Saat ini menonton video melalui Youtube memang menjadi alternatif di tengah kebosanan menonton acara TV. Bahkan kini mulai banyak bermunculan content creator yang membuat video kreatif, inovatif dan tentu saja menarik.Â
Kehadiran para content creator tidak terlepas dari peluang mendapatkan penghasilan tambahan dikarenakan semakin banyak jumlah penonton (viewers) dan subscribers maka bisa mendapatkan uang baik dari Youtube, iklan atau bahkan endorse.Â
Sayangnya segala cara dilakukan content creator untuk menarik jumlah penonton atau subscribers. Salah satunya dengan mensetting konten dengan memanipulasi keadaan/fenomena sebenarnya.Â
Beberapa saat lalu, saya tertarik menonton sebuah video Youtube karena judulnya berkisar penampakan di rumah sakit terbengkalai. Genre horor memang menjadi tontonan favorit karena seakan ikut merasakan suasana dan memacu adrenalin.Â
Tiba-tiba scene mengarah pada ruangan operasi yang sudah tidak terawat. Muncul suara keramaian di dalam ruangan tersebut. Terbawa suasana penasaran, si pemilik video mengecek dalam ruangan dan melihat ada dokter dan perawat yang tengah melakukan proses operasi.Â
Si pemilik video meminta maaf karena masuk ruangan tanpa ijin dan meninggalkan ruangan tersebut. Beberapa langkah dirinya sadar jika rumah sakit itu sudah ditutup lama. Ketika menyadari hal tersebut ia kembali mengecek ruangan operasi dan ternyata tidak ada siapapun di sana.Â
Dari awal tertarik menonton penelusuran rumah sakit terbengkalai namun berujung mengelus dada. Kejadian ini sudah berulang kali ketika menonton video Youtube namun ada selipan bumbu settingan.Â
Apa hal yang membuat Trust Issue begitu besar pada Content Creator saat ini? Berdasarkan pengalaman pribadi dan diskusi dengan beberapa orang. Setidaknya hal ini dipengaruhi beberapa hal.Â
#1. Content Creator yang Saling MembongkarÂ
Saya pernah dibuat takjub melihat video seseorang melempar barang dari jarak jauh dan berhasil tepat sasaran. Melempar sumpit bisa tepat masuk ke lubang botol, bola bisa masuk ke dalam gawang meski dalam kondisi mata tertutup dan sebagainya.Â
Tanpa sengaja saya melihat video lain yang justru membongkar trik ini. Ternyata oh ternyata video ini menggunakan proses editing dengan melibatkan layar hijau ataupun sosok yang menggunakan kostum hijau.Â
Video lainnya tentang sebuah mobil yang sedang melaju tiba-tiba terpental seakan menabrak sesuatu namun anehnya tidak ada kendaraan lain di sekitar mobil tersebut.Â
Kembali lagi saya menemukan video yang membongkar fenomena tersebut. Ternyata video mobil yang tiba-tiba terpental saat di jalan adalah hasil editan. Video sebenarnya mobil memang menabrak mobil lainnya. Namun seseorang mengedit dengan menghilangkan mobil yang ditabrak seolah-olah terpental begitu saja.
Beragam video yang membongkar trik dari content creator ataupun sosok lainnya sejatinya memberikan edukasi pada penonton dan menyampaikan kebenaran tersendiri. Tapi disisi lain muncul ketidakpercayaan (trust issue) di benak penonton termasuk saya. Alhasil ketika melihat video serupa langsung menganggap itu hanya rekayasa semata.Â
#2. Peniruan Konten Yang Viral
Ketika muncul video yang unik, kreatif atau diluar perkiraan (out of the box) biasanya akan mudah menjadi viral dan mendapatkan jumlah penonton yang tinggi. Tidak sedikit content creator yang meniru konsep video tersebut dengan harapan bisa ikut viral atau mendapatkan jumlah penonton tinggi.Â
Video penelitian sosial sempat booming di sosial media. Video seseorang yang membutuhkan bantuan orang lain di sekitarnya. Ketika ada sosok yang bersedia membantu, sosok ini akan mendapatkan kejutan yang umumnya berupa hadiah.Â
Tidak butuh waktu lama di Indonesia pun mulai bermunculan konten serupa. Bahkan banyak public figure berakting menjadi gelandangan, pengemis atau penjual. Tentu saja ada hadiah fantastis bagi siapapun yang dianggap memiliki empati tinggi dan mau membantu.Â
Video bertema jebakan (prank) dengan konsep sama pun kerap ditemukan di Youtube atau sosial media. Secara tidak langsung, ide video menjadi kurang orisinalitas karena banyak ditiru oleh content creator. Saya pun sudah langsung sudah bisa menebak arah video jika melihat ada kesamaan konsep.Â
# 3. Penonton Kian Cerdas
Tidak dipungkiri penonton pun kian cerdas dan melakukan analisa ketika menonton video. Ini terlihat ketika saya membaca komentar penonton di video-video dengan konsep berbeda.Â
Contoh sederhana ketika ada video berjudul penampakan makhluk halus. Menonton video ini memang tampak menegangkan karena sosok penanda hadirnya makhluk astral. Tidak jarang sosok makhluk astral muncul dengan jelas di dalam video.Â
Uniknya beragam komentar kritis muncul di video tersebut. Komentar yang meragukan keaslian video. Beberapa bukti dan analisa diinformasikan seperti lokasi CCTV yang janggal misalkan di lokasi yang kumuh atau kemunculan hantu terlalu jelas.Â
- Hantu itu gak senarsis manusia. Masa muncul berulang kali
- Di tempat terbengkalai masa ada CCTV yang masih aktif. Gak masuk diakal
- Aktingnya gak natural
Ini adalah beragam komentar yang menunjukan penonton kian kritis dan menyadari bahwa video tersebut tidak nyata 100 persen. Video yang beredar inilah yang kerap membuat penonton merasa dibodohi.Â
Perlahan penonton menjadi kurang percaya sehingga bisa memunculkan stigma negatif terhadap video-video serupa. Padahal bisa jadi ada video yang memang nyata namun karena masyarakat sudah terbangun rasa tidak percaya sehingga meragukan hal tersebut.Â
***
Berkurangnya rasa percaya atau kerap disebut trust issue juga terjadi pada dunia hiburan khususnya konten video di sosial media. Sama seperti yang saya rasakan kini, kemunculan video di sosial media yang terkesan settingan justru membuat saya miris karena minim ide dan terkesan menghalalkan segala cara untuk menjadi viral atau ditonton.Â
Tentu saja hal-hal di atas dapat menjadi gambaran bahwa trust issue di dunia hiburan sudah termasuk tinggi.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI