Sebagai masyarakat yang sudah memiliki penghasilan maka ada kewajiban tersendiri untuk melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Merunjuk pada situs Kompas, pelaporan ini diwajibkan bagi mereka yang memiliki penghasilan, baik di bawah Rp 60 juta maupun di atas Rp 60 juta per tahun. Secara khusus SPT Tahunan bertujuan sebagai kesadaran bagi wajib pajak dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang dibayarkan (Sumber Klik Disini).Â
Seperti tahun sebelumnya, tahun ini pun saya berencana melaporkan SPT secara offline atau mendatangi langsung Kantor Pelayanan Pajak (KPP).Â
Lah kok gak dilaporkan secara online saja?Â
Saya akui saat ini pelaporan SPT bisa dilakukan secara online. Cukup membuka situs pajak.go.id, log in dan mengisi kolom atau data sesuai yang diminta. Dianggap praktis dan dapat diisi dimana pun dan kapan pun.Â
Namun saya ada pengalaman trauma sedikit. Tahun 2020, saya mencoba sistem pelaporan online. Ternyata saya keliru dalam pengisian. Ada kebingungan karena saat itu baru pertama mengisi secara online dan apesnya saya mengisi di hari terakhir penginputan. Seingat saya saat itu hari Weekend sehingga kantor pajak tutup.Â
Karena panik dan bingung beruntung ada teman yang membantu mengisikan. Tahun 2021 pun tetap sama, saya juga masih belum keliru dalam mengisi dan dibantu pula oleh teman dalam pengisian.Â
Tahun ini saya mencoba lapor SPT secara Offline saja. Toh juga sekalian sharing pengalaman pelaporan SPT Offline. Seberapa cepat dan memuaskan pelayanan petugas pajak.Â
"Pak, yakin mau lapor pajak? Banyak orang jadi malas lapor SPT gara-gara kasus Rafael Alun Trisambodo. Seorang teman kerja memberikan pendapat.Â
Wuah, ternyata pemberitaan terkait kekayaan yang dianggap tidak wajar oleh oknum pajak menciptakan dampak besar terhadap masyarakat. Rasa tidak percaya muncul di sebagian masyarakat khawatir pajak yang dibayarkan disalahgunakan oleh oknum tertentu.Â
Secara personal, ada rasa kesal dan kecewa. Disaat kita diminta taat pajak namun ada oknum pajak yang terlihat berfoya-foya. Wajar muncul dugaan bahwa dana pajak disalahgunakan.Â
Tapi kembali lagi saya toh hanya melaporkan SPT saja. Tidak ada pembayaran apapun saat pelaporan. Masa hanya karena pemberitaan negatif buat kita jadi malas lapor SPT. Khawatir akan ada sanksi toh juga lembar potongan sudah dibuatkan oleh manajemen. Sayang sekali jika terabaikan atau tidak dilaporkan.Â
Saya pun akhirnya tetap pada niat awal untuk melaporkan SPT ke KPP terdekat. Kebetulan jarak dari kantor ke KPP Tabanan (lokasi pelaporan) tidak jauh. Plus memang ada niat buat artikel khusus pelaporan Offline untuk Kompasiana membuat niat saya semakin melaporkan SPT hari ini.Â
Tepat pukul 11.30 WITA saya tiba di KPP Tabanan. Pihak security mengkonfirmasi tujuan saya datang. Saya menginfokan mau pelaporan SPT. Kemudian dikonfirmasi apakah status karyawan atau wirausaha. Saya pun menjawab karyawan, kemudian dibantu untuk nomor antrian dan diarahkan ke petugas registrasi.Â
Beruntungnya saat itu jumlah wajib pajak yang di ruang tunggu tidak banyak. Bahkan saya duduk 1 menit sudah dipanggil oleh petugas.Â
Saya diminta mengisi form data registrasi dan dikonfirmasi apakah sudah punya kode EFIN. Kebetulan karena sudah sering melaporkan SPT maka saya jawab sudah dan membuka catatan kode EFIN yang sengaja saya simpan di gawai.Â
Setelah selesai mengisi form, saya menuju petugas loket e-filling. Petugas yang merupakan gadis muda berpakaian kebaya Bali menyambut dengan baik.Â
Meminta bukti potong, KTP dan NPWO. Saya sudah menyiapkan dokumen dengan print bukti potong agar memudahkan petugas. Ini penting daripada bentuk digital yang agak meribetkan. Karena harus memberikan gawai/gadget kita ke petugas apalagi jika layar gawai kecil pasti agak menyusahkan.Â
Seingat saya ada beberapa pertanyaan yang harus saya infokan. Pengisian dibantu petugas seperti :
- Apakah ada perubahan data?Â
- Apakah ada penambahan daftar kekayaan?
- Apakah ada sumber pendapatan lain yang belum dilaporkan.Â
- Dan sebagainya
Mengingat tidak ada banyak perubahan dibanding data tahun sebelumnya maka pengisian tidak butuh waktu lama. Bahkan hanya dalam 10 menit, pelaporan saya selesai. Mungkin faktor di KPP yang saya datangi saat itu sedang tidak ramai atau saya datang di pertengahan Maret sehingga sudah banyak wajib pajak yang melaporkan.Â
Selain itu saya menduga para wajib pajak memilih mengisi pelaporan SPT secara online yang membuat jumlah kunjungan ke KPP tidak banyak.Â
Petugas menginfokan jika tahun depan pengisian SPT cukup menggunakan NIK yang ada di KTP. Tidak perlu lagi menggunakan nomor NPWP. Selain itu jika lupa password email atau EFIN bisa melalui pengajuan ulang ke laman situs pajak.Â
Terakhir petugas bukti pelaporan saya sudah selesai dan sudah masuk via email. Petugas pun menawarkan apakah mau diprint? Saya jawab saja iya untuk diprint. Lumayan di print gratis ini, hehe
Tidak lupa ada form kepuasan layanan yang perlu saya isi. Mengingat petugas sudah melayani dan membantu saya dengan ramah. Saya tidak pelit memberikan nilai Sangat Memuaskan. Toh ini juga membantu si petugas mendapatkan penilaian kinerja secara baik.Â
***
Pelaporan SPT secara offline pun kini bisa praktis dan cepat terutama bagi kita yang masih gaptek atau malas mengisi form dan khawatir ada kekeliruan seperti yang saya alami.Â
Banyaknya wajib pajak yang melaporkan secara online membuat jumlah kunjungan ke KPP tidak sepadat sebelum pandemi. Saya hanya membutuhkan waktu 10 menit mulai datang hingga selesai. Mungkin waktu akan berbeda di KPP daerah lain namun saya percaya tidak selama sebelum pandemi.Â
Yuk jangan lupa lapor SPT jangan sampai terlewatkan ya. Kecewa dengan oknum pajak sih wajar tapi jangan buat kita jadi pribadi yang lalai lapor SPT.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H