Mohon tunggu...
Money

"Madzhab Iqtishoduna, Madzhab Sang Ekonom Kontemporer Baqir As-Sadr"

26 November 2017   20:53 Diperbarui: 26 November 2017   21:29 827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam roadmap sejarah pemikiran ekonomi, kita mengenal ekonom yang sangat mahsyur di zamannya yang menciptakan dua karya masterpieceyakni Filsafatuna dan Iqtishodunasiapa lagi kalau bukan ekonom Baqir As-Shadr? Ekonom kelahiran Baghdad, Intelektual muda keturunan keluarga syi'ah yang menciptakan sebuah madzhab ekonomi di Era Kontemporer dimana pokok pemikiran dari madzhab ini adalah membedakan antara ilmu ekonomi dan agama Islam, ilmu ekonomi ya ilmu, islam ya islam, pada intinya antara ilmu ekonomi dan agama islam tidak ada kesinambungan.  Pendapat pemikiran ini pada dasarnya dilatarbelakangi oleh ketidak setujuan Baqir As-Sadr terhadap definisi ilmu ekonomi dimana definisi tersebut menyatakan bahwa masalah ekonomi muncul karena sumber daya ekonomi yang terbatas adanya di bumi ini sementara keinginan manusia tidak terbatas jumlahnya.

Menurut Sadr, Definisi ini akan membawa implikasi yang serius dalam ilmu ekonomi, padahal Islam memiliki pandangan yang jauh berbeda dengan itu. Menurut mereka , Islam tidak mengenal sumber daya ekonomi yang terbatas karena Allah sendiri memiliki kemampuan yang tak terbatas, dan Allah S.W.T menciptakan alam semesta yang tak terhingga luasnya, sehingga jika manusia mau dan bisa memanfaatkannya untuk kemaslahatannya niscaya tidak akan pernah habis. 

Padahal sudah sangat gamblang tertera jelas dalam firman Allah Q.S.Al-Furqan ayat 2 "...Dan dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukurannya dengan serapi-rapinya.." (Q.S Al-Furqon), Oleh karena itu dalam Islam sumber daya alam tidak akan pernah habis jika dimanfaatkan dengan baik, saat ini manusia hanyalah mengeksploitirsebagian sumber daya ekonomi yanga da di Bumi, padahal di luar bumi masih banyak terdapat Planet atau Galaxi lainnya. Dengan kemajuan teknologi, manusia kemungkinan akan mampu memanfaatkan sumber daya ekonomi yang ada  di luar bumi, sehingga tidak akan pernah kekurangan sumber daya. Sebaliknya, justru keinginan manusialah yang sesungguhnya terbatas, kebutuhan yang terbatas ini sesungguhnya secara implisit  diakui dalam ilmu ekonomi, misalnya dalam ekonomi mikro konvensional ada istilah marginal utilityyang semakin menurun.

Untuk itu, madzhab ini mengusulkan istilah lain pengganti ekonomi yakni "Iqtishod"Iqtishod berasal dari kata qosada yang berarti between atau setara, selaras, seimbang. Dengan demikian,  iqtishod tidaklah sama dengan pengertian ekonomi dan bukan sekedar terjemahan kata ekonomi dalam Bahasa Arab, Penggunaan kata iqtishod ini dilatarbelakangi oleh permasalahan dasar yang dialami oleh masyarakat yakni distribusi sumber daya ekonomi yang tidak merata, dimana terdapat kesenjangan antara si kaya dan si miskin, akibatnya terciptalah homo economi lupus, dimana kelompok ekonomi yang kuat memangsa kelompok ekonomi yang lemah, Implikasi lebih lanjut mereka menyusun teori-teori ekonomi yang sama sekali purebaru. Teori-teori ini didasarkan kepada Al-Qur'an dan Hadits sebagai sumber hukum tertinggi dalam Islam. 

Meskipun Sadr menganggap perlunya ada perombakan dasar dalam ilmu ekonomi, bukan berarti ilmu ekonomi tidak penting, bukan berarti tidak perlus sama sekali mempelajari ilmu ekonomi. Menurut Sadr (1979) ilmu ekonomi sebenarnya dapat dipilah menjadi dua bagian, yaitu philosophy of economics, normative economics , science of economic serta postif economics.

Positif economics bersifat objective dan universal sehingga juga tetap berlaku dalam Iqtishad. Misalnya teori permintaan dan penawaran yang menunjukan hubungan antara tingkat harga dengan jumlah yang diminta atau ditawarkan. Tetapi, normative economicsadalah suatu yang subjektif, karenanya tidak boleh dikembangkan lebih lanjut, norma-norma ini didasarkan kepada filsafat dan nilai dasar yang diyakini oleh para penyusun ilmu ekonomi, jadi merupakan buah karya pemikiran manusia. Karena islam memiliki norma tersendiri yang didasarkan atas Al-Qur'an dan Hadits, maka kita tidak bisa begitu saja menerima normative economics ini, Misalnya saja konsep sejahtera (welfare)yang menjadi tujuan ekonomi, keadilan, dan efisiensi yang menjadi prinsip ekonomi tentu saja tidak sama dengan apa yang dimaksudkan dalam Islam.[1]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun