Mohon tunggu...
Indra Safitri
Indra Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi

Praktisi Hukum, Arbiter, Pengajar dan Praktisi GCG

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Labirin Penegakan Hukum Indonesia

2 Agustus 2020   18:51 Diperbarui: 2 Agustus 2020   18:49 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penegakan hukum ada di pundak para Penegak Hukum, ketika mereka dapat menujukan antara aturan dan tindakan ditegakan sama, maka pastilah kita tidak akan khawatir kalau hukum bisa dipermainkan. Ketika heboh soal Joker yg datang dan pergi, hiruk pikuk saling tuding dan jadi tontonan diberbagai kanal media, tanpa ada yg mau mengakui kesalahan dan tanggung jawab. Tanpa tahu siapa dalang sebenarnya, namun berakhir "bahagia". 

Buronan berhasil di bawa dan keadilan segera akan ditegakan, demikian harapan banyak orang. Tentunya penghargaan dan terima kasih layak diberikan kepada siapa saja yg memang berjuang ikhlas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Bravo....!

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ketegasan penegak hukum dan lembaga peradilan untuk kasus tersebut adalah tanda bahwa instrumen penegakan hukum dinegeri ini sudah lebih baik? Atau hanya fotamargana belaka-kasuistis-isu internal atau jangan-jangan ada hal yang lebih absurd yang sedang terjadi. Hanya waktu yang akan menjawabnya. 

Sesungguhnya dari kontroversi ini hikmah yang ada jangan kita sia-siakan begitu saja-hilang tergerus berita lainnya - harus ada upaya untuk memperbaiki kelemahan yg ada. Sehingga labirin yg sering menyesatkan para pencari keadilan punya cahaya sebagai pedoman mencari kebenaran.

Bercermin dari kasus Joker ini, maka tudingan pertama terkait dengan peran advokat yg kerjanya mirip broker ketimbang lawyer, profesi yg bekerja sesuai dengan hukum plus etika. 

Tapi tunggu dulu rekan sejawat....bukankah seorang Advokat dilarang menolak klien yg datang apa lagi ada rasa keadilan yang terusik?. Setuju...namun membela klien membabi buta agar kita tak terjerumus dalam ketidakpantasan dan perbuatan tercela, dengarkan nurani mu, dia akan bicara jujur. 

Uji semua prilaku profesi tersebut di Dewan Kehormatan agar marwah dapat terjaga. Ada juga beberapa penegak hukum yg konon ikut membantu pelarian tersebut yg harus mempertanggung jawabkan perbuatan mereka. Ah....sudahlah sebentar lagi juga banyak yg akan mengantri, siap mendampingi.

Gegap gempita kasus tersebut harusnya berbanding sama dengan tindakan nyata, misalnya selain karena ada human error-tunjukan juga perbaikan terhadap sistem dan tanggung jawab kelembagaan lainnya. 

Semoga cerita ini tidak berlanjut lagi selama pengadilan mampu menjaga dirinya. Cukup sudah masyarakat dipertontonkan dengan banyaknya pernyataan yang berapi-api bicara kasus ini karena katanya kasus ini telah mempermalukan banyak pihak, masyarakat menunggu janji konsistensi, agar tidak terulang lagi.

Bukankah cerita yg sama juga pernah terjadi dan ketika buronan bisa bebas dan masuk kapan saja ada karena ada "jalan tikus", demikian kata Pak Menteri kita. Hakim tak takut berselingkuh dari pakem Peninjauan Kembali, karena Komisi Yudisialnya tidak bergigi. 

Ada banyak komisi-komisi tapi kewenangan sebatas auditor internal, itupun baru bergerak malu malu kalau tergigit oleh heboh tagar di medsos. Ambyar! Jangan salahkan buronannya karena kroposnya sistem dan banyak yg tersenyum bersedia membantu.Ibarat pepatah " if money starts talking, even the angels starts listening".

Indonesia sudah banyak membuat perjanjian ekstradisi dan berbagai perjanjian international lainnya yg intinya sebagai senjata untuk mengejar dan membawa buronan dan hartanya. Efektifkah itu, ternyata belum maksimal kecuali untuk beberapa kasus khusus yg menjadi perhatian pemerintah. 

Dengan kata lain gigi kita diluar negeri untuk urusan rampas merampas harta hasil kejahatan perlu ditingkatkan secara serius. Ada rencana tim pemburu koruptor akan dilahirkan kembali. Rencana bagus selama barrier yg selama ini menghambat efektifitas tim dapat dihilangkan.

Saat ini untuk menyembunyikan harta diluar negeri tidak ada larangan, bebas merdeka. Cinta NKRI tidak sejalan dengan Cinta Rupiah.Belum lagi banyak layer-layer finansial dan transaksi aset yg rumit dan legal dapat dilakukan, jadi inti ceritanya kalau "barang itu", ada di negeri orang tidak semudah membalikan telapak tangan untuk memboyongnya ke negeri ini. Enaknya buronan Indonesia, hartanya aman terproteksi, banyak yg mau jadi nominee. Harta berkembang biak tanpa takut di ambil alih tim pemburu korupsi.

Setiap pemerintahan selalu punya cerita soal mimpi mengejar "harta karun" dari yang konon ada di Swiss sampai emas di Bogor. Membawa buronan dan menghiba agar mengembalikan harta yg dicuri ke negara. Namun tetap saja tidak mudah menambah pundi pundi negara halang rintang selalu saja ada. Buronan BLBI, KPK dan konco konco lainnya apa khabarnya? 

KPK lahir di tengah kebencian pada praktek korupsi di Indonesia. Tidak heran lembaga anti rasuah tersebut jadi tempat menggantung asa untuk Indonesia yang bebas korupsi. Seandainya KPK punya kekuatan memburu para buronan alangkah bangganya kita, sayang kesempatan menambah otot itu tak dimanfaatkan ketika undang undang disempurnakan. 

Semestinya harus ada reformat baru tentang peran kelembagaan yg berkaitan dengan kejahatan ekonomi dan keuangan yang merugikan perekonomian negara. Gegap gempita ekonomi baik sebelum dan sesudah Covid-19 bukan tidak mungkin akan melahirkan buronan keuangan baru yg nilainya lebih besar. 

PPATK jangan diam, tunjukan jati dirimu seperti diawal-awal pendirian kala itu, selalu sigap bergandengan tangan dengan KPK dan penegak hukum lainnya ketika berseliweran rekening-rekening tidak wajar.

MA baru saja mengeluarkan Perma No.1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang  merupakan alat bagi Hakim untuk dapat memutuskan berdasarkan kepastian dan proporsionalitas pemidanaan demi keadilan. 

Hati-hati bagi koruptor yg membawa kabur uang keluar negeri plus dengan modus canggih pencucian uang maka hal tersebut termasuk dalam aspek kesalahan tinggi dan bila kerugian negaranya lebih dari Rp.100 miliar bisa dibui seumur hidup. Ini adalah matrik penting agar Hakim dapat secara terukur menentukan mana dalang dan mana kroco.

Momentum ini penting untuk konsolidasi penegakan hukum yang berjalan seiring dengan pemulihan ekonomi akibat Covid-19. Benalu yg menggangu kepercayaan masyarakat untuk bisa menatap masa depan yg lebih baik harus dibersihkan. Labirin penegakan hukum yg berliku-liku harus di by pass oleh leadership yg kuat dari tokoh hukum yg jujur dan berintegritas. 

Saatnya bertindak!

Indra Safitri

Praktisi Hukum

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun