Mohon tunggu...
Agnes Mayda Indraswari
Agnes Mayda Indraswari Mohon Tunggu... lainnya -

Aktivis kuliner gadungan yang berpacaran dengan Sekeranjang Rempah Indonesia dan menolak berselingkuh dengan Vetsin (mecin). Tetapi menerima ajakan kencan bersama pena dan kertas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wacana Pernikahan dalam Sebatang Kretek

25 Juli 2012   02:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:40 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Folder kotak masukku berkedip. Sebuah pesan masuk. Dari kanya a keong gmail titik com.

"Untuk mengikuti sunah Rosul dalam rangka membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warhmah, juga dengan ridho Allah SWT kami (Hans & Kanya) akan melangsungkan pernikahan pada hari Minggu 6 Mei 2007, yang bertempat di Komp. Villa Regency Jl. Batu B2/6.
Acara Akad Nikahnya akan dilangsungkan ditanggal yang sama pada pukul 09:00 WIB, dan untuk acara resepsinya akan dimulai dari pukul 11.00 WIB sampai dengan pukul 16:00 WIB.
Tanpa mengurangi rasa hormat kami bermaksud mengundang teman-teman, dan saudara-saudara yang tersayang untuk hadir di acara pernikahan kami ini. Besar harapan kami akan kedatangan kalian, karena katanya pepatah bilang "tiada kesan tanpa kehadiran mu kawan".
***

Semua menikah. Teman-teman sekampusku sudah tidak ada lagi yang berstatus belum menikah. Kalau status pernah menikah dan sedang menikah banyak. Pernah berpikir kenapa kartu tanda pengenal hanya mencantumkan dua kriteria pada profil status, 'belum kawin dan kawin', tidak ada 'pernah kawin'.

Setelah membalas pesan dari teman dekat semasa kuliah dulu ini, lekas kupilih icon shut down. Seperempat malam lagi Mayday. Sebuah perayaan tahunan kaum pekerja. Beberapa hal harus segera kupersiapkan. Tadi siang rumah kontrakkan yang kusewa sedang ramai orang. Kini, mereka mulai beranjak satu persatu.

Aku mendapati Tantra, pasanganku, di beranda kamar. Dia merapihkan perlengkapan teaterikal untuk merayakan demonstrasi damai tanggal 1 Mei tahun ini. Mayday tahun ini memang harus dirayakan dengan sukacita. Di Indonesia, semasa Soeharto menjabat perayaan tanggal 1 Mei ini tidak diperbolehkan, orang-orang yang merayakan hari sakral ini akan dicap sebagai komunis pada masa Orde Baru.

"Istirahat dulu sana..." ucapnya disertai senyum, berikut lesung pipi pada wajah perseginya.

Kuperhatikan baik-baik. Ada peta BANDUNG yang beberapa jalannya berwarna merah ditaruh di lantai di sebelah kursi yang didudukinya. Ya,beberapa jam lagi kami akan melakukan aksi dengan rute Gedung Sate bergerak menuju Polda Jawa Barat berakhir di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinaskertrans) Jawa Barat.

Sambil senyum, aku berpikir pesan dari Kanya yang kubaca tadi.

"Apa kamu akan meminangku tahun ini?" tanyaku kepada laki-laki yang telah tiga tahun ini berlabuh dan menyatu dengan kosmosku.

Dia memandangiku, "Kemungkinan, iya!"

Aku kembali bertanya, "Lalu apa maharmu?"
Dengan menyampingiku, dia tersenyum kemudian mengambil sebatang rokok kretek. Mancis dinyalakan. Hisapan pertama. Ffuuufttt. Tarikan napas. Diam.

"Tak usah berpikir tentang perhiasan dan alat ibadah",bisikku sambil merapihkan rambut. "Mayday di Gedung Sate hanya membutuhkan bendera dan toa...," tambahku.

Mayday di Gedung Sate... dia mencoba menerka apa yang kumaksud dengan "Mayday di Gedung Sate hanya membutuhkan bendera dan toa".

Aku mengangguk-anggukkan kepala. "...ya, hal itu, bisa menjadi rangkaian sakral kita," ucapku lirih karena aku menangkap tanda tanya darinya.

Dia menatapku. Mematikan api rokoknya. Mencium keningku. Setelah itu pelan-pelan dia membisikku. "Tadinya maharnya memang direncanakan hanya selembar bendera merah tak bergambar,sebatang bambu 1,5 meter, satu buah toa kecil, dan spanduk sepanjang 3x1 meter, tidak lupa sebuah baligo anti imperialis dengan meminta bantuan seorang seniman merah. Tetapi rupanya keinginan berkembang untuk merayakannya dengan diskusi publik tentang pernikahan dan antikapitalisme global."

"Setelah diskusi tersebut, kuingin kau menyanyikan lagu Internasionale sebagai penutup acara sakral kita," kataku sembari hendak mencubit lengannya.

25 Juli 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun