[caption caption="Uang Kuliah Tunggal (UKT) di PTN Terkemuka Tahun 2015"]
Mengingat pemberlakukan UKT golongan 1 dan 2 diperuntukan bagi keluarga yang kurang mampu secara finansial maka saya mengkalkulasi untuk golongan 3 jurusan Pendidikan Dokter sebesar Rp. 7.250.000 di tahun 2015. Asumsi bahwa kenaikan biaya pendidikan setidaknya 10 persen atau Rp.725.000 pertahun maka dapat diperkirakan ketika anak saya saat ini berusia 5 tahun dan menempuh pendidikan kuliah tahun 2028 (13 tahun kemudian) maka kemungkinan UKT yang diberlakukan di tahun 2028 adalah berkisar Rp. 16.675.000 per semester.
Mengetahui besaran biaya yang diperlukan tentu akan membuat saya berusaha mempersiapkan dana secara optimal mengingat selain kebutuhan SPP tentu ada kebutuhan lain yang juga dipersiapkan sepert biaya tinggal, makan, akomodasi, pembelian buku, penelitian anak, dan sebagainya. Oleh karena itu seyogyanya orang tua lain pun mulai mencari tahu besaran biaya pendidikan anak saat ini agar kelak impian mereka dapat tetap terwujud tanpa ada kendala berarti.
2. Kentalnya Pola Berpikir “Rejeki Saat Ini adalah Untuk Hari Ini”
Rejeki memang telah diatur oleh Tuhan YME, namun bila para orang tua masih memegang prinsip “Rejeki Saat Ini adalah Untuk Hari Ini” maka tidak menutup kemungkinan saat anak akan menempuh pendidikan yang lebih tinggi justru orang tua tidak memiliki tabungan yang cukup. Hal yang paling sering ditemukan di masyarakat, ketika pendapatan bulanan (gaji) orang tua atau disaat orang tua memiliki rejeki berlebih seringkali justru digunakan untuk tindakan konsumtif seperti membeli barang, mengkredit kendaraan, atau digunakan untuk bertamasya bersama keluarga. Alhasil gaji/pendapatan telah habis dan tabungan nihil.
Saya belajar banyak dengan cara orang tua terdahulu yang menyisihkan pendapatan mereka dengan menaruh sebagian uang di bawah bantal, celengan, atau tempat yang dirasa aman. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak seperti biaya sekolah, membeli perlengkapan sekolah, membayar buku, dan sebagainya. Justru saya menilai, orang tua pada masa dulu lebih bijak dalam mengelola keuangan untuk anak dibandingkan orang tua saat ini yang cenderung konsumtif.”
3. Kurangnya Proteksi Masa Depan
Bagi kompasianer yang sudah memiliki anak, sudahkah kita memproteksi diri dari hal-hal yang tidak diharapkan dikemudian hari seperti resiko kematian dan resiko ketidakmampuan bekerja. Usia seseorang memang tidak dapat ditebak, namun bukan berarti kita harus berpasrah mengingat masih ada tanggungan khususnya kepada anak dikemudian hari. Orang tua yang kurang cerdas hanyalah mereka yang hanya berpikir bahwa saya akan memenuhi kehidupan keluarga dan pendidikan anak semasih saya hidup. Tidakkah kita berpikir disaat kita tidak lagi bisa bersama dengan keluarga, siapakah yang akan menanggung pendidikan anak? Semua rencana pendidikan anak yang telah dirancang jauh hari bisa saja hilang tidak berbekas karena faktor usia orang tua.
Faktor lainnya yang kurang diperhatikan orang tua adalah resiko ketidakmampuan bekerja. Kondisi ekonomi saat ini cenderung fluktuatif yang menyebabkan banyaknya resiko bagi para pekerja. Merujuk pada berita di salah satu media online menyatakan bahwa ada potensi Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) sebesar 100.000 tenaga kerja di tahun 2015 akibat perekonomian yang tengah melesu (Berita selengkapnya klik disini). Bahkan beberapa kali terjadinya krisis global seperti yang terjadi di tahun 1997-1998 maupun krisis eropa di tahun 2009 yang membuat banyak pekerja yang mengalami PHK tentu perlu menjadi pembelajaran agar perencanaan pendidikan anak tidak terganggu meskipun keadaan ekonomi dalam kondisi labil.
4. Kurangnya Kesadaran Terhadap Tabungan/Investasi/Asuransi Dana Pendidikan
Saat ini mulai banyak lembaga keuangan yang menawarkan investasi/tabungan dana pendidikan namun masyarakat justru masih ragu untuk memanfaatkan peluang ini. Padahal dengan memanfaatkan investasi dana pendidikan ibarat kita telah memiliki partner yang siap mem-backup kebutuhan pendidikan putra/i kita dikemudian hari. Kendala yang sering ditemukan adalah para orang tua lebih memilih untuk bekerja lebih giat, mencari penghasilan tambahan atau justru mengurangi standar pendidikan yang akan dituju untuk menyiasati kenaikan biaya pendidikan saat ini. Permasalahan ini sebenarnya masih bisa diatasi bila orang tua dapat memanfaatkan penawaran investasi dana pendidikan dari lembaga keuangan yang terpercaya.
Berkaca pada kesalahan yang kerapkali dilakukan oleh para orang tua dalam mempersiapkan pendidikan anak, saya tertarik melihat investasi dana pendidikan yang ditawarkan berbagai perusahaan keuangan sebagai “sahabat” yang siap membantu mewujudkan mimpi anak. Sebagai orang tua, kita juga harus berpikir realistis bahwa penghasilan yang kita terima setiap bulannya harus dapat memenuhi berbagai kebutuhan baik rumah tangga, operasional, hingga pendidikan anak.
[caption caption="Impianku ketika Anakku Menjadi Dokter (Sumber Gambar Klik disini)"]
[/caption]Dapat dibayangkan seandainya saat ini, saya memiliki anak yang akan masuk ke Jurusan Pendidikan Dokter di UGM dengan sistem pemberlakuan UKT Golongan 3 sebesar Rp. 7.250.000 maka dapat dipastikan gaji saya dan istri untuk kurun waktu 1 bulan habis untuk membayar SPP anak. Padahal masih banyak kebutuhan yang harus dipikirkan pula.