Suasana politik menjelang Pilpres 2024 kian memanas. Partai-partai yang masuk di parlemen mulai membangun koalisi, menetapkan Bacapres dan Bawapres untuk diusung hingga saling sikut.Â
Majunya Cak Imin sebagai Bawapres untuk mendampingi Anies Baswedan di Pilpres 2024. Pengusungan Anies-Cak Imin mendapat dukungan dari PKS, PKB dan Nasdem. Uniknya Partai Demokrat yang semula menjadi partai mendukung memilih mundur.Â
Publik sudah bisa menerka, kemunduran Partai Demokrat tidak terlepas dari gagalnya AHY sebagai Bawapres mendampingi Anies Baswedan. Ini menandakan bahwa Anies menjadi sosok favorit diantara partai-partai besar untuk diusung sekaligus menampilkan sosok potensial sebagai pendamping.Â
Saya sebagai masyarakat biasa kembali dibuat terkaget setelah beberapa hari pasca pengumuman Anies-Cak Imin sebagai pasangan Capres-Wapres tiba-tiba Cak Imin tersandung laporan kasus dugaan korupsi di tubuh Kemnaker di masa Cak Imin menjabat Menakertrans.Â
Sebagai orang awam, saya merasa pemanggilan Cak Imin oleh KPK ada nuansa politik. Pemanggilan yang justru terjadi ketika dirinya sudah tidak menjabat sebagai Menakertrans serta pencalonannya menjelang Pilpres.Â
Wajar jika saya menilai suasana politik tanah air kian memanas belakangan ini. Seakan posisi Cak Imin terjepit antara maju kena, mundur kena. Kenapa?Â
# Jika Cak Imin Tetap Maju Maka Harus Siap Menghadang Gelombang Politik Yang Kian Kuat
Kita sadar bahwa partai politik di tanah air saat ini memiliki pentolan atau kader yang memiliki jaringan kuat baik di eksekutif, legislatif, penegak hukum ataupun negarawan. Saling sikut dalam pengaruh akan kerap terjadi.Â
Sempat rekan kerja berkomentar, antar petinggi partai biasanya memiliki kartu As untuk menjatuhkan lawan. Namun kartu As ini akan digunakan di momen tertentu atau ketika sudah melihat titik lemah dari lawan.Â