Tiap Jumat sore, sepulang kerja, kami dan rekan-rekan kerja peras keringat: badminton di lapangan Villa Mutiara di belakang EJIP. Bahkan kalau hari Jumat liburpun, kami penggemar olah raga ini tetap saja datang bertandang ke lapangan. Ada yang menarik dari permainan ini. Olah raga ini cukup aman. Tak ada perebutan bola. Tak ada bentrokan fisik dengan lawan. Lapangannya tidak luas, hanya dua petak kamar yang dibatasi net. Kami hanya berlari-lari kecil dalam kotak yang tak luas itu mengejar dan menangkis bola yang terbuat dari bulu: ringan dan jinak. Kami bisa berteriak, tertawa terbahak-bahak, bahkan sambil tergeletak. Belum ada kasus orang yang tumbang karena jantungan akibat berbulutangkis.Di hari panas atau di hari hujan kami tetap bisa bermain dengan nyaman.
Mungkin karena bolanya terbuat dari bulu, dan biasa dipanggil cock, sepintas olahraga ini kendengarannya kurang sopan. Tapi tunggu dulu kawan, Bulutangkis tidak sejorok kata-kata itu. Bulutangkis tidaklah seperti olahraga gulat yang kadang kudu bergumul mengangkangi pasangan, pegang-pegang badan bahkan aurat lawan. Pakaian pemain bulutangkis lebih sopan dari busana renang. Bulutangkis bahkan lebih beradab dari sepakbola. Untuk menang dalam bulutangkis tidak perlu menjebol gawang lawan. Untuk mendapatkan point atau angka dalam bermain bulutangkis justru harus terlebih dahulu melakukan serv, memberikan servis atau pelayanan. Semakin banyak servis yang dilakukan, akan semakin banyak angka yang dikumpulkan. Tanpa servis takkan ada angka yang diperoleh dalam bulutangkis.
Bahwa untuk mendapatkan angka, memperoleh nilai, pahala atau sesuatu yang berharga, entah apapun itu namanya, pada dasarnya kita manusia harus dapat memberikan pelayanan terlebih dahulu. Itu sudah hukum alam. Begitulah postulat kehidupan yang harus kita pahami dan kita jalani dalam berbuat di lapangan kehidupan ini. Untuk dihargai tidak perlu membuat KO lawan. Untuk dapat angka, tak perlumenjebol gawang lawan, membuat malu dan kelu penjaganya. Lakukan saja servis yang terbaik, di manapun kita berada. Berikan persembahan terbaik dari diri kita, tak peduli di mana posisi kita: di sisi kiri atau kanan. Berikan layanan dan pengabdian yang paripurna, di lapangan sebelah manapun kita bermain. Tampilkan permainanyang apik dan cantik. Jangan pedulikan penonton yang bersorak dan berteriak. Tetaplah berkonsentrasi, memperbaiki diri sampai akhir pertandingan. Pada akhirnya toh Sang Wasit Kehidupanlah yang menentukan siapa pemenangnya. Yang banyak mendapatkan angka dan pahala adalah mereka yang banyak memberikan servis. Yang menang, memperoleh piala bahkan surga adalah mereka yang banyak mempersembahkan layanan dan pengabdian. Kitapun tahu, penonton pun setuju: kepadanyalah tepukan tangan akan diberikan. (4 Maret 2011, Indra Malela)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H