Beberapa hari ini saya melihat postingan terkait persiapan atau bahkan perjalanan mudik yang dilakukan oleh teman-teman saya. Terlihat keseruan dan rasa antusias ingin merayakan lebaran bersama keluarga besar di kampung halaman.Â
Uniknya teman saya yang tidak mudik di Jakarta justru memposting fenomena berbeda. Kondisi Jakarta yang biasanya ramai dan macet justru beberapa hari ini sudah lenggang. Ini karena penduduk di Jakarta banyak yang merupakan kaum perantau.Â
Apalagi tahun ini tidak ada pembatasan khusus layaknya yang terjadi saat masa pandemi. Alhasil masyarakat berbondong-bondong meninggalkan kota perantauan demi berjumpa keluarga besar di kampung halaman.Â
Terlepas dari rasa bahagia bisa berkumpul di momen spesial, ada hal khusus yang tetap diperhatikan bagi para pemudi. Apa saja itu?Â
# Jangan Terlalu Boros
Masih ada gaya pemikiran bahwa ah mudik setahun sekali ini, gak masalah lah boros saat mudik. Alhasil ada yang sengaja menyewa mobil untuk mudik ke kampung halaman padahal hanya mudik seorang diri atau bersama pasangan atau sekadar terlihat sukses di keluarga besar atau tetangga.Â
Ada juga yang sengaja membeli pakaian bagus, menggunakan emas hingga membawakan banyak barang untuk keluarga di kampung. Saat di kampung pun sangat loyal sehingga tidak terasa pengeluaran jadi membengkak dan diluar ekspektasi.Â
Saya sempat menerima curhat dari teman, biaya mudik menguras tabungannya. Biaya mulai sewa mobil, membelikan pakaian untuk keluarga besar, memberikan angpao lebaran hingga kebutuhan di kampung halaman juga berasal dari dirinya.Â
Ada rasa sedih karena uang tabungan tersebut hasil berhemat selama berbulan-bulan dan sudah ada niat untuk digunakan untuk membeli sesuatu tapi batal karena sudah terpakai untuk mudik.Â
# Jangan Pamer Pencapaian
Ingatlah tujuan mudik adalah ingin berkumpul dengan keluarga serta ingin menciptakan manis. Selama di perantauan mungkin kita merasa jenuh karena beban kerjaan, rindu masakan ibu atau suasana kumpul dengan kakak atau adik.Â
Pertahankan mindset itu saat sudah di kampung halaman. Ini karena tidak sedikit ajang mudik sebagai ajang pamer pencapaian.Â
Mereka yang tinggal di kota besar merasa ingin diistimewakan dan memandang rendah yang tinggal di desa. Ada yang sudah menduduki posisi manager, direktur atau pemilik usaha lalu merendahkan mereka yang posisi dibawah atau tidak bekerja. Ada yang membawa mobil berlagak sombong saat di kampung.Â
Sikap ini kerap membuat perpecahan, ketidaknyamanan atau niat ingin menciptakan kenangan indah jadi tidak tercapai. Tetap rendah hati dan bangun kembali kenangan lawas agar suasana mudik jadi ajang temu kangen dan menciptakan kenangan baru.Â
# Jangan Membuka Topik Pembicaraan Sensitif
- Kok kamu gemukan sih sekarang?Â
- Mana pacar kamu, bawa kesini dong?
- Kok belum nikah?Â
- Kok belum punya anak?Â
Mungkin bagi si penanya, pertanyaan ini sekadar sederhana. Namun berbeda bagi mereka yang jadi pihak yang ditanya.Â
Ada yang tengah stres sehingga tidak bisa mengontrol makan. Ada yang tengah galau karena baru putus, ada yang sedih karena pacar terlalu sibuk dengan aktivitasnya atau ada juga yang tiap malam menangis karena belum juga memiliki momongan.Â
Kita harus menempatkan diri ketika membuka topik pembicaraan. Apalagi kita sudah dewasa sehingga harus lebih peduli dengan perasaan orang lain apalagi jika topik terkesan sensitif.Â
Tahan diri dan jangan sungkan menegur jika ada yang membahas hal privasi atau sensitif. Ini karena sudah banyak orang malas berkumpul dengan keluarga besar karena malas dengan omongan atau topik pembicaraan yang dianggap menusuk perasaan.Â
# Jangan Tambah Personil Selepas Mudik
Ini sangat penting dan patut diingatkan kembali bagi para pemudik khususnya dari kota besar. Tidak jarang orang di kampung melihat kita sukses di daerah perantauan karena melihat kita membawa mobil, menggunakan pakaian bagus, menggunakan emas atau hal yang dianggap mewah bagi orang di kampung.Â
Apalagi kita juga membumbui dengan kisah-kisah spektakuler yang membuat orang tertarik juga untuk mengadu nasib ke kota besar. Padahal hal ini bisa menjadi masalah baru karena perantau yang tidak punya keterampilan, pendidikan dan jaringan cukup bisa membuat mereka terlunta-lunta di tempat perantauan.Â
Muncul kasus pencopetan, pengemis, pengangguran, atau depresi karena gagal mencapai ekspektasi. Ini karena mereka tidak mampu bersaing dengan masyarakat yang sudah memiliki keterampilan dan pendidikan lebih baik.Â
Jika pulang mudik sendiri maka baliklah seorang diri. Jika mudik bersama pasangan maka baliklah berdua saja. Jangan mengajak kerabat, tetangga atau teman untuk datang ke tempat perantauan.Â
Jangan berkontribusi menciptakan masalah sosial di kota perantauan karena kita mengajak orang yang belum memiliki tujuan atau rencana jelas.Â
***
Mudik adalah kegiatan yang ditunggu oleh sebagian masyarakat kita. Ada yang merindukan suasana semasa kecil, kumpul dengan keluarga lengkap atau ingin melepas kebosanan di daerah perantauan.Â
Namun ada hal yang patut dipahami bahwa ada beberapa pantangan yang harus diperhatikan agar suasana di kampung halaman tetap nyaman.Â
Secara personal saya mengucapkan Selamat Idul Fitri bagi sobat pembaca yang merayakan dan selamat berkumpul keluarga di kampung halaman.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H