Mohon tunggu...
indra mangkuto
indra mangkuto Mohon Tunggu... Freelancer - Mountaineering | Running | Cycling | Swimming

Petualangan alam bebas dan olahraga outdoor

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gowes Tiga Negara (Bagian Kedua)

16 September 2020   16:24 Diperbarui: 16 September 2020   16:43 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini hari keempat.

Kami check out dari hotel sebelum zuhur. Sengaja agak terlambat karena perjalanan kemaren sudah larut malam. Sayang sudah bayar penginapan tapi tidak dipergunakan maksimal..hehe... Disamping itu sebenarnya Johar Baru tidak terlalu jauh lagi. Kurang lebih 12 km.

Di bawah panas terik matahari perjalanan kami mulai. Baru beberapa kilometer sepeda kami kayuh, perut pun mulai terasa keroncongan. Baju yang saya kenakan basah oleh keringat. Hotel tempat kami menginap tidak menyediakan sarapan. Saya dan Pak Dedi tadi pagi sudah mencoba mencari sarapan yang halal namun tidak kami jumpai. Ternyata daerah tempat kami menginap semalam dominan dihuni oleh warga keturunan China.

Di dekat stasiun terdapat warung nasi lemak dan ayam goreng Wak Kentut. Kami mampir di sana. Namanya sedikit aneh. Tapi memang ayamg gorengnya enak, berbeda dengan ayam KFC yang kita lihat. Ayam gorengnya sedikit berminyak. Tidak lupa kami pesan minuman dingin.

Waktu di Malaka saya pesan minuman teh es, tapi yang diberikan teh susu es. Ternyata kalau mau pesan teh es di sini bilangnya teh "O" es. Teh kosong tanpa susu es. Hehehe...ada-ada saja...

Azan zuhur telah berkumandang. Kami sepakat untuk jama' ta'khir nanti diwaktu ashar. Sehabis makan siang obrolan kami semakin panjang. Ustad bercerita kalau dahulu dia bekerja di Telkom-nya Malaysia. Dengan gaji lumayan besar. Tapi kemudian dia putuskan untuk berhenti karena tidak ingin lagi merasa terikat. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekarang Ustad membuka praktek bekam dan usaha herba bersama istri. Kalimat yang selalu ingat dari Ustad adalah "Selagi kita hidup rezki sudah Allah tentukan". Jadi jangan takut rezki kita akan tertukar...

Pukul 14.30 kami mulai berkemas untuk melanjutkan perjalanan. Matahari masih terasa terik. Kami kayuh sepeda di tengah ramainya lalu lintas.

Kumandang azan bergema dari sebuah masjid di Sendai. Kami segera menuju masjid. Selesai shalat kami kedatangan "Mamak"nya istri om Fajar. Yang sebelumnya sudah berkomunikasi dengan om Fajar rencana kedatangan kami. Kami pun diajak mampir ke rumah.

Pak Azhar ini sudah puluhan tahun di Johar Baru. Sejak lama membuka usaha tempat makan dan restauran. Beliau adik kandung dari ibu mertua om Fajar. Begitu cerita beliau saat menjamu kami di rumahnya. Kami menginap malam itu di rumah beliau.

Selepas maghrib, kami dijemput anak angkat Pak Dedi yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahnya Pak Azhar. Dengan sebuah Proton Exora kami diajak makan malam disebuah rumah makan sea food. Sebelum pulang kami diajak keliling kota Johor Baru. Menikmati ramainya suasana malam.

Ini perjalanan hari kelima. Tujuan ke Singapura. Ada tambahan anggota rombongan. Namanya Fauzi. Badannya cukup berisi, punya rambut sebahu. Kalau tidak salah, Fauzi merupakan kemenakan Pak Azhar. Sudah lama juga di Johar Baru. Informasinya sehari-sehari bekerja sebagai fotografer. Tidak heran kalau dia perbaiki setelan kamera DLSR yang dipakai Pak Dedi untuk mengabadikan setiap momen perjalanan ini.

Pukul 07.00 kami mulai berangkat. Rencananya mampir dulu di Rumah Makan Pak Azhar. Sarapan pagi.

Johar Baru kota besar. Lalu lintas begitu ramai. Kurang lebih 30 menit mengayuh sepeda akhirnya sampai juga di rumah makan pak Azhar. Di depan toko terpampang tulisan "Restoran Nasi Padang Azhar". Terlihat pak Azhar sudah asyik dengan adonan roti canenya.

Pagi ini sarapan kami lontong sayur, ditemani segelas kopi. Kami berkenalan juga dengan anak sulung Pak Azhar, yang turut serta mengelola restoran.

Cukup lama kami di restoran Pak Azhar. Awalnya menunggu Fauzi yang nyusul belakangan. Selain itu menunggu Ustad yang terlanjur meloundry pakaian. Sekitar pukul 11.00 baru kami berangkat setelah berpamitan dengan Pak Azhar.

Informasi dari Om Fajar, di Singapura nanti kita juga ditunggu seorang teman Federalis yang akan mengiringi perjalanan. Katanya sudah sejak tadi menunggu diperbatasan.

Kali ini sepeda kami pacu lajunya. Di depan kami Fauzi memimpin rombongan. Rutenya menuju Woodland. Mungkin kalau gak ada Fauzi, kami sudah putar-putar di Johar Baru. Hahaha...

Sebelum sampai di Woodland kami mampir dulu ditugu Kilometer Nol Benua Asia. Tak lupa kami abadikan bersama. Setelah berfoto ria perjalanan dilanjutkan.

Setelah mampir di Money Changer, kami jumpa dengan seorang pria berambut gondrong berkaos oblong. Namanya saya lupa. Tapi yang jelas teman petouring juga. Ajakan untuk ngopi bareng dengan halus kami tolak karena mengingat waktu yang tersisa. Di seberang sana ada teman om Fajar yang sudah menunggu lama.

Di ujung jalur, kami berpisah dengan Fauzi. Rencana ini berubah karena habis gowes di Singapura kita langsung menyeberang ke Batam. Tidak lagi balik ke Johar Baru seperti rencana semula.

Kami menyeberang menggunakan jalur sepeda dan kendaraan roda dua. Antrian panjang terjadi di bagian imigrasi. Kurang lebih satu jam kami baru selesai. Jam sudah menunjukkan pukul 12. 30. Rencana kami terlebih dahulu mencari masjid An-Nur untuk shalat zuhur, sekaligus menjumpai teman om Fajar yang sudah lama menunggu.

Namanya Om Lutfi. Teman om Fajar yang berasal dari Federalis Batam. Sehari-hari ia bekerja di Singapura. Pulang balik dari Batam. Jadi tidak heran kalau sangat mengenal liku-liku kota Singapura.

Sehabis zuhur kita langsung berangkat. Dengan sepeda lipatnya Om Lutfi yang memimpin rombongan. Jalurnya datar tapi banyak persimpangan. Kurang lebih 2 jam perjalanan kami sampai di Masjid Sultan. Masjid tua nan bersejarah. Sehingga ramai dikunjungi para wisatawan.

Di samping Masjid Sultan terdapat rumah makan Padang. Di sana kami makan siang. Butuh kesabaran, karena antriannya cukup panjang...hehe...

Dari Masjid Sultan kami langsung menuju ikonnya Singapura. Apalagi kalau bukan si singa muntah yang sangat terkenal. Merlion namanya. Entah mana yang benar, patung ikan berkepala singa atau patung singa berbadan ikan dengan air yang muncrat dari mulutnya. Saya tak tahu darimana asal muasal sejarahnya.

Terlihat Pak Dedi tak henti-hentinya memotret dengan DSLR-nya. Sampai-sampai ganti kostum segala. Seperti biasa, sebagai bahan di halaman Facebooknya. Hehe...

Sore itu kawasan Merlion ramai pengunjungnya. Kebetulan ada juga wisatawan yang datang dari Indonesia. Dari Sumatera Barat tepatnya. Karena kami berbahasa minang, maka mereka langsung menyapa. "Dari ma...?" Setelah berkenalan ternyata mereka rombongan keluarga dari Banuhampu Sungai Puar. Tidak lupa kami pun berfoto bersama.

Setelah puas berfoto di Merlion, perjalanan kami lanjutkan ke Universal Studio. Sebuah wahana permainan yang terkenal di seluruh dunia. Kami tidak masuk, cuma sekedar mengabadikan momen di depan bola dunia yang menjadi ikonnya.

Kami tak berlama-lama. Universal Studio menjadi akhir perjalanan kami di Singapura, dan waktu perpisahan kami dengan Ustad pun sudah tiba. Beliau begitu setia mendampingi perjalan kami sejak dari Malaka. Dalam hati saya berdoa semoga lain waktu kami bisa berjumpa....

Kapal ferry berangkat dari HarbourFront pukul 19.00. Perjalanan ke pelabuhan Sekupang Batam tidak begitu lama. Kurang dari satu jam. Selepas isya kami sudah mendarat di Batam.

Di pelabuhan kami sudah ditunggu Om Venal Cs, teman-teman Federalis Batam. Karena sudah malam kami dinaikkan ke sebuah blind van. Kalau tidak salah mobil operasional sebuah catering. Kurang lebih 20 menit perjalanan kami sampai di markas Federalis Batam. Mereka menyebutnya padepokan. Rumah perumnas yang dijadikan bengkel sekaligus tempat tinggal. Semacam House Shower bagi para petouring. Karena sudah lapar, kami diajak ke sebuah rumah makan. Di sini, satu persatu teman-teman Federalis lainnya berdatangan.

Obrolan kami teruskan di padepokan. Secara pribadi saya baru tahu kalau ada yang namanya komunitas sepeda Federal. Federal yang saya ketahui selama ini cuma sepeda yang sempat booming di era 90-an. Dan dulu saya pernah bercita-cita memilikinya. Namun sekarang tidak lagi di produksi. Entah apa sebabnya.

Oh, itu sebabnya beberapa hari sebelum keberangkatan dalam agenda touring ini saya di telpon oleh Pak Dedi mengenai sepeda yang akan saya gunakan. Bahkan kemudian sengaja mampir untuk memastikan kesiapan sepeda yang akan saya gunakan.

Sepeda yang saya gunakan untuk touring ini cuma sepeda MTB Pacifik, Exotic 200. Sepeda bekas yang saya beli dari teman. Dari spesifikasinya sebenarnya sepeda kualitas rendah. 3x7 speed. Group set nya hanya Shimano Tourney, tapi sudah menggunakan rem cakram (disc brake). Lebihnya cuma diberat. Sepeda murah untuk keliling komplek perumahan di sore hari cocoknya.

Itulah kenapa Pacifik yang saya gunakan menjadi perbincangan oleh teman-teman Federalis Batam. Ternyata bisa. Ya, bisa. Tapi akibatnya saya selalu jauh tertinggal di belakang teman-teman...hahaha...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun