Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Dampak Kemarau Panjang di Bali dari Sisi Pariwisata dan Lingkungan

4 Oktober 2023   14:15 Diperbarui: 5 Oktober 2023   17:21 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebakaran Di Lereng Gunung Agung | Sumber Antara Bali

Satu bulan ini cuaca di Bali tergolong panas bahkan staf collector mengeluh karena teriknya matahari membuat kulitnya jadi kusam dan berkeringat. 

Sebenarnya kondisi ini tidak hanya terjadi di Bali namun juga beberapa wilayah di Indonesia. Munculnya berita kebakaran di kawasan Bromo akibat kelalaian WO dan pasangan yang melakukan pre-wedding dimana percikan Flare yang mengenai lahan kering di sekitar Bromo. 

Di Bali pun tidak jauh berbeda, kebakaran di lereng Gunung Agung bahkan merusak kawasan seluas 500 hektar. Ada dugaan kebakaran disebabkan oleh puntung rokok yang dibuang oleh pendaki yang mengenai lahan kering. 

Saya ingat betul saat semasa sekolah diajarkan bahwa musim penghujan dimulai dari September. Nyatanya selama 1 bulan ini jarang terjadi hujan di Bali. Ini yang membuat banyak wilayah mengalami kekeringan. Pemanasan global kerap dianggap sebagai penyebab tidak menentunya cuaca saat ini. 

Tentu ada dampak tersendiri panjangnya musim kemarau di Indonesia khususnya di Bali. 

1. Wisatawan Asing Semakin Suka Berjemur

Sudah bukan rahasia umum jika warga Indonesia akan menghindari berlama-lama dibawah sinar matahari bahkan sebisa mungkin tidak keluar ruangan ketika udara panas. Khawatir kulit menjadi gelap atau terbakar karena sinar matahari. 

Kondisi berbeda justru terjadi di WNA yang berasal dari Eropa, Australia dan Amerika. Pigmen kulit mereka yang berwarna putih justru berusaha mengubah kulit agar terlihat agak kecoklatan. 

Wisatawan Suka Berjemur Di Pantai | Sumber Tribunnews
Wisatawan Suka Berjemur Di Pantai | Sumber Tribunnews

Ketika kita sebagai warga lokal akan menggunakan sun screen atau sun block cream agar kulit tidak berubah kusam atau terbakar oleh sinar matahari. WNA justru menggunakan tanning cream saat berjemur agar kulit bisa berubah jadi coklat. 

Beberapa saat lalu saya berwisata di salah satu pantai di Pecatu. Ketika saya tiba sudah terlihat puluhan WNA yang asyik berjemur di tepi pantai. Bahkan seakan sengaja tidur dibawah terik matahari. Berbeda dengan diri saya sendiri dimana langsung mencari tempat teduh sekedar berfoto. Tidak sampai 2 jam, saya memilih balik karena sudah tidak nyaman dengan udara panas di pantai. 

Ternyata panjangnya musim kemarau justru dinikmati oleh WNA di Bali. Bahkan tidak sedikit yang merasa kesal jika cuaca berubah menjadi hujan karena mereka tidak bisa berjemur dan menikmati suasana tidur di tepi pantai. 

2. Kunjungan Tinggi Ke Obyek Wisata

Bali lebih banyak menghadirkan wisata outdoor dimana wisatawan dapat menikmati keindahan alam dan budaya diluar ruangan. Beragam aktivitas kerap dilakukan seperti berjemur di pantai, surfing, mendaki dan sebagainya. 

Justru kemarau panjang memberi pengaruh masih tingginya tingkat kunjungan wisatawan. Terlihat kuta, canggu dan ubud semakin ramai belakangan ini. Tempat wisata pun dipadati pengunjung. 

Saya ingat saat musik hujan, beberapa obyek wisata mengalami penurunan pengunjung seperti tari kecak uluwatu, nusa penida, watersport di Tanjung Benoa dan sebagainya. Saya pun juga akan mengurungkan niat jika berwisata outdoor saat musim hujan atau memilih wisata dalam ruangan. 

Meski cuaca panas tingkat antusias wisatawan tetap tinggi. Ada beragam cara dilakukan menyiasati udara panas misalkan datang ke wisata saat pagi atau sore hari, menggunakan sun screen, membawa payung atau ke lokasi pegunungan yang lebih sejuk. 

3. Ancaman Potensi Kekeringan dan Kebakaran

Kasus kebakaran yang terjadi di lereng Gunung Agung adalah bukti bahwa kemarau panjang memiliki risiko bahaya besar khususnya kekeringan dan kebakaran. Ini karena tumbuhan akan mati dan mengering sehingga panas yang berlebih ataupun ada percikan api akan mudah menyebabkan kebakaran. 

Wilayah Nusa Penida dan buleleng yang berupa lahan tandus dan berbatu tentu menjadi area terdampak akibat kemarau panjang. Masyarakat kian susah mendapatkan akses air karena sumber air mengering. 

Tante saya yang pernah tinggal di Singaraja cerita banyak warga harus membeli air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Bahkan jika mengalami musim kemarau panjang membuat masyarakat harus rela berhemat bahkan memilih tidak mandi agar air tidak cepat habis. Sebuah kondisi yang mau tidak mau harus dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di lahan kering.

Kondisi Bendungan Palasari di Bali Yang Mengering | Sumber BaliPost
Kondisi Bendungan Palasari di Bali Yang Mengering | Sumber BaliPost

Bendungan Palasari yang terletak di Jembrana yang menjadi obyek wisata sekaligus sumber air bagi petani sekitar juga mengalami kekeringan. Tentu saja banyak lahan sawah ikut mengering karena volume air di bendungan berkurang drastis. 

***

Musim kemarau panjang akibat pemanasan global memang memberi dampak positif dan negatif di Bali. Secara positif, wisatawan asing dapat banyak melakukan aktivitas seperti berjemur di tepi pantai, mengunjungi banyak wisata outdoor dan sebagainya. 

Disisi lain ada risiko kekeringan dan kebakaran yang mengancam beberapa wilayah di Bali. Terbukti sempat terjadi kebakaran di lereng Gunung Agung akibat kemarau panjang ini. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun