Investor Asing dirindukan karena membawa pundi pundi investasi buat negeri. Rencana besar mereka punya andil untuk membuka lapangan baru, agar saudara, anak dan tetangga kita bisa bekerja dan mendapatkan nafkah bagi keluarga.Â
Semua negara, ingin mereka hadir-ibarat pepatah " kecil telapak tangan, nyiru ditadahkan".Â
Fasilitas izin super cepat, hak ekslusif selama-lamanya, tanah murah bebas dari makelar tanah, Â pokoknya apa yang membuat mereka mau datang akan diformulasikan, asalkan membawa dollar, yuan atau riyalmu datang ke negeri kami.Termasuk juga teknologi agar kita jangan hanya jadi tukang jahit.
Begitulah mimpi yang ingin diwujudkan agar ekonomi negeri ini makin kuat dan tak terhempas dalam badai persaingan ekonomi dengan negeri lain. Modal asing akan mengalir ketempat yang paling menguntungkan, tak peduli apa bentuk negaranya.Namun tak mudah untuk mewujudkan itu semua, karena pemilik modal itu juga punya kriteria dan kepentingan mereka sendiri.Â
Ada banyak kriteria yg disusun agar asing mau masuk antara lain " ease of doing business" yang intinya adalah kemudahan dan perlindungan. Untuk tahun 2019, New Zealand No. 1 dan tetangga deket-Singapura  No.2, sedangkan kita ada di No.70 dari 190 negara.
Banyak kata kunci yg di cari investor asing ketika melirik Indonesia, sayang kita masih merah dalam hal kemudahan memulai bisnis (140), mengurus izin konstruksi (110), pendaftaran properti (106),transaksi lintas negara (116) dan penegakan hukum kontrak (139).Â
Indikator yang nilainya  rendah adalah kemudahan mendapatkan listrik (33), kredit (48),perlindungan minoritas (37), bayar pajak (81) dan penyelesaian pailit (38).
Masih banyak pekerjaan rumah yg harus kita lakukan agar aliran dana asing makin banyak masuk dan memberikan manfaat sebanyak mungkin terhadap perekonomian negeri. Dalam prakteknya ternyata tidak mudah. Tahun 2020 ini harapannya lebih dari 800 trilyun rupiah target investasi masuk begitu harapan dari BKPM.
Saat ini ekonomi dunia saling ketergantungan dan terintegrasi, boleh jadi kalau angka penegakan kontrak masih tinggi artinya berbisnis di Indonesia ada risiko kontrak tidak dihormati dan gigit jari.Â
Asing akan berhitung menempatkan bisnis mereka ke negara yg jaringan produksi mereka rentan dengan gangguan. Walaupun kita menggadang-gadang punya banyak bahan baku murah, tapi sulit di eksekusi, apa lagi bila timbul sengketa.Â
Perlu terus membangun keselarasan antara judicial system dengan economic interest, diantaranya hilangkan prilaku kriminalisasi kalau urusannya bermotif ekonomi semata, ruwet kalau setiap yg rugi harus dipenjara.