Dalam kajian Hukum dan HAM, negara indonesia sangat mengedepankan nilai keadilan dan kebebasan berpendapat, namun pada praktiknya banyak warga masyarakat merasa dirugikan oleh salah satu pihak yang memiliki wewenang dalam sistem peradilan itu sendiri. Mungkin hal ini yang membuat banyak masyarakat setuju dengan pendapat J.J. Rousseau tentang tidak adanya sistem keterwakilan dalam pembuatan peraturan.Â
Maka dari itu, timbulah penolakan dan demo besar-besaran dikarenakan ketidaksetujuan warga masyarakat akan adanya peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan, seperti halnya yang terjadi pada tahun 2019 dan 2020 tentang RUU KPK dan RUU Cipta Kerja. Di sisi lain banyak juga yang mendukung dengan aturan yang telah ditetapkan dikarenakan hal tersebut sangat relevan di terapkan di negara yang berpenduduk kurang lebih 273 juta orang yang penuh dengan perbedaan.Â
Unsur lain dalam kajian hukum dan HAM ialah masalah pelanggaran dan pengadilan HAM yang secara jelas tertulis dalam UU No. 26 Tahun 2000. Pelanggaran HAM dikelompokan dalam dua bentuk, yaitu pelanggaran HAM berat seperti halnya kejahatan genosida dan kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM ringan yaitu selain dari bentuk pelanggaran HAM berat.
Hukum dan HAM di Indonesia sangat di junjung tinggi oleh semua warganya untuk menciptakan keadilan dan kedamaian yang di impikan. Kita tidak bisa sewenang-wenang dalam memainkan hal itu di karenakan indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi sifat kebersamaan dan kekeluargaan.Â
Sebagai warga masyarakat yang patuh akan adanya aturan yang telah di tetapkan oleh lembaga tinggi negara, kita diperbolehkan untuk mengajukan pendapat dan pandangan terhadap apa yang ada saat ini dengan berpatokan pada struktur dan syarat yang ada, agar terciptanya perdamaian, kerukunan dalam masyarakat dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H