya terangkat-angkat, aku takut seandainya mobil tersebut mundur karena dan menggilas bebrapa tetangga yang sangat dekat dengan posisi mobil tersebut. Aku pucat pasi dan berusaha menenangkan diri dengan mengucap Asma Allah dalam hati saja.
Diantara tangisan dan pekikan serta ucapan Asma Allah, aku masih mendengar piring berjatuhan, suara-suara kaca pecah.
Sekitar 2-3 menit setelah itu, semuanya hening dan saling bertatapan kosong, terdiam pucat. Keheningan dibuyarkan oleh cucuran deras air di atap rumahku, ternyata tangki air yang baru saja di isi penuh pecah dan mengalirkan air yang cukup deras.
Naluri journalistku hilang, walau aku masih sempat mikir akan mengambil camera yang sedang di isi ulang, tetapi aku juga takut akan terjadi gempa susulan. Adlli yang dalam gendongan, aku serahkan pada istriku, aku beranikan masuk kerumah mengambil Handphone, istriku melarang, dia malahan bertanya "Arin mana,...Arin mana"..???. Tak aku pedulikan, dengan agak kasar aku serahkan Adli padanya dan sesegaranya masuk kerumah mengambil Handphone, mataku langsung saja tertuju ke gantuangan celana, HP tersebut tenang-tenang saja tergantung, seperti tak ada kejadian. Sekilas kulihat se isi rumah berantakan, lemari terjungkal, dapur berserakan, dan hebatnya photo anak-anakku di atas pesawat televisi malahan tidak terjatuh kelantai.
Sesampai di luar, para tetangga bertanya padaku, "berapa kekuatannya dan di mana pusatnya, apa akan terjadi tsunami". Aku tidak menjawab, dan menelpon.....tetapi tidak ada nada sambung, tetangga masih nyinyir bertanya, walhasil terpancing juga emosiku dengan suara keras aku menjawab " tunggu sabanta, nampak den sadang manelpon, jaringan kalera ko putuih pulo". Semuanya terdiam dan sepertinya cukup paham.
Semua nomor teman-teman wartawan yang ada di ponsel ku hubungi, hasilnya sama saja..tidak ada nada sambung sama sekali. Beruntung, sehari sebelumnya aku baru saja mengaktifkan kartu XL, beruntung juga handphone Nexian Bery-Bery ku punya dua simcard.