Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Pepatah Banyak Anak Banyak Rejeki, Masih Relevankah Zaman Sekarang?

20 April 2023   20:45 Diperbarui: 21 April 2023   07:42 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lely Solihati dan Habibie, yang memiliki 5 anak kembar laki-laki dan seorang anak perempuan. Dok. Lely Solihati via kompas.com

Dulu ada pepatah "Banyak Anak Banyak Rejeki" yang mengisyaratkan bahwa kehadiran anak membawa rejeki tersendiri bagi orang tua. Saya merasa pepatah ini hadir karena pada masa lalu, masyarakat memiliki banyak anak dalam keluarga mereka.

Contoh sederhana Ibu saya terlahir dengan 9 saudara, kakek saya anak kedua dari 13 saudara, nenek saya sekitar 7 bersaudara. Saya membayangkan betapa ramainya suasana di rumah saat itu. 

Ibu yang telah melahirkan 44 anak | Sumber Kompas.com
Ibu yang telah melahirkan 44 anak | Sumber Kompas.com

Membaca artikel ibu berusia 36 tahun memiliki 44 anak, saya sangat takjub. Tandanya si ibu sangat subur bahkan jumlah anak yang melebihi usia dirinya atau usia pernikahan menandakan ada anak yang terlahir kembar.

Saya memaklumi mengingat jaman dulu belum dikenal Program Keluarga Berencana (KB). Hadirnya program ini karena melihat tren pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Jika tidak segera ditekan akan menciptakan masalah sosial dimasa depan. Sebut saja kemiskinan, kriminal, hingga krisis pangan.

Saya mencoba memahami mendalam pepatah banyak anak banyak rejeki. Mungkin dulu hadirnya banyak anak ternyata membawa keuntungan tersendiri seperti anak cowok kerap membantu ayah bekerja di sawah, berjualan atau mencari penghasilan. Anak cewek akan membantu ibunya untuk memasak dan membersihkan rumah. 

Saat anak beranjak dewasa, mereka akan membantu ekonomi keluarga. Tidak jarang anak-anak akan bersama-sama membahagiakan si orang tua ketika mereka sudah dewasa. Penilaian ini lah yang membuat banyak anak memberikan rejeki sendiri. 

Masih relevankah untuk zaman sekarang? 

Hari ini secara tidak sengaja saya membaca berita tentang kesedihan orang tua karena memiliki 8 anak. Bahkan dalam berita tersebut setiap hari sang ibu selalu sedih memikirkan bagaimana caranya agar mereka sekeluarga bisa makan layak. Kesedihan bertambah karena salah satu anaknya yang masih kecil pernah memakan tisu karena terlalu lapar. 

Kisah tidak jauh berbeda dengan seorang karyawan di kantor. Sebut saja Jaka yang bekerja sebagai helper. Gaji yang diterima tentu setara UMK. Namun jumlah tanggungan sangat banyak karena ia memiliki sekitar 6 anak dan ada yang terlahir kembar. 

Sedihnya ia bercerita ada beberapa anaknya yang harus diadopsi orang lain karena ia merasa tidak bisa memberikan kehidupan layak. Biaya susu, pakaian anak, jajan anak, sewa kosan, kebutuhan rumah tangga hingga sekolah anak membuat gajinya tidak cukup. 

Keluarga dengan Banyak Anak | Sumber Kompas.com
Keluarga dengan Banyak Anak | Sumber Kompas.com

Bukan tidak bermaksud menolak pemberian Tuhan namun alangkah bijaknya kini orang tua mempertimbangkan dengan bijak untuk jumlah anak. Tugas orang tua bukan sekedar membuat dan melahirkan anak tapi ada tugas lain yaitu memberikan kehidupan layak. 

Contoh sederhana suami sebagai tulang punggung keluarga. Berpenghasilan 3 juta per bulan. Seandainya ia hanya memiliki 2 anak maka gaji masih dirasa cukup bahkan bisa merasakan lauk beragam termasuk daging. Tapi jika memiliki 6 anak, jangankan membeli daging sekedar membeli ikan saja sudah sangat bersyukur. 

Apalagi anaknya sudah memasuki usia sekolah yang butuh pengeluaran rutin tiap hari dan makin stres jika ada yang masih berusia balita yang butuh asupan susu kaleng dan popok.

Biaya pendidikan anak pun saat ini tidak bisa terbilang murah. Biaya masuk SD saja bisa sampai jutaan rupiah. Belum lagi untuk seragam, les, uang jajan anak ataupun membeli perlengkapan sekolah. Jika hanya ada 1 anak mungkin masih ringan tapi jika keenamnya sudah masuk sekolah. Saya yakin ayah dan ibu akan stres jika anak-anak mereka menuntut biaya ini itu. 

Pergaulan anak zaman sekarang pun kian maju. Usia masih TK saja sudah merengek ingin memiliki gadget, usia SMP bahkan ada yang sudah meminta motor. Membelikan gadget maka orang tua harus siap menganggarkan biaya beli paketan pulsa. Membelikan motor maka harus siap untuk biaya BBM dan perawatan motor. 

Perilaku anak zaman sekarang pun tidak bisa ditebak. Ada yang memahami kondisi orang tua dengan tidak banyak menuntut tapi tidak sedikit anak yang masa bodoh, apapun yang diminta harus dituruti. Karakter anak seperti ini yang seakan menambah beban orang tua. 

Memiliki 1 anak, orang tua bisa merancang masa depan anak dengan memberikan pendidikan setinggi mungkin. Namun ketika memiliki 6 anak, muncul kerentanan orang tua tidak mampu membiayai pendidikan anak. 

Anak Yang Bekerja Jual Koran Untuk Membantu Penghasilan Orang Tua | Sumber Sindonews
Anak Yang Bekerja Jual Koran Untuk Membantu Penghasilan Orang Tua | Sumber Sindonews

Saya kerap melihat anak usia sekolah justru sibuk mencari nafkah sebagai pemulung, peminta-minta atau pekerja di sektor kasar. Ketika ditanya kenapa tidak sekolah, jawaban terenyuh putus sekolah karena tidak ada biaya. 

Padahal zaman sekarang, pendidikan membuka jalan anak dalam mendapatkan pekerjaan layak. Jika anak putus sekolah, peluang mendapatkan pekerjaan layak. Meskipun ada anak putus sekolah yang berhasil namun jumlah ini sangatlah kecil di masyarakat. 

***

Anak adalah titipan dari Tuhan. Sebagai titipan maka tugas orang tua adalah menjaga dan merawat sebaik mungkin. Namun sayangnya masih ada orang tua yang tidak memikirkan hal ini secara bijak. 

Berpenghasilan pas-pasan dengan banyak anak bisa menjadi masalah tersendiri. Orang tua akan jadi stres karena memikirkan biaya sehari-hari. Dari sisi anak pun bisa tidak mendapatkan kehidupan yang layak. 

Bagi saya, zaman sekarang pepatah banyak anak banyak rejeki tidak 100 persen jadi pegangan hidup. Saat ini dikit anak tapi terawat maksimal justru lebih bijak. 

Semoga Beemanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun