Para manajer dan/atau pemimpin yang sangat status-conscious tentunya lebih berkepentingan untuk berbicara tentang ide-ide mereka sendiri daripada mendengarkan yang dikatakan oleh orang lain, walaupun pihak lawan bicara menunjukkan sikap mau belajar sesuatu. Memang menjadi pihak yang “mendengarkan” mengancam self-image dari manajer atau pemimpin seperti itu. Tidak demikian halnya dengan para manager atau pemimpin yang berorientasi pada pengabdian atau pelayanan dalam memainkan peranan mereka sebagai pemimpin.
Dalam servant leadership yang dipopulerkan oleh Robert K. Greenleaf [1904-1990], “mendengarkan” ditempatkan sebagai urutan pertama dari 10 (sepuluh) karakteristik seorang “pemimpin yang melayani” atau servant leader (lihat tulisan saya yang berjudul “Pemimpin yang Melayani [Servant Leader]” dalam KOMPASIANA, tanggal 23 Maret 2014).
Mendengarkan dengan efektif/aktif.
Mendengarkan secara efektif/aktif itu jauh dari mudah. Tidak hanya diperlukan konsentrasi serius atas apa yang dikatakan oleh lawan bicara kita, melainkan juga menaruh perhatian pada berbagai isyarat yang ditunjukkan lewat wajah dan “bahasa tubuh” lainnya. Isyarat-isyarat non-verbal dari pihak manajer/pemimpin menyampaikan pesan bahwa dia mendengarkan dan berkonsentrasi atas apa yang dikatakan oleh pihak lawan bicara. Mendengarkan dengan aktif seperti itu dapat sangat bermanfaat. Orang di mana-mana biasanya sangat senang kalau pesannya didengarkan oleh orang lain, juga untuk berhubungan dengan audiensi yang bersikap reseptif terhadap pemikiran-pemikiran dan keprihatinan-keprihatinannya. Mendengarkan secara aktif sangat berguna untuk memupuk relasi dan rasa bahwa kita menghargai pribadi yang menjadi lawan bicara kita.
Dean Rusk [1909-1994], adalah menteri luar negeri Amerika Serikat dalam pemerintahan presiden Lyndon Johnson. Dean Rusk dikenal sebagai orang yang piawai dalam berkomunikasi secara lisan dan dia dinilai memahami kuat-kuasa dari “mendengarkan”. Pengalamannya dalam bernegosiasi dengan para pemimpin politik di seluruh dunia meyakinkan dirinya bahwa “mendengarkan adalah meyakinkan orang-orang dengan telinga-telingamu” (lihat A. Schriberg et al., PRACTICING LEADERSHIP – PRINCIPLES AND APPLICATIONS, New York, N.Y.: John Wiley & Sons, Inc., 1997, hal. 79).
Beberapa pedoman
Walaupun sulit untuk menjadi seorang pendengar yang baik, hal tersebut bersifat hakiki untuk memperoleh pemahaman atas pesan-pesan yang dikomunikasikan kepada kita oleh pihak lawan bicara kita.
Untunglah “effective listening” atau “active listening” merupakan keterampilan yang dapat dipelajari. Berikut ini adalah “panduan-panduan” atau katakanlah “pedoman-pedoman” yang dapat anda gunakan :
1. Berhentilah berbicara! Anda tidak dapat mendengarkan apabila anda sedang berbicara. Apakah anda sedang mendengarkan atau berpikir tentang apa yang anda akan katakan nanti?
Polonius (Hamlet): “Give every man thine ear, but few thy voice.”
2. Dengarkanlah ide-ide utama yang disampaikan oleh lawan bicara anda.