Mohon tunggu...
indra mangkuto
indra mangkuto Mohon Tunggu... Freelancer - Mountaineering | Running | Cycling | Swimming

Petualangan alam bebas dan olahraga outdoor

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mengunjungi Pesona Danau Laut Tinggal

16 September 2020   13:03 Diperbarui: 16 September 2020   16:20 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekspedisi ini hanya diikuti tiga orang saja. Indra, Mada Rusli dan Adri. Rencana awal jumlah peserta yang akan mengikutinya lebih banyak namun karena berbagai halangan dan keperluan maka cuma tiga orang tim LHA yang siap berangkat.

Dengan basmallah, perjalanan ini kami mulai dari Padang Panjang hari Kamis tanggal 17 Oktober 2019 pukul 14.00 wib. Selama perjalanan menuju Pasaman Barat kami ditemani hujan lebat. Tepat pukul 17 lewat 5 menit kami sampai di perempatan Simpang Empat. Dari sini kita ambil jalur lurus menuju arah Ujung Gading. Jauh sebelum sampai di Ujung Gading di Simpang Alin belok kanan menuju Pasar Paraman Ampalu. Perlu cukup berhati-hati berkendaraan karena kondisi jalan banyak berlubang.

Sampai di pasar Paraman Ampalu ini kita bisa melengkapi kebutuhan logistik selama perjalanan. Dari pasar Paraman Ampalu ini jalan terus menuju Jorong Rabi Jonggor. Jalannya cukup mulus namun tidak terlalu lebar.

Pukul 18.30 kami sampai di Jorong Rabi Jonggor. Di Masjid Taqwa Rabi Jonggor ini kami singgah untuk shalat maghrib sekaligus jama' takdim dengan isya. Titik awal pendakian masih 4 km lagi yakni jorong Sitabu dengan ketinggian 450 mdpl. Informasi awal yang kami dapatkan jalan menuju Jorong Sitabu ini cukup ekstrim. Turunan tajam sepanjang 2 km dan pendakian berat juga sepanjang 2 km. Jalannya hanya terbuat dari cor-an semen ini cukup untuk satu mobil saja. Maka disarankan untuk pakai ojek atau mobil gardan dua. Tapi karena sudah agak kemalaman, kami yakinkan diri untuk terus melanjutkan perjalanan menggunakan mobil. Dan yang patut juga kami syukuri, sepanjang perjalan itu kami tidak berpapasan dengan mobil lain.

Akhirnya kami sampai juga di Jorong Sitabu, sebagai titik awal pendakian pukul 20.30 wib. Mobil kami parkirkan di halaman Masjid Taqwa Jorong Sitabu. Di depan masjid ada rumah Pak Wali Jorong. Disini kami melapor, sekaligus minta izin untuk menginap di Masjid.

Setelah memperkenalkan diri, kami banyak dapat informasi dari Wali Jorong bahwa sejak adanya peneliti dari Jerman ke Danau Laut Tinggal, banyak pendakian dilakukan oleh mahasiswa atau kelompok pencinta alam. Rumah Wali jorong ini sudah menjadi posko yang terbuka 24 jam. Makanya ketika kami minta izin untuk tidur di masjid tidak diizinkan. Benar saja, kami lihat ada foto kelompok mahasiswa yang terpajang di ruang tamu. Informasi dari Wali Jorong, satu hari sebelum kami sampai sudah ada kelompok mahasiswa UNP yang juga baru kembali dari Danau Laut Tinggal. Akhirnya malam itu kami tinggal di rumah Wali Jorong di kamar yang telah disediakan.

Jorong Sitabu ini dihuni sekitar 127 KK. Masyarakatnya keturunan Mandailing, kebanyakan bermarga lubis, nasution dan batubara. Bahasa yang digunakan keseharian adalah bahasa Mandailing.

Masih informasi dari Wali Jorong sebenarnya Jorong Sitabu bukan desa terakhir atau yang paling ujung. Masih ada desa tua Simpang Lolo dengan jumlah lebih dari 200 kepala keluarga. Namun sejak terjadinya bencana Galodo pada tahun 90-an desa tersebut ditinggalkan dan warganya di pindahkan. Namun desa itu sekarang masih terdapat satu keluarga yang mendiaminya.

Sebelum azan subuh kami sudah bangun dan berbenah. Selesai shalat, diskusi sejenak dengan jamaah. Bercerita pengalaman dan rencana perjalanan. Dari sini kami mengetahui bahwa tidak banyak warga yang pernah sampai ke Danau Laut Tinggal. Jarak perjalannya cukup jauh, yakni sekitar 25 km dengan 6 km menyusuri Sungai Batang Kanaikan.

Selesai sarapan yang disediakan Wali Jorong, pukul 08.10 kami memulai
perjalanan. Tentunya tidak lupa dulu berfoto bersama Wali Jorong, tokoh masyarakat dan warga lainnya.

Dari Jorong Sitabu ini tujuan perjalanan adalah desa tua Simpang Lolo. Jaraknya sekitar 9 km atau 4 jam perjalanan dengan melewati perkebunan. Perkebunan karet dan tanaman nilam menjadi usaha utama masyarakat. Setelah melewati jembatan bambu, kami sampai di sebuah perhentian. Kami menyebutnya "halte". Tempat duduk dari bambu dan diberi atap sederhana sebagai tempat perhentian warga melepas lelah sejenak.

Disini kami berjumpa dengan seorang pemuda sedang membawa kijang hasil tangkapan. Menurut ceritanya, bisa 2 sampai 3 ekor kijang tiap minggu ia dapatkan melalui jerat yang dipasang di hutan. Harga perkilo daging kijang dijual 75 ribu rupiah. Dari ukuran kijang yang dia bawa kami perkirakan beratnya 30 sampai 40 kg. Penghasilan yang lumayan.

Dari "halte" ini jarak menuju desa Simpang Lolo masih 3 km lagi. Pukul 12.15 wib akhirnya kami sampai di desa Simpang Lolo. Desa ini hanya didiami satu kepala keluarga. Disini kami melihat sisa-sisa rumah dan sekolah yang ditinggalkan akibat bencana.

Setelah sedikit bersilaturahim dengan warga dan membersihkan diri dari pacat yang hinggap di kaki, perjalanan kami lanjutkan. Dari desa Simpang Lolo ini perjalanan diteruskan menuju sumber mata air panas alami Sosopan. Jaraknya sekitar 6 km ke dengan menyusuri hulu sungai Batang Kanaikan.


Di tepi sungai kami shalat, istirahat dan makan. Tak lama berselang hujan pun turun. Arus sungai semakin kencang membuat kami harus berhati-hati untuk menyeberang. Batu-batu yang disusun menjadi rambu perjalanan. Trekking pole dan webbing cukup membantu kami menyeberang sungai.

Setelah menyusuri dan menyeberang sungai, pukul 18.00 wib kami sampai di Aek Simarian. Disini terdapat tiga rumah, cuma satu yang dihuni, dua rumah lainnya terlihat kosong, ditinggalkan. Awalnya kami mengira di sini lah tempat sumber air panas Sosopan. Dari petunjuk arah yang ada, ternyata mata air panas Sosopan masih berjarak 3 km ke hulu sungai. Karena tidak jumpa penghuni rumah, perjalanan kami lanjutkan kembali.


Hari sudah semakin gelap. Jalur pendakian mengarah ke sisi kiri sungai. Di sini jalurnya terlihat sudah sangat jelas, namun tempat yang kami cari belum juga ditemui. Sesekali tercium bau belerang tersapu tiupan angin.
Melalui Google Map terlihat kami sudah jauh memasuki wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Keraguan pun muncul. Informasi dari masyarakat, terdapat juga jalur dari arah utara menuju air panas Sosopan.

Jam sudah menunjukkan pukul 20.00. Hujan pun turun. Karena sudah semakin gelap dan tujuan belum juga sampai, kami putuskan untuk mendirikan tenda di tepi anak sungai yang mengalir ke Batang Kanaikan.

Keesokan harinyo, setelah selesai berbenah kita melakukan briefing sebentar tentang rencana perjalanan. Kesepakatannya pagi ini kita terus menyusuri jalur yang dilewati semalam.

Tidak berapa lama berjalan kami menemukan tanda GDLT dengan arah berlawanan. GDLT mungkin singkatan dari Gunung Danau Laut Tinggal. Karena berlawanan arah, keraguan kami kembali muncul. Akhirnya kita sepakati untuk berbalik mundur.

Kembali menyusuri sungai ke arah hilir. Menjelang Aek Simarian, kami akhirnya berjumpa dengan seorang bapak yang sedang membersihkan lahan. Setelah memperkenalkan diri, kami tanyakan lokasi air panas Sosopan. Bapak tersebut mengatakan masih 3 km ke depan menyusuri sungai. Karena tidak ingin tersesat lagi, kami minta tolong beliau mengantarkan.

Hari sudah menjelang siang. Akhirnya kami sampai juga di air panas Sosopan. Lokasi air panas ini berada pada ketinggian 950 mdpl, dan ternyata memang tidak berada di aliran utama sungai. Hampir 300 meter belok ke kiri mengikuti anak sungai yang bermuara ke Batang Kanaikan.

Di sumber panas ini terdapat tiga kolam kecil air panas berjenjang. Airnya berwarna abu-abu kehitaman. Di tepi kolam terdapat rumah panggung yang cukup besar. Memang disediakan bagi pengunjung atau tempat menginap bagi pendaki yang ingin melanjutkan perjalanan ke Danau Laut Tinggal.


Hari sudah menunjukkan pukul satu siang. Setelah shalat dan makan siang, pukul 14.00 wib kami lanjutkan perjalanan. Dari sumber mata air panas Sosopan ini tujuan kita berada di sebelah barat menyusuri bukit. Dalam perjalanan kami baru menyadari bahwa semalam dan tadi pagi, sebenarnya kami sudah hampir sampai di mata air panas Sosopan. Petunjuk arah yang meragukan benar adanya karena rutenya dimulai dari air panas Sosopan.

Dari sini, tanda atau rambu perjalanan sangat jelas terlihat. Sekali-kali agak berjalan memutar karena adanya pohon tumbang. Itu pula mungkin sebabnya ketika di Jorong Sitabu kami menanyakan guide yang akan mendampingi dijawab pak wali jorong bahwa rute ke Danau Laut Tinggal sudah sangat jelas. Jarak yang ditempuh lebih kurang 11 km. Dari air panas Sosopan ini menuju puncak dibutuhkan waktu lebih kurang 6 sampai 7 jam.

Pukul 20.00 wib kami sampai di puncak gunung dengan ketinggian 1940 mdpl. Masyarakat menyebutnya gunung Bendera. Hujan turun dengan derasnya. Harus cukup berhati-hati karena banyak duri rotan disepanjang perjalanan.

Dari puncak gunung, perjalanan diteruskan menuju Danau Laut Tinggal dengan pasisi 1640 mdpl. Perjalanan turun menuju Danau Laut Tinggal tidak semudah kita bayangkan. Turunannya cukup tajam. Rata-rata 70-75 derjat. Perlu kehati-hatian. Pukul 22.00 wib, akhirnya kami sampai di tepi Danau Laut Tinggal.

Keesokan harinya langit terlihat cerah. Sinar matahari mulai menyinari Danau. Air danau yang berwarna biru tosca dan sebagian terlihat kehijauan. Tidak terlihat adanya tanda-tanda kehidupan. Airnya agak berbau belerang. Mungkin itu pula sebabnya ikan tidak bisa hidup di dalamnya. Menurut para peneliti, sebenarnya Danau Laut Tinggal sebenarnya adalah danau dari aktivitas vulkanik gunung berapi. Teori tersebut diperkuat dengan adanya sumber air panas Sosopan di bawahnya.

Setelah puas bertafakkur dan berfoto ria, pukul 10.00 wib kami mulai berkemas pulang. Perjalanan pulang ini harus didahului dengan pendakian terjal kurang lebih 300 meter. Jarak yang cukup melelahkan...

Jam 14.10 wib akhirnya sampai juga kami di air panas Sosopan. Di tepi sungai kita tunaikan shalat, istirahat dan makan siang. Semua perbekalan kami habiskan. Dalam perkiraan, ini makan terakhir kami dalam perjalanan pulang.

Pukul 16.00 kami mulai bergerak pulang. Mengikuti aliran sungai Batang Kanaikan. Jaraknya kurang lebih 6 km lagi ke desa Simpang Lolo. Separoh perjalanan, tepatnya di Aek Simarian, kami kemalaman. Jam menunjukkan sudah pukul 18.00 wib.

Dengan cahaya senter yang sudah mulai redup, agak sulit melihat jalur penyeberangan. Dengan susah payah akhirnya pukul 20.30 sampai juga kami desa Simpang Lolo. Setelah istirahat sejenak dan berbincang dengan warga, perjalanan dilanjutkan lagi. Masih ada jarak 9 km lagi yang harus kami tempuh untuk sampai ke Jorong Sitabu.

Setelah 4 jam berjalan, tepat pukul 00.30, di tengah rintik hujan dan keheningan malam, kaki gontai kami melangkah memasuki jorong Sitabu. Alhamdulillahirabbil 'alamin... Sebuah perjalanan yang tak kan terlupakan....

Beberapa catatan:
1. Rute perjalanan ke Danau Laut Tinggal sepanjang 25 km. Dengan rincian sebagai berikut: dari Jorong Sitabu ke Desa Simpang Lolo 9 km, Simpang Lolo ke air panas Sosopan 6 km, dan dari air panas Sosopan ke Danau sejauh 11 km.

2. Tempat camp yang disarankan: malam pertama di air panas Sosopan, malam kedua di Danau Laut Tinggal, malam ketiga bisa di Aek Simarian atau Desa Simpang Lolo.

3. Untuk mencapai Danau Laut Tinggal perjalanannya memutar terlebih dahulu dengan memasuki wilayah Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Propinsi Sumatera Utara.

4. Sebaiknya tidak dilakukan pada musim hujan, karena pada saat tersebut air sungai akan cukup besar.

5. Rute sepanjang aliran sungai Batang Kanaikan diberi tanda dengan batu yang disusun- susun.

6. Untuk mencapai air panas Sosopan dapat melalui jalur darat yakni dengan menyusuri pinggir sebelah kiri sungai. Atau lewat aliran sungai Batang Kanaikan dengan belok kiri menyusuri aliran sungai yang lebih kecil sekitar 300 meter arah ke dalam.

7. Rute dari air panas Sosopan ke Danau Laut Tinggal sudah diberi tanda yang cukup jelas. GDLT.

8. Sepanjang rute perjalanan banyak pacet. Tidak disarankan bagi yang phobia. Hutan sepanjang perjalanan banyak duri rotan.

9. Banyak ditemui hewan liar seperti kijang, tapir dan ular.

10. Berhati-hati di lokasi sekitar air panas Sosopan, karena banyak dipasang perangkap rusa dan kijang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun