Kapan lagi menikmati fasilitas publik yang saat itu belum ada di Kota Malang. Menjelang sore, kami mulai linglung kemana arah balik ke Universitas Indonesia. Beruntung ada orang baik yang menyarankan kami menaiki angkot untuk naik KRL di Stasiun Kalibata.
Pengalaman balik ke UI inilah yang memunculkan rasa deg-degan. Entah kenapa 1 orang teman yang perempuan terpisah gerbong dengan saya. Kondisi dalam KRL masih penuh sesak yang membuat tidak leluasa untuk berpindah. Rasa deg-degan mulai terasa ketika kami tidak paham rute stasiun pemberhentian. Alamat bisa salah turun stasiun inu, pikirku dalam hati.
Hati makin tidak tenang karena di jaman itu tidak ada pemberitahuan stasiun pemberhentian atau stasiun berikutnya. Seorang anak remaja yang juga tampak kebingungan (sepertinya juga baru naik KRL) sibuk bertanya kepada orang sekitar jika KRL berhenti di salah satu stasiun. Saya saling menatap dengan 1 teman lainnya, memberi kode apa yang harus dilakukan.
Alhasil saya memberanikan meminta tolong kepada penumpang bahwa kami ingin ke stasiun UI namun tidak paham rute stasiun. Bersyukurlah beberapa penumpang baik hati, ketika KRL berhenti di stasiun Universitas Pancasila, kami disuruh bersiap karena sebentar lagi akan tiba di stasiun UI.
Jujur pengalaman saat itu menciptakan kesan campur aduk. Jika saya diminta naik KRL seorang diri meski ditawari uang 100 ribu sepertinya saya akan menolak. Pertimbangan karena buta peta stasiun, kondisi dalam KRL penuh sesak dan bayang-bayang keamanan di ruang publik.
Tahun 2016, saya kembali diberi kesempatan datang ke Jakarta. Kali ini saya diterima di salah satu perusahaan yang terletak di Tanah Abang. Suatu ketika, saya ada keperluan yang mengharuskan saya ke Stasiun Pasar Senen. Teman kerja menyarankan saya untuk menggunakan Commuter Line ke Stasiun Pasar Senen.Â
Wuaduh, kenangan tahun 2011 kembali muncul seketika. Rasa takut masih membekas yang membuat saya ragu untuk naik Commuter Line. Beruntungnya teman saya ini berangkat dan pulang kerja menggunakan KRL dan menjadi mentor dalam menggunakan layanan KRL. Sebagai mentor yang baik hati, rekan kerja mengajari saya membaca rute jalur KRL.
Terlihat lucu, saat di stasiun saya diajak melihat peta KRL yang terpasang di salah satu sudut stasiun. Ada beberapa garis berwarna yang ternyata menjelaskan rute KRL terbagi menjadi beberapa rute. Ada yang berwarna kuning, hijau, merah, biru ataupun ungu. Ada stasiun transit yang digunakan untuk berpindah jalur seandainya tujuan kita tidak dilalui oleh KRL yang dinaiki.Â
"Keretamu sebentar lagi datang. Nanti tinggal naik dan langsung turun di Stasiun Senen. Kamu kalau bingung, tinggal lihat monitor teks dalam gerbong nanti akan muncul stasiun berikutnya dan diumumkan jika sudah sampai lokasi" Rekan kerja memberi arahan.
Saya hanya bisa menggangung layaknya anak sekolah yang diajari guru di sekolah. Singkat cerita saya dan rekan kerja berpisah karena rute kami berbeda,