Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Catat, Di Bali Tidak Semua Bule Hidup Sejahtera

17 Maret 2023   15:12 Diperbarui: 20 Maret 2023   15:59 2817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah turis asing mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan helm di Jalan Sunset Road, Kuta, Badung, Bali, Selasa (28/2/2023).| Antara Foto

Duh pengen deh tinggal di Bali. Ketemu sama bule, pacaran trus nikah. Pasti hidup sejahtera.

Sempat ada teman cewek melontarkan harapan ini. Baginya salah satu cara hidup sejahtera adalah menikah dengan bule dan untuk itu ia harus tinggal atau merantau di Bali. 

Tidak semudah itu Ceu Onah (sebutan akrab di tongkrongan). Stereotype yang bikin saya geleng-geleng kepala. 

Sebenarnya wajar ada masyarakat menilai WNA alias bule itu tajir. Toh harga tiket pesawat dari negaranya pasti mahal. Gak cuma itu biaya hidup di Bali pun tidak bisa dibilang murah. 

Selain itu kita kerap menemukan Top Management di perusahaan swasta diisi oleh ekspatriat alias bule. Sehingga semakin mengukuhkan bahwa bule itu hidup sejahtera. 

Pasangan Bule Yang Menjual Barang Untuk Bertahan Hidup | Sumber Tirto.id
Pasangan Bule Yang Menjual Barang Untuk Bertahan Hidup | Sumber Tirto.id

Percaya atau tidak, saya pernah melihat dengan mata kepala sendiri ada bule yang memesan nasi dengan menu sayur dan tempe di Warteg (Warung Tegal) di Bali. Bahkan warung makan langganan saya di Denpasar sering dikunjungi bule. 

Padahal setahu saya nasi bukanlah sumber karbohidrat utama yang mereka makan di negara asalnya. Selain itu masakan Indonesia khususnya Bali kaya akan rempah-rempah dan pedas. Tidak jarang Bule tidak terlalu suka dengan makanan kaya rempah-rempah apalgi pedas. 

Disisi lain bule khususnya dari negara maju sangat memperhatikan higienitas. Ini karena mereka mudah terserang penyakit seperti diare jika makan makanan yang tidak higienis. 

Warung yang saya jumpai berada di pinggir jalan dan desainnya seperti warung makan pada umumnya. Saya pun tidak bisa mengatakan warung ini 100 persen menerapkan personal hygiene. 

Bule Yang Mencoba Kuliner Lokal | Sumber Detikfood
Bule Yang Mencoba Kuliner Lokal | Sumber Detikfood

Ada beberapa alasan mengapa jangan terburu-buru menilai bule di Bali pasti sejahtera. 

Alasan Pertama = Banyak yang Datang Sistem Backpacker

Umumnya WNA datang ke Bali diawali dengan tujuan berwisata. Secara destinasi wisata di Bali sudah banyak dikenal masyarakat internasional. 

Namun keinginan untuk wisata di Bali pun tidak semuanya dilakukan dengan standar premium. Ada juga yang menerapkan sistem Backpacker. Artinya mereka berusaha menekan budget pengeluaran selama berwisata. 

Bule Yang Tengah Makan Seadanya | Sumber Situs Nusae
Bule Yang Tengah Makan Seadanya | Sumber Situs Nusae

Biasanya mereka mencari harga tiket promo dan termurah, mencari akomodasi yang terjangkau dan banyak memilih tipe homestay atau dormitory dan memilih makan makanan lokal karena umumnya murah. 

Bisa jadi bule yang saya temui di warung makan langganan adalah tipe backpacker. Mereka tidak sungkan untuk berbaur dengan masyarakat dan menghindari mengeluarkan uang untuk hal yang tidak urgensi atau sesuai harapan mereka. 

Bule tipe sangat banyak ditemukan di Bali karena di negara asalnya mereka pun seorang pekerja seperti pramuniaga, kasir, petugas keamanan, wirausaha dengan pendapatan yang standar di negaranya. 

Alasan Kedua = Tinggal di Villa atau Hotel Bukan Indikator Kekayaan

Lah banyak kok bule yang tinggal di villa dan hotel yang menurut masyarakat lokal harganya lumayan. Misalkan villa di Bali dengan 1 bedroom ada seharga 1 juta/malam. Tentu bagi masyarakat kita, menginap di villa ini bisa dikatakan orang kaya. 

Teman yang memiliki banyak kenalan bule cerita penghasilan mereka di negara asalnya bila di konversi ke rupiah tentu berjumlah fantastis. 

Contoh bule yang memiliki pendapatan US$ 60.000 pertahun atau US$ 5.000 per bulan. Jika dikonversi 1US$ = Rp. 14.500 maka akan diketahui dirinya memiliki penghasilan kurang lebih 870 juta per tahun atau 72,5 juta per bulan dalam kurs rupiah. 

Anggaplah dirinya menyisihkan 2 bulan gaji buat wisata di Bali. Harga villa 1 juta per malam bukan lah hal mewah. Karena villa yang sama jika di negara asalnya bisa seharga 10 juta per malam. 

Tidak jarang bule yang ingin wisata di Bali hanya perlu menyisihkan 1-2 bulan gaji sudah bisa menikmati hidup ala sultan. Sekali makan 100 ribu bukan lah masalah besar padahal bagi kita makan segitu bisa ajak anak dan istri. 

Di negara asalnya gaji yang diterima mungkin tidak besar karena biaya hidup yang tergolong mahal. Di negaranya si bule merasa miskin tapi di Bali sudah terlihat layaknya Sultan. Ini karena memang biaya hidup di Bali tergolong murah bagi mereka. 

# Alasan Ketiga = Ada Oknum Bule dengan Motif Tertentu

Bagi yang tinggal lama di Bali pasti kerap mendengar cerita bule yang sengaja mendekati warga lokal dengan motif tertentu. Ada bule yang sengaja menikah dengan warga lokal agar punya alasan menetap lama di Bali atau membeli aset di Bali. 

Ya, di Indonesia ada larangan WNA memiliki aset seperti tanah, rumah, dan sebagainya. Salah satu trik yang dilakukan menggunakan nama masyarakat Indonesia. Tentu tidak mudah mempercayai orang lain. Memiliki pasangan warga lokal adalah cara terbaik. 

Ada cafe yang dibangun oleh bule tapi semua perizinan atas nama si istri. Diinfokan jika si bule susah bersaing di negara asalnya. Dengan tabungan yang dimilik, ia ingin memulai bisnis. Karena ternyata dirinya betah di Bali dan ingin melihat prospek bagus. Maka ia berencana buka usaha cafe dan memang mencari istri lokal untuk membantu niatnya tersebut. 

Jangan sampai terlalu mengistimewakan bule membuat kita terberdaya dan justru kita jadi alat untuk memudahkan ambisi mereka seperti untuk tinggal lama atau pengalihan aset. 

Ada hal lain yang kerap dipikirkan banyak oknum bule. Mencari pasangan lokal itu gampang. Cukup ajak kenalan lokal makan di restoran atau kasih uang maka mereka akan langsung nempel pada si bule.

Sudah banyak kasus warga lokal menjalin hubungan dengan si bule namun justru ujung-ujungnya ditinggalkan. Apesnya bahkan ada yang hingga sudah punya anak tanpa status pernikahan. Si bule dengan enteng balik ke negara asalnya tanpa ada niat tanggung jawab. 

***

Penilaian bule sebagai orang spesial sebaiknya mulai diubah. Ini banyak terjadi di Bali di mana mengganggap bule itu kaya, bule itu loyal, dan sebagainya. 

Padahal itu bisa saja penilaian dari kulit luarnya saja. Jangan sampai karena penilaian kita yang terlalu berlebih pada bule membuat kita jadi pihak yang dirugikan. Beberapa hal di atas bisa jadi pengingat kita bahwa bule pun sama dengan lokal. Bedanya mereka ke Bali hanya sebagai tamu. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun