Mohon tunggu...
indra sinaga
indra sinaga Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kekancan

29 Maret 2019   20:23 Diperbarui: 29 Maret 2019   20:32 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Langkahku terhenti sesaat memandang lurus ke depan. Air mata sudah memenuhi kelopak mata membuat penglihatan mataku sedikit kabur. Saat aku memejamkan mata secara perlahan, saat itu juga bulir ini mengalir melintasi wajahku bersamaan dengan tetesan hujan.

   Tak ada yang spesial dalam diriku. Aku sama seperti yang lain, seorang remaja yang mulai mengerti akan kata suka. Jika boleh memilih aku tak ingin memliki rasa suka tapi sayang semua itu sudah takdir.

"OKTA!!"
   Aku langsung menoleh kepadanya, "Enggak usah teriak juga manggilnya, bisa?"
Dia menatap tajam ke arahku dan tiba-tiba tersenyum yang menimbulkan sejuta tanya dalam hati.
"Aku udah panggil kamu lebih dari 10 kali, makanya aku teriak," balasnya. Aku hanya terdiam karena, memang aku tidak mendengar apapun kecuali yang dibagian dia teriak.
"Kamu mikirin apa?" tanyanya. Aku menggerakkan kepala ke kiri dan ke kanan tandanya tidak. Ia menghelah nafas dengan berat, "Apapun itu saya cuma bisa doa yang terbaik," ucapnya.

***

   Jam pelajaran dilanjutkan kembali, penjelasan dari guruku dengar dengan baik. Tiba-tiba lonceng berbunyi, membuat guru mengakhiri pelajaran dan semua siswa berhamburan keluar.

"Sil, dia itu beneran?" tanyaku.
"Sepertinya iya, tapi aku kurang tau. Kamu masih?" balasnya menatapku. Aku menganggukkan kepala tanda iya.

   Kami berjalan keluar menuju gerbang sekolah, sudah tak ada siapapun di sini hanya ada aku dan Sisil yang ada di sebelahku. Mataku menerang ke segala penjuru. Sudah pulang.

   Saat hampir tiba di gerbang sekolah, titik fokus lensa mataku tiba-tiba saja berhenti dan tidak mau bergerak. Aku mencoba memfokuskan penglihatanku. Aku benar, tidak salah lihat.

   Aku mencoba menahan semuanya, hingga seorang menepuk pundak ku. Aku hampir melupakannya dari tadi aku masih bersama Sisil. "Aku cuma ingin kamu tau yang sebenarnya kalau yang aku bilang itu benar Okta" ucapnya berat.

   Dengan satu tarikan nafas, "Makasih atas semuanya Sil, kamu memang sahabat aku."
Aku langsung pergi meninggalkan Sisil yang masih ada di sana. Aku berjalan dengan cepat dan menambah volume lagi hingga bisa berlari. Langit yang tadinya biru dalam sekejap berubah menjadi hitam.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun