Mengentaskan kemiskinan bisa dilakukan dengan cara sederhana kok, salah satunya dimulai dari kesadaran diri sendiri.Â
Lah kok bisa? Mungkin akan ada pertanyaan tersebut dari pembaca. Tapi saya merasa sebenarnya masyarakat kita ikut berkontribusi mengapa tingkat kemiskinan masih tinggi di sekitar kita.Â
Mengutip data BPS, Jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang, menurun 0,46 juta orang terhadap September 2022 dan menurun 0,26 juta orang terhadap Maret 2022 atau sekitar 9,36 persen dari total penduduk Indonesia (Sumber klik disini).Â
Saya pernah melihat sendiri momen yang mengiris hati. Saya melihat pemulung memungut sampah di depan mata hanya untuk mengais sisa makanan. Bahkan ada keluarga tuna wisma yang memakan 1 bungkus nasi untuk 4 orang. Saya saat itu belum bisa berbuat banyak karena masih usia sekolah.Â
Saat pandemi kemarin tingkat kemiskinan mengalami peningkatan. Apalagi dikarenakan banyak orang kehilangan pekerjaan atau usaha mengalami kebangkrutan. Saya ingat saat itu banyak orang menjual barang-barang pribadi hanya untuk bisa menyambung hidup.Â
Sejatinya kita bisa membantu mengurangi kemiskinan dalam langkah sederhana. Apa saja itu?Â
# Peduli Dengan Usaha Kecil
Sudah rahasia umum jika masyarakat kita saat ini lebih nyaman berbelanja yang lebih terlihat modern. Contoh sederhana beli minyak goreng, cemilan, bumbu masak atau kebutuhan sehari-hari di minimarket atau pusat grosir dibandingkan warung yang lokasinya dekat dengan tempat kita.Â
Dampaknya warung kelontong saat ini mulai sepi pembeli. Padahal dari sisi harga barang di warung kelontong bahkan bisa lebih murah dibandingkan minimarket karena tidak ada biaya Ppn atau listing fee yang dibebankan ke konsumen. Atau ada biaya tambahan seperti biaya parkir atau BBM saat belanja ke minimarket.Â
Namun kita seakan menutup mata dengan alasan di minimarket enak bisa adem karena ada AC, di minimarket banyak barang pilihan atau lebih bangga bisa belanja di minimarket. Alhasil tindakan ini akan semakin memperkaya pemilik minimarket dan menyengsarakan pemilik usaha kecil.Â
Padahal warung kelontong yang untungnya tidak seberapa namun hadirnya pembeli akan sangat membantu. Setidaknya pemilik warung bisa memutar modal, produk tidak rusak karena expired hingga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.Â
Saran saya, cobalah kembali belanja di warung kelontong karena juga bisa menjalin silahturahmi antar tetangga. Kita bisa saling mengenal satu dengan lainnya. Berbeda dengan minimarket dimana kita hanya bertindak sebagai konsumen dan tidak tahu siapa pemilik usaha.Â
# Semena-Mena terhadap Pedagang
Sebagai pembeli memang ada kecenderungan ingin mendapatkan barang/jasa dengan harga semurah mungkin dengan kualitas sebaik mungkin. Namun sebagai pembeli kadang kita kurang bijak dalam menawar.Â
Saya pernah mendapatkan cerita dari pedagang maka ia baru menjual barang dagangan dengan harga sangat murah. Kebetulan barang dagangan belum laku terjual dan ada pembeli yang menawar dengan harga tidak wajar.Â
Karena terdesak kebutuhan, ia pun menjual dengan harga yang ditawarkan pembeli. Meskipun ia sadari, dirinya tidak mendapatkan untung.Â
Saya kerap tersenyum sendiri ketika datang ke pasar tradisional atau tenant usaha. Pembeli dari kalangan emak-emak kadang menawar dengan sadis. Misalkan baju yang dibuka harga 100 ribu ditawar 20 ribu. Padahal dari kualitas bahan dan desain baju tersebut diatas 20 ribu.Â
Bisa dikatakan bahwa pembeli kadang semena-mena terhadap penjual kecil. Ia tidak memperhitungkan sisi penjual yang juga ingin mendapatkan untung. Kadang harga yang ditawarkan juga seakan bikin darah tinggi.Â
Bandingkan saat berbelanja di Mall atau minimarket. Harga yang diberikan cenderung lebih mahal namun pembeli akan tetap membeli tanpa berani menawar. Sebuah tindakan kontras yang menyadarkan bahwa kita kurang adil terhadap pedagang kecil.Â
Saran saya, seandainya harga barang/jasa masih sanggup kita bayar dan harga masih wajar maka sebaiknya hindari untuk menawar. Bisa jadi keuntungan yang dapat bisa membuat dapur di rumah tetap mengepul dan anak-anak bisa lanjut sekolah.Â
# Diskriminasi Sosial Masih Tinggi
Saya sempat mendengar kritikan dari Bunda Corla, sosok public figure yang mengkritik sistem penerimaan karyawan di tanah air. Entah kenapa saya pun ikut setuju dimana di Indonesia begitu tampak diskriminasi sosial.Â
Dibutuhkan karyawan berpenampilan menarik, lulusan minimal sarjana, usia dibawah 30 tahun, pengalaman kerja minimal 1 tahun dan belum menikah.Â
Contoh lowongan ini terlihat sekali ada upaya diskriminasi yang membuat mereka yang tidak sesuai kriteria akan otomatis tersingkir. Bahkan di sekitar kita ada ribuan atau bahkan jutaan orang membutuhkan pekerjaan.Â
Ada pria dengan pengalaman kerja baik berjuang mendapatkan kerja untuk keluarga namun terganjal usia dan status pernikahan. Ada ibu yang seorang janda atau single mom susah mendapatkan pekerjaan karena penampilan kurang menarik dibandingkan mereka yang masih belia.Â
Ada pelamar yang sangat butuh pekerjaan untuk bisa menyambung hidup namun keterampilan dan latar pendidikan tidak memenuhi. Secara perlahan diskriminasi ini membuat orang lain susah keluar dari kemiskinan karena susahnya mendapatkan pekerjaan yang layak.Â
Berbeda dengan negara maju dimana diskriminasi seperti di atas sangat dilarang. Wajar saat saya ke Singapura, saya masih melihat pekerja usia senja yang aktif bekerja. Mereka ingin mandiri dan tidak ingin bergantung pada orang lain.Â
Saran saya, jika kita pemilik usaha dan membutuhkan tenaga kerja. Jangan menutup mata kepada pelamar yang mungkin terlihat tidak muda atau kurang pengalaman. Selagi masih bisa diarahkan maka pelamar tersebut bisa merubah nasib dan mampu mendapatkan pekerjaan layak.Â
Kita juga bisa menempatkan diri di posisi si pelamar. Pasti akan sedih, stres atau putus asa karena kerap mengalami penolakan. Padahal sebenarnya jika diberi kesempatan, pelamar itu pun bisa bekerja sesuai harapan.Â
***
Kesenjangan ataupun kemiskinan di sekitar kita memang menjadi dilema bersama. Bukan berarti ini menjadi tugas pemerintah semata. Justru kita pun bisa ikut membantu mengentaskan kemiskinan dari perkara kecil seperti peduli, mau memberikan kesempatan dan memiliki empati pada lingkungan sekitar. Niscaya kemiskinan bisa berkurang yang disebabkan karena aksi nyata diri sendiri.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--