Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Biaya Nikah Masihkah Jadi Beban Orangtua?

15 Juli 2023   15:03 Diperbarui: 15 Juli 2023   17:08 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sempat membaca berita memprihatinkan. Seorang ayah yang berprofesi sebagai kuli diduga bunuh diri dikarenakan stres memikirkan utang biaya pernikahan anaknya. 

Seorang Ayah Diduga Nekat Bunuh Diri Karena Stres Biaya Pernikahan Anak | Sumber Kompas.com
Seorang Ayah Diduga Nekat Bunuh Diri Karena Stres Biaya Pernikahan Anak | Sumber Kompas.com

Saya membaca berita terenyuh, sebuah momen sakral justru terselip kabar duka. Kejadian ini seharusnya bisa dihindari seandainya ada kesepakatan pesta pernikahan dilakukan sesuai kemampuan finansial. 

Pertanyaan kecil pun muncul, masihkah biaya pernikahan anak menjadi beban orangtua?

Pernikahan di jaman saat ini memang membutuhkan biaya besar. Ada yang menghabiskan jutaan rupiah, puluhan juta, ratusan juta bahkan hingga miliaran. Pengeluaran ini biasanya untuk cetak kartu undangan, foto pre-wedding, dokumentasi, jasa Wedding Organizer (WO), baju pengantin, konsumsi tamu undangan, dekorasi hingga sewa gedung. 

Biaya Pernikahan Artis Dalam Jumlah Fantastis | Sumber Merdeka.com
Biaya Pernikahan Artis Dalam Jumlah Fantastis | Sumber Merdeka.com

Sebenarnya biaya nikah bisa sangat terjangkau namun faktor gengsi sosial, ingin menciptakan kenangan spesial atau ingin memberikan hal terbaik bagi tamu membuat biaya pernikahan menjadi membengkak. 

Tidak jarang tingginya biaya pernikahan yang mahal ini disiasati dengan berutang baik secara personal maupun ke bank. Orangtua menjadi tumpuan bagi si anak untuk dapat membiayai pesta pernikahan yang tergolong besar ini. Alhasil orangtua ikut terjebak dalam utang pernikahan sang anak meskipun ada orangtua yang tidak mempermasalahkan hal ini. 

# Pasangan Perlu Kesiapan Mental dan Finansial

Kesiapan memang membutuhkan kesiapan mental dan finansial. Tidak jarang cobaan terberat justru muncul menjelang pernikahan. Tidak sedikit pasangan mengalami percekcokan menjelang pernikahan dan akhirnya pernikahan batal. 

Kesiapan finansial pun harus dipertimbangkan. Saya salut dengan teman kuliah saya dimana dirinya tidak ingin memberatkan orangtua untuk biaya pernikahan. Ia pun sejak awal kuliah sudah menyisihkan pendapatan untuk biaya nikah. Alhasil saat hari pernikahan, segala biaya resepsi, mas kawin dan souvenir berasal dari tabungannya sendiri. 

Kondisi ini membuat orangtua tidak banyak terbebani. Semisalkan orangtua ingin membantu biaya pernikahan anak, biaya hanya untuk dana tambahan. Hidup pun tenang karena dirinya merasakan pernikahan tanpa utang karena sudah bisa mengatur keuangan sejak awal bekerja. 

Ini berbeda bagi pasangan yang kurang bijak dalam mengatur keuangan. Ada juga pasangan yang keduanya sudah bekerja dan memiliki penghasilan lumayan. Namun ia merasa pesta pernikahan masih menjadi beban orangtua. 

Tidak jauh berbeda dengan kasus di awal tulisan, keluarga pun harus menyiapkan dana pernikahan anak. Ada yang menjual barang pribadi, meminjam ke bank atau ke kerabat untuk pesta pernikahan anak. 

# Langkah Bijak Agar Orangtua Tidak Terbebani Biaya Pernikahan Anak

Tabungan Nikah | Sumber Situs Titiknol
Tabungan Nikah | Sumber Situs Titiknol

Saya salut bagi calon pasangan yang mengatur keuangan serapih mungkin untuk masa depan salah satunya biaya pernikahan. Kita bisa mulai dari cara sederhana sepertinya menyisihkan 2 ribu rupiah per hari. Maka sebulan sudah terkumpul 60 ribu (30 hari). Jika setahun maka bisa terkumpul 730 ribu (365 hari). 

Jika konsisten maka misalkan rencana menikah 5 tahun ke depan maka sudah tersedia dana 3,65 juta. Cukup lumayan untuk biaya pernikahan yang sederhana seperti syukuran kecil-kecilan dengan keluarga besar serta sewa pakaian pengantin sederhana. 

Bayangkan jika nominal 10 ribu per hari, maka dana selama 5 tahun bisa terkumpul 18 jutaan. Dengan biaya ini sudah cukup untuk mengadakan resepsi kecil-kecilan di kampung halaman. Bahkan tidak perlu lagi memberatkan orang tua untuk biaya nikah. 

Selain biaya biaya mahar pun jangan memberatkan sang mempelai pria. Kerap yang membuat biaya pernikahan menjadi besar selain untuk resepsi juga karena adanya mahar dari keluarga atau pihak mempelai wanita. 

Saya sempat geleng-geleng kepala ketika membaca kisah keluarga mempelai wanita meminta mahar ratusan juta rupiah karena si anak terkenal cantik, memiliki latar pendidikan baik dan sebagainya. 

Di masyarakat tertentu, apalagi si gadis memiliki garis keturunan bangsawan jaman dulu, anak kepala suku, memiliki pendidikan sarjana maka pihak keluarga mempelai wanita akan meminta mahar jumlah fantastis. Bahkan bisa ratusan atau miliaran rupiah. 

Seandainya mempelai pria tidak memiliki kemampuan finansial baik, mahar ini terasa mencekik dirinya. Tidak jarang jalan yang dipakai yairu lanjut memenuhi mahar dengan menjual aset/meminjam uang atau mundur. 

Orangtua perlu bijak terhadap kondisi ini. Mahar sebaiknya tidak memberatkan si mempelai pria namun juga tidak merendahkan si wanita. Jika hal ini menemukan titik temu maka biaya pernikahan akan masih terjangkau. 

Kisah Pernikahan Sederhana | Sumber Jabar Ekspress
Kisah Pernikahan Sederhana | Sumber Jabar Ekspress

Langkah terakhir yaitu kurangi gengsi. Biasanya gengsi untuk merayakan resepsi mewah bisa muncul dari si mempelai atau pihak keluarga. Gengsi inilah yang membuat pengeluaran kian besar. 

Saya ingat staf di kantor merasa bersyukur menikah jaman pandemi. Ia dan pasangan tidak perlu mengadakan pesta mewah untuk resepsi. Awalnya ada kekhawatiran karena pihak keluarga ingin dirayakan dengan mewah agar tidak jadi bahan omongan bagi tetangga kampung. 

Ternyata pandemi membuat dirinya bisa berhemat jauh. Bahkan nikah cukup di KUA setempat, mengadakan syukuran keluarga inti, tidak perlu ada dokumentasi pre-wedding dan sewa tenda nikah. Biaya nikah tidak sampai 1 juta. 

Gengsi jika bisa ditekan atau dikesampingkan justru membuat hidup terasa ringan. Begitupun resepsi pernikahan, ada saja mempelai lebih takut terjebak dalam gengsi daripada terjebak utang nikah. Ujung-ujungnya tidak hanya mempelai, pihak orangtua pun kocar kacir mencari pinjaman. 

***

Pesta pernikahan memang menjadi momen sakral. Tidak jarang momen ini dihiasi dengan rasa gengsi dan permintaan tinggi yang membuat biaya pernikahan membengkak. 

Orangtua masih menganggap bahwa menikahkan anak masih menjadi tanggungjawab mereka. Namun alangkah baiknya si mempelai sudah mampu mengatur keuangan sejak dini agar biaya pernikahan tidak lagi dibebankan ke orangtua. 

Rasa gengsi juga bisa dikurangi karena gengsi ini yang membuat biaya nikah membengkak. Jika kita berhasil mengadakan pesta pernikahan sesuai kemampuan finansial, kejadian pilu orangtua terjerat utang pernikahan anak bisa dihindari. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun