Merasa miris ketika membaca berita tentang raibnya tabungan siswa di sebuah sekolah. Nominal kerugian bahkan berkisar 112 juta. Semakin miris ketika raibnya uang tersebut diduga karena dipinjam komite dan guru.Â
Seandainya saya sebagai orang tua siswa yang menjadi korban pasti akan merasa kecewa, marah dan menuntut keadilan. Ini karena tabungan siswa diharapkan dapat menjadi simpanan buat anak untuk jenjang pendidikan lebih tinggi atau membiayai kebutuhan sekolah anak.Â
Saya teringat dulu semasa sekolah pun kerap menabung di koperasi sekolah. Mendapatkan buku tabungan kecil dari sekolah. Menulis nama, kelas serta nominal tabungan dan diberikan kepada guru. Nantinya buku tabungan akan diparaf yang tandanya uang tabungan sudah diterima pihak sekolah.Â
Tidak jarang saya rela menyisihkan uang jajan untuk ditabung. Meski tidak banyak namun ketika ditabung rutin jumlahnya cukup untuk membeli barang kesukaan saat kenaikan kelas.Â
Belajar pada kejadian raibnya tabungan siswa, ada beberapa hal untuk antisipasi kejadian ini terulang lagi.Â
# Kerjasama Dengan Bank Atau Lembaga Simpanan Uang
Saya merasa raibnya tabungan siswa di salah satu sekolah terjadi karena keuangan dikelola internal. Resiko hilang pun besar seperti disalahgunakan, dikorupsi, pembukuan tidak rapih, dicuri atau hilang karena bencana seperti kebakaran.Â
Bekerja sama dengan bank atau lembaga simpanan lain seperti koperasi menjadi langkah bijak. Uang bisa aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tidak hanya itu sekolah pun bisa mendapatkan bunga dari simpanan tersebut untuk tambahan pemasukan kas sekolah.Â
Seandainya ada musibah kebakaran atau sekolah di bobol maling. Uang tabungan tidak akan hilang karena ditempatkan di institusi keuangan/perbankan.
# Jangan Jadikan Tabungan Anak Sebagai Simpanan Utama
Secara tidak langsung adanya tabungan sekolah membuat anak belajar mengatur keuangan, menyimpan uang dan mungkin menyisihkan uang untuk ditabung.Â
Uniknya tidak sedikit orang tua justru memanfaatkan tabungan siswa sebagai simpanan utama untuk masa depan anak. Terlihat dari nilai tabungan anak yang menyentuh jutaan atau puluhan juta.Â
Pertimbangan orang tua sekalian menyiapkan dana anak dikemudian hari dan ribet untuk buka tabungan khusus di bank. Beragam resiko muncul seperti kasus yang menimpa salah satu SD di Pangandaran. Selain itu resiko uang ternyata digunakan anak juga kerap terjadi.Â
Untuk kasus ini saya lebih menyarankan tabungan anak hanya sebagai pendamping. Artinya tabungan hanya untuk melatih anak untuk menabung. Nominal tabungan tidak terlalu besar cukup 1.000 - 10 ribu setiap nabung.Â
Tabungan utama tetap memanfaatkan lembaga perbankan. Apalagi saat ini banyak bank daerah atau koperasi yang menyediakan sistem tabungan keliling.Â
Ini lebih aman karena seandainya ada penyalahgunaan uang tabungan siswa oleh oknum guru atau komite sekolah. Nominal kerugian tidak bikin terlalu meringis.Â
# Pengelolaan Uang Tabungan Siswa Harus Terkontrol
Saya akui tabungan siswa di sekolah banyak dikelola oleh pihak koperasi sekolah yang juga dikelola oleh guru/komite. Ibarat koperasi simpan pinjam, kerap ada guru atau komite yang membutuhkan dana sehingga kerap meminjam dengan penerapan suku bunga yang ringan di koperasi sekolah.Â
Bunga pinjaman dari anggota peminjam tentu akan memberikan tambahan kas pemasukan bagi koperasi. Uang pun bisa diputar untuk tambahan kas koperasi.Â
Seandainya ini diterapkan sebaiknya pengelola koperasi menerapkan sistem peminjaman maka perlu dipastikan batasan pinjaman. Misalkan hanya memberikan pinjaman maksimal 6 bulan. Tujuan agar dana tidak terlalu lama berputar sehingga jika saat tabungan harus dikembalikan kepada siswa maka dana bisa sedia.Â
# Lebih Prioritaskan Sistem Tabungan Tahun Ajaran Sekolah
Saya menduga kasus tabungan siswa yang raib dikarenakan sistem tabungan yang panjang. Misalkan tabungan siswa SD maka tabungan baru bisa diberikan jika lulus SD artinya butuh menabung selama 6 tahun. Tabungan SMP atau SMA hingga 3 tahun.Â
Terlalu lama sistem tabungan bisa dimanfaatkan oknum nakal. Karena orang tua mengandalkan kepercayaan kepada pihak sekolah dan tidak mengadakan kroscek kesesuaian nominal tabungan.Â
Saya lebih tertarik menabung sistem tahun ajaran sekolah yang cuma 1 tahun. Jadi mulai menabung pada awal masuk kelas dan diberikan saat naik kelas. Sistem ini memperkecil peluang uang tabungan disalah gunakan karena mau tidak mau saat menjelang kenaikan kelas maka pengelola tabungan siswa harus menyiapkan dana untuk dikembalikan.Â
***
Menabung di sekolah bisa jadi upaya orang tua melatih anak untuk mengatur keuangan dan juga sebagai simpanan untuk masa depan anak. Sayang kasus raibnya tabungan siswa di salah satu SD di Pangandaran membuat kita menjadi prihatin.Â
Beberapa hal di atas mungkin bisa jadi cara agar pengelolaan tabungan siswa dapat berjalan maksimal, aman dan sesuai dengan tujuannya.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H